BerandaHits
Minggu, 13 Mar 2021 12:34

Pondok Pesantren Rehabilitasi Ini Pakai Sepak Bola untuk Terapi Eks Pecandu Narkoba

Joko tengah beristirahat di sela-sela pertandingan. (Inibaru.id/ Audrian F)

Selain menyenangkan, sepak bola juga bermanfaat untuk terapi penyembuhan obat terlarang. Di Pondok rehabilitasi At Tauhid, Gayamsari, Semarang, kamu bisa mendapati metode terapi unik ini, Millens.<br>

Inibaru.id - Bola sudah bergulir di kaki Joko pada Jumat pagi itu. Peluhnya bercucuran, napasnya makin terengah-engah, tapi dia tetap berlari.

Setelah 15 menit berselang, wasit memberhentikan pertandingan. Maklum, tajuknya hanya fun games, jadi waktu bermain nggak seperti pertandingan betulan.

Joko meraih air mineral untuk melepas dahaga yang mencekat di tenggorokan. Sejurus kemudian, dia melepas bajunya, barangkali karena kegerahan. Seketika tampak rajahan tato yang hampir memenuhi punggungnya.

“Lumayan nih,” ucap Joko pada Jumat (12/3/2021) di Stadion Citarum Semarang.

Persiapan memakai sepatu. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Joko adalah salah seorang santri At Tauhid, yakni pondok pesantren yang menangani rehabilitasi para pecandu Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Sepak bola memang merupakan salah satu terapi yang dilakukan oleh At Tauhid dalam membantu rehabilitasi eks pecandu.

Hal itu diungkapkan oleh Singgih Yongkie Nugroho sebagai Pimpinan Rehabilitasi At Tauhid. Menurutnya, sepak bola punya peran untuk detoksifikasi bagi para bekas pecandu napza ini. Dengan sepak bola racun-racun di dalam tubuh bisa hilang.

“Terutama bagi yang baru-baru itu sepak bola sungguh berguna sekali,” ungkap Singgih Yongkie yang lebih akrab disapa dengan Gus Yongkie ini.

Bermain bola untuk terapi. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

At Tauhid ini sudah didirikan sejak 1998 oleh ayah Yongkie, H Muhammad Sastro Sugeng Al Haddad. Sejak 2013 silam, At Tauhid ditunjuk Kementerian Sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) korban NAPZA. Setelah sang pendiri berpulang pada 2018 lalu, kepengurusan diteruskan ketiga putranya. Mereka adalah Singgih Aris Nugroho, Singgih Yongkie Nugroho, dan Singgih Pradipta.

Hingga kini, pondok pesantren yang berlokasi di Gayamsari ini sudah berhasil memulihkan 1200 orang eks pecandu. Nah, sepak bola ini jadi salah satu terapi berbasis fisik. Untuk yang lainnya ada spiritual, sosial, dan vokasional.

Bersama Pemain Bola Semarang untuk Kepercayaan Diri

Ada kalanya, warga binaan bermain bersama para pemain bola amatir dan profesional, lo. Salah satu nama yang disebut adalah Adrianus Dwiki Arya Purnomo, putra Semarang yang bermain untuk Persija Jakarta.

Manager Program At Tauhid, Singgih Pradipta menuturkan tujuan para pemain-pemain bola ini didatangkan. Menurutnya, dengan saling berkolega di atas lapangan bersama para pemain bola ini, warga binaan At Tauhid jadi lebih percaya diri.

Skuad Tim At Tauhid yang berkolaborasi dengan pemain bola Semarang. (Dok. At Tauhid)<br>

“Harapannya kan mereka semakin percaya diri bahwa mereka juga diterima di masyarakat,” terang Singgih.

Meski hanya seperti main bola biasa, manfaatnya bisa langsung dirasakan. Joko misalnya, dia merasa badannya semakin enteng. Berbeda dengan dahulu saat dia menjadi pecandu yang badannya terasa selalu berat.

“Napas saya juga ringan,” tambah Joko yang sudah menjalani rehabilitasi sejak bulan Juni 2020 ini.

Sementara bagi Anggi, sepak bola selain membawa dampak positif buat tubuh juga membawa pengaruh baik buat pikiran. Dia sudah melakoni banyak terapi karena sudah menjalani rehabilitasi selama setahun.

“Dengan sepak bola saya nggak mikir aneh-aneh dan terasa segar terus,” tambahnya.

Wah, nggak nyangka ya, si kulit bundar bisa dijadikan terapi pecandu narkoba. Semoga sportivitas dalam olahraga bisa membangkitkan semangat hidup mereka kembali, ya Millens? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024