BerandaHits
Kamis, 25 Des 2019 16:00

Pengaruh Gereja Gedangan dalam Perkembangan Umat Katolik di Semarang

Jendela Gereja Gedangan dengan potret orang-orang suci Katolik. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Gereja Santo Yusuf atau Gereja Gedangan merupakan gereja Katolik pertama di Semarang. Gereja tersebut sangat bersejarah bagi perkembangan umat Katolik yang ada di Indonesia. Pastor Gereja Gedangan Romo Leonard Smit, SJ mengisahkan hal tersebut pada saya. Seperti apa cerita lengkapnya?

Inibaru.id – Perkembangan umat Katolik di Semarang bermula ketika VOC bubar. Setelah itu pada zaman Raja Napoleon Belanda memberlakukan Undang-Undang Dasar Baru yang isinya menjamin kebebasan beragama. Atas undang-undang tersebut, lalu ada dua imam dari Afrika Selatan yang datang ke Jakarta atau Batavia pada saat itu.

Dua imam tersebut memang nggak bertahan lama, tapi kemudian ada beberapa imam yang datang ke Batavia. Para imam itu berdiaspora, ada yang di Gereja di Batavia ada pula yang di Surabaya. Hingga secara cepat mereka juga melayani Semarang yang ada di tengah.

“Umatnya melulu orang Belanda yang bekerja di Hindia Belanda yang berdagang atau berusaha, atau bekerja di perkebunan. Ada yang punya perkebunan sendiri, ada yang ikut orang di perkebunan,” kata Leonard.

Bangunan di kompleks Gereja Gedangan berarsitektur neogotik. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Kemudian baru pada tahun 1998, datang Jesuit Belanda dengan tugas untuk mulai bekerja di antara orang Jawa. Perintisnya yaitu Romo Franciscus Georgius Josephus van Lith, SJ yang setelah tinggal di Gereja Gedangan, dia pindah dan membeli rumah sederhana di Muntilan dengan pekarangan. Di sana Van Lith mencari cara agar bisa diterima di antara orang Jawa.

“Maksudnya terutama membuat masyarakat bisa menjadi setingkat dengan orang Belanda. Sehingga dia mendirikan sekolah terutama pendidikan umum yang mungkin kita sebut sekarang Sekolah Dasar. Kemudian dia mulai mendidik guru,” ceritanya.

Baca juga: Mengenal Sejarah Kompleks Susteran Fransiskanes Gereja Gedangan Semarang

Baca juga: Abraham Fletterman, sang Arsitek Belanda yang Sayang Istri dan Perhatian pada Pribumi

Kemudian sekolah yang dibangun Van Lith pada 1900-an itu berkembang pesat dan mereka menjadi generasi pertama orang Katolik di Semarang. Anak-anak mereka pun kemudian membentuk umat Katolik. Sekolah-sekolah tersebut mempunyai peranan yang besar dalam membentuk jemaat, di mana gurunya Katolik dan muridnya mulai mengenal Katolik.

“Tidak jarang muridnya minta dibaptis dan mereka pernah dibaptis tanpa ijin dari orang tua. Dan orang tua yang pada periode itu mereka menamakan diri mereka Islam, tetapi mereka lebih banyak abangan daripada Islam yang sungguh. Sampai sekarang kelompok itu masih besar,” tutur Leonard.

Sekolah memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan umat Katolik di Indonesia. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Katolik di Semarang berkembang pula terutama atas peran orang Jawa Katolik dari Jawa Tengah Selatan. Pada saat Belanda diusir, guru Belanda banyak juga diusir. Sehingga sekolah mesti mencari guru baru, lalu mereka mencari bukan di Semarang karena belum ada sekolah guru. Guru dicari di Jawa Tengah Selatan.

Baca juga: Menyingkap Kebenaran Adanya Harta Karun di Rumah Kuno Peninggalan Belanda

Hingga saat ini umat Katolik di Semarang jumlahnya turut meningkat berkat sekolah-sekolah. Di daerah gereja ada beberapa sekolah, seperti sekolah yang ada di kompleks Gereja Gedangan dan sekolah-sekolah yang ada di Jalan Raden Patah seperti SD Kanisius Kobong dan SMP Kanisius Raden Patah.

“Jemaat di Gereja Gedangan sekarang sekitar 6.000. Hanya di Semarang Utara dan sedikit Semrang Tengah sampai ke perbatasan Demak, tapi daerah situ nyaris kosong. Penduduknya juga belum banyak. Semarang saya kira punya 11 paroki,” Leonard menjelaskan.

O ya, Millens, kegiatan antarumat juga pernah diadakan di kompleks Gereja Gedangan dan sekolah-sekolahnya lo. Semoga kerukunan umat beragama terus terjaga ya. (Isma Swastiningrum/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: