Inibaru.id – Puluhan hektar lahan berupa persawahan dan perkebunan yang sebelumnya dimiliki masyarakat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kini dicaplok oleh Malaysia. Hal ini terungkap usai pengukuran patok batas negara dilakukan pada Juni 2019 lalu.
Sebagai informasi, pengukuran ulang ini dilakukan bersama oleh petugas Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) Malaysia.
“Setidaknya 44 warga merasa dirugikan akibat lahan mereka kini masuk wilayah Malaysia,” ucap Kepala Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Pulau Sebatik, Hambali pada Jumat (4/9/2020).
Hambali juga menyebut sekitar 2,1 km lahan di Desa yang dia pimpin telah masuk wilayah Malaysia. Hal ini disebabkan oleh batas patok negara bergeser. Dia mengetahuinya karena banyak masyarakat yang mengadu di kantor desa dan mempertanyakan status sertifikat tanah mereka yang menjadi nggak jelas.

“Sebagian besar warga sudah memiliki sertifikat kepemilikan. Mereka menggarap lahan tersebut sudah lama,” terang Hambali.
Masalahnya, kini warga Malaysia sudah berusaha untuk menggarap lahan yang dipersengketakan tersebut. Hal ini sempat menyebabkan keributan. Tapi, Hambali yakin bahwa kedua negara belum sepakat sehingga proses mediasi pun tengah diupayakan.
Sayangnya, meski Hambali berusaha memperjuangkan status sertifikat warganya, dia terkendala sikap Pemerintah Kabupaten Nunukan serta Biro Perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara yang masih menunggu informasi dari Pemerintah Pusat.
“Ini ranahnya pemerintah pusat, Data detailnya kamu juga tidak tahu,” ucap Kepala Biro Pengelolaan Perbatasan Negara (PPN) Setprov Kaltara Samuel Padan.
Ke Kantor Kecamatan Harus Lewat Malaysia
Pergeseran patok batas negara ini juga memicu masalah tersendiri bagi pekerja di Kecamatan Sebatik Utara. Jalan menuju kantor kecamatan sebagian kini telah masuk wilayah Malaysia.
“Terpotong sekitar 30 meter. Jadi kalau mau ke kantor camat kita jadi pendatang haram lewat Malaysia untuk sementara,” ucap Camat Sebatik Utara Zulkifli.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nunukan Agoes Trijanto menyesalkan pengukuran dilakukan sepihak pemerintah pusat tanpa melibatkan BPN Nunukan. Dia pun berharap kasus warga yang kehilangan warganya ini diperhatikan dan segera mendapatkan ganti rugi.
Wah, kok bisa ya sampai batas patok negara bergeser sejauh itu, Millens? (Kom/IB09/E05)