BerandaHits
Minggu, 14 Sep 2024 12:00

Mengenal Duck Syndrome: Tenang di Luar, tapi Batin Bergejolak

Orang yang pura-pura bahagia padahal aslinya tidak, kemungkinan besar mengalami duck syndrome. (istockphoto.com/SewcreamStudio)

Duck syndrome adalah sebuah kondisi seseorang tampak tenang di luar, tetapi sebenarnya berjuang dengan tekanan internal dan konflik batin.

Inibaru.id - Pernah nggak sih, kamu merasa selalu terlihat tenang di luar, tapi sebenarnya batinmu penuh dengan gejolak? Di depan orang-orang, kamu senyum dan tertawa, tapi begitu sendirian, rasanya berat dan ingin menangis.

Kalau pernah, bisa jadi kamu sedang mengalami yang disebut duck syndrome. Ini kondisi seseorang tampak santai dan baik-baik saja di luar, padahal sebenarnya sedang menghadapi banyak tekanan di dalam. Seperti bebek yang tampak tenang mengapung di air, tapi di bawah permukaan, kakinya terus bekerja keras dan banyak gejolak.

Menurut Ihfan N. Saputro, seorang psikolog dari Ruang Kalbu Psikologi, fenomena duck syndrom memang sering terjadi.

“Selama lima tahun saya praktik, hampir 70% pasien yang datang berawal dari kondisi seperti ini,” ungkapnya.

Menurut Ihfan, salah satu ciri orang dengan duck syndrome adalah kurangnya self-awareness atau kesadaran diri. Mereka nggak bisa menerima kondisi diri sendiri, sulit mengatakan "tidak" saat merasa nggak nyaman, dan bahkan nggak bisa jujur pada diri sendiri soal perasaan mereka.

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan duck syndrome. Faktor pekerjaan sering jadi salah satu pemicu terjadinya gangguan kesehatan mental ini. Misalnya, seseorang sudah merasa nggak nyaman dengan pekerjaannya, tapi karena terpaksa atau nggak ada pilihan lain, dia tetap menjalani pekerjaan itu.

“Fisiknya bekerja, tapi di dalam dirinya, ada gejolak yang nggak bisa dia selesaikan,” jelas Ihfan.

Duck syndrom dianalogikan seperti bebek yang tampak tenang saat berenang, namun, di bawah permukaan, kaki-kakinya bekerja keras agar tubuhnya tetap seimbang. (Istockphoto.com/ Teka77)

Selain itu, duck syndrome juga bisa muncul karena tekanan akademik. Contohnya, saat seseorang dipaksa orang tua untuk mengambil jurusan yang nggak sesuai dengan minatnya, dia tetap menjalani hal itu meski hatinya nggak senang.

Kondisi ini juga seringkali terkait dengan quarter life crisis, di mana usia 18-30 tahun adalah masa-masa pencarian jati diri dan kebimbangan hidup. Mulai dari kuliah dimana, kerja dimana, kapan menikah, dan sebagainya semua terasa seperti beban.

“Orang seperti ini, di depan banyak orang bisa terlihat haha hihi, tapi begitu sendirian, dia menangis,” ujar Ihfan. Inilah yang disebut dengan konflik batin, ketika perasaan dan kenyataan yang dijalani nggak sinkron.

Dan pada akhirnya, duck syndrome ini bisa menjadi tekanan serius jika nggak segera disadari dan diatasi. Jadi, mulai sekarang, yuk belajar lebih peduli dengan diri sendiri dan jangan ragu untuk jujur pada perasaanmu! (Rizki Arganingsih/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT