BerandaHits
Selasa, 13 Jun 2022 11:00

Mengapa Kebanyakan Kuli Bangunan Berasal dari Jawa?

Kuli Jawa dikenal punya skill tinggi dan dipakai jasanya seantero Indonesia. (Kompasiana/Thomas Panji)

Meme-meme kuli Jawa dengan tema "bersama kuli membangun negeri" bertebaran di media sosial dalam beberapa tahun terakhir. Skill mereka sebagai buruh bangunan juga diakui. Lantas, seperti apa sejarah mereka sampai jasanya digunakan seantero negeri?

Inibaru.id - Meme terkait dengan kuli Jawa bertebaran di media sosial. Banyak yang memuji keahlian mereka dalam membuat bangunan meski belum tentu dibekali dengan pendidikan tinggi. Bahkan, trik-trik mereka saat bekerja atau beristirahat juga dianggap unik dan revolusioner. Nah, kamu penasaran nggak sebenarnya seperti apa sih sejarah kuli bangunan bisa sampai identik dengan suku Jawa?

Kuli bangunan dari Jawa dikenal bisa diandalkan, telaten, rajin, dan punya skill. Karena alasan ini pulalah, mereka sering ‘diimpor’ ke daerah-daerah luar Jawa untuk proyek-proyek besar. Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Taufik Widjoyono juga menyebut para buruh bangunan Jawa ini pasti bisa ditemukan di sebagian besar pekerjaan konstruksi di seluruh Tanah Air.

Dia bahkan menyebut keberadaan para kuli Jawa sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, termasuk pada masa kerajaan. Contohlah, pembangunan Candi Borobudur dan Prambanan melibatkan warga setempat dan hasilnya masih terlihat sampai sekarang. Meski begitu, dominasi mereka juga terkait dengan populasi suku Jawa yang memang sangat banyak.

“Pandangan saya pribadi, tenaga konstruksi asal Jawa itu memang mayoritas. Pertama karena populasinya paling banyak,” jelas Taufik, Selasa (26/5/2021).

Konstruksi bangunan di masa kolonial juga melibatkan orang-orang Jawa. Bangunan-bangunan penting negara yang dibangun di masa penjajahan seperti Istana Bogor, Istana Merdeka, hingga Jalan Anyer-Panarukan juga melibatkan kuli-kuli bangunan dari Jawa.

Kuli Jawa dikenal mampu membuat bangunan dengan kualitas bagus. (Mojok/Avellinno Krisnandi Primastio)

Lantas, bagaimana bisa keberadaan mereka seperti terus ada hingga sekarang? Ternyata, banyak kuli bangunan yang ‘menurunkan’ minat profesi ini ke anak-anaknya atau ke anggota keluarga lain yang lebih muda. Apalagi, dengan bayaran yang cukup menarik, generasi muda ini pun tertarik untuk ikut bekerja di perantauan.

“Mereka dibawa oleh lingkungannya, sama seperti komunitas tukang cukur, mesti dari Garut. Hal inilah yang terbentuk dari komunitas warga tersebut,” lanjut Taufik.

Karena alasan inilah, ada beberapa wilayah di Jawa yang dikenal sebagai ‘pemasok’ buruh bangunan. Yang cukup populer karena dianggap serba bisa adalah buruh dari kawasan Demak dan Grobogan. Selain itu, buruh bangunan dari Wonosobo dan Wonogiri dikenal sebagai ahli batu, buruh dari Yogyakarta dikenal sebagai ahli ukur, sementara dari Sumedang atau Priangan Timur dikenal paling bagus dalam memasang keramik.

Kok bisa ya mereka dikenal ulet, ahli, cekatan, dan seperti serba bisa? Taufik menjelaskan kalau kebanyakan buruh bangunan asal Jawa ini sudah belajar dunia konstruksi sejak usia remaja. Jadi, mereka belajar dari pengalaman. Selain itu, adanya tuntutan hidup yang tinggi agar bisa bersaing dengan banyaknya buruh lain dan demi mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga membuat mereka seperti terus menjaga kualitas hasil kerjanya.

Memang, kebanyakan dari kuli Jawa ini nggak bersertifikat. Maklum, per April 2021 lalu saja, dari total sekitar 9 juta pekerja konstruksi di Indonesia, hanya 778.472 saja yang bersertifikat. Tapi, tetap saja, keahlian mereka diakui seantero negeri.

“Saya tidak punya detailnya. Tapi, kalau diperkirakan itu secara proporsional tenaga kerja konstruksi asal Jawa minimal 56 persen,” pungkas Taufik.

Omong-omong, apakah pekerjaan konstruksi yang nggak jauh-jauh dari tempatmu tinggal juga memakai tenaga kuli Jawa, Millens? (Kom/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024