BerandaHits
Selasa, 20 Sep 2021 17:00

Makin Banyak Negara Maju Terapkan 4 Hari Kerja, Indonesia Kapan?

Ilustrasi: Empat hari kerja seminggu, bisa nggak diterapkan di Indonesia. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Di Indonesia, wajar kalau kamu bekerja 5 hari atau 6 hari seminggu. Tapi, kini banyak negara maju yang menerapkan 4 hari kerja. Hm, bisa nggak ya Indonesia menerapkannya, juga?

Inibaru.id – Di Indonesia, banyak orang yang mengaku beruntung kalau bisa 5 hari kerja sepekan. Banyak pekerja pabrik dan perusahaan lainnya yang tetap harus bekerja enam hari dalam seminggu. Nah, ternyata, kini banyak negara maju terapkan 4 hari kerja saja, lo. Kok enak?

Normalnya, dunia kerja mengenal 40 jam kerja dalam seminggu. Kalau dibagi lima hari, berarti kerjanya 8 jam per hari. Tapi, banyak tempat kerja yang menerapkan enam hari kerja seminggu dengan 7 jam kerja dari Senin sampai Jumat dan lima jam kerja di hari Sabtu.

Sistem 40 jam kerja seminggu ini diterapkan sejak 1920-an di Amerika Serikat. Meskipun begitu, aturan ini benar-benar diresmikan dalam Undang-undang pada 1940-an. Meski dianggap bisa memberikan produktivitas yang tinggi, jam kerja ini juga banyak mendapatkan kritik karena dianggap memiliki tingkat stress yang tinggi.

Di zaman modern seperti sekarang ini, mulai banyak perusahaan yang menganggap jam kerja 40 jam seminggu sebagai pemborosan di sektor energi. Ya, kamu tahu sendiri lah, terkadang banyak orang nggak ngapa-ngapain juga karena stres atau pikirannya masih belum nyambung untuk kerja. Padahal, AC, komputer, dan peralatan lain masih menyala. Boros, bukan?

Negara bagian Utah sebenarnya sudah menerapkan 4 hari kerja dengan setiap harinya bekerja 10 jam sejak 2008 lalu. Sayangnya, hal ini dihentikan pada 2011. Mereka kembali menerapkan 5 hari kerja.

Meski nggak berlanjut, Islandia ternyata tertarik mengadopsi 4 hari kerja pada 2015 sampai 2019. Uji coba dilakukan di perkantoran swasta, sekolah, ritel, bisnis jasa, serta rumah sakit. Hasilnya, ternyata ada peningkatan produktivitas yang sangat signifikan!

Jam kerja dan hari kerja lebih sedikit dianggap bisa meningkatkan produktivitas. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Selain itu, tingkat stres pekerja ikut menurun. Kesehatan fisiknya juga semakin meningkat karena mereka memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat. Yang menarik, para karyawan sampai mampu menurunkan jam kerjanya jadi 25-36 jam saja setiap minggu namun tetap bisa mempertahankan produktivitasnya.

Melihat kesuksesan Islandia, Selandia Baru ikut-ikutan mencoba sistem hari kerja yang baru ini pada 2020 lalu. Mereka melakukannya pada 2.400 pekerja. Hasilnya, produktivitas pekerja meningkat meski jam kerja turun jadi 32 jam saja dalam seminggu.

Spanyol yang memiliki budaya unik tidur siang pun akhirnya mencoba menurunkan jam kerja para pekerja di sana, yakni sekitar 32-25 jam per minggu, tergantung per perusahaan. Sementara itu, meski belum banyak, Jepang juga mulai memperkenalkan sistem 4 hari kerja dengan 32 jam kerja seminggu demi meningkatkan kualitas hidup para pekerjanya.

Meski terkesan sepele, lebih banyak libur di akhir pekan dianggap bisa membuat pekerja lebih banyak beristirahat. Dampaknya, setiap kali bekerja, mereka bisa melakukannya dengan maksimal karena kondisi fisik dan psikis yang lebih segar.

Sayangnya, banyak pakar yang menyebut sistem ini sulit diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia. Di sini, kuantitas hasil produksi masih benar-benar didewakan sehingga bisa jadi dengan jam atau hari kerja yang lebih pendek, target nggak akan bisa dipakai. Kamu tahu sendiri kan, bahkan banyak perusahaan di sini yang masih menerapkan 6 hari kerja dan karyawannya tetap kewalahan hingga harus lembur?

Hm, tapi, kamu setuju nggak kalau nantinya di Indonesia diterapkan 4 hari kerja, Millens? (Hip/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024