BerandaHits
Minggu, 15 Okt 2022 21:39

Langkah IDAI dalam Mitigasi Gagal Ginjal Akut pada Anak

Ilustrasi: Sebanyak 152 anak mengalami gangguan ginjal akut yang progresif dan atipikal (GgGAPA). (Getty images/Istockphoto/Gorodenkoff)

Angka kematian yang tinggi pada anak karena terserang gagal ginjal akut melatarbelakangi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan langkah mitigasi. IDAI berharap langkah itu dapat mengurangi angka anak yang terserang penyakit gagal ginjal akut.

Inibaru.id - Pada Jumat (14/10/2022) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan ada 152 anak mengalami gangguan ginjal akut yang progresif dan atipikal (GgGAPA). Kasus ini tersebar di 16 provinsi di Indonesia.

Pada data yang diberikan, peningkatan terjadi dari bulan Juli ke Agustus. Ada peningkatan sebanyak 36 anak yang mengalami gagal ginjal akut. Nggak hanya itu, peningkatan besar-besaran terjadi pada Agustus ke September, sebesar 76 anak.

Per 14 Oktober 2022, sebanyak 75 anak dari umur 1 hingga 5 tahun menderita gagal ginjal akut. Lainnya adalah 0-1 tahun diderita 35 anak, 5-10 tahun diderita 24 anak, dan lebih dari 10 tahun diderita sebanyak 18 tahun.

Ketua Pengurus Pusat IDAI Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) menjabarkan persentase gejala yang umum dialami pada anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut pada 152 anak.

”Infeksi saluran pernapasan sebanyak 44,1 persen, seperti batuk dan pilek. Disusul demam sebanyak 30,3 persen. Lalu ISPA sebanyak 18,4 persen, dan 7,2 persen lainnya memiliki gejala lain,” ujar dr. Piprim pada konferensi pers virtual bersama Kemenkes, Jumat (14/10).

Sampai saat ini belum ada bukti pasti sebab di balik gagal ginjal akut misterius yang sedang dialami oleh banyak anak di Indonesia itu. Oleh karena itu, IDAI dan Kemenkes kini sedang melakukan mitigasi bersama pada anak-anak, khususnya balita yang sebelumnya sehat-sehat saja dan tidak memiliki penyakit kronis atau kelainan ginjal bawaan sebelumnya.

Langkah Mitigasi

ILustrasi: IDAI dan Kemenkes kini sedang melakukan mitigasi gangguan gagal ginjal akut pada anak. (Envato)

Inilah langkah mitigasi yang dilakukan oleh IDAI yang diharapkan dapat memberikan titik terang penyebab terjadinya gagal ginjal pada anak.

  1. Mengumpulkan informasi dari seluruh anggota cabang IDAI
  2. Melakukan koordinasi keilmuan dari ahli terkait yaitu Unit Kerja Koordinasi Nefrologi, Infeksi, Emergensi dan Rawat Intensif Anak, serta Satgas COVID-19
  3. Memberikan rekomendasi internal kepada anggota IDAI tentang kewaspadaan gagal ginjal akut pada anak yang sifatnya mengikuti perubahan penyebab dan hasil evaluasi pada pengobatan
  4. Melakukan koordinasi dengan Kemenkes terkait dengan pemutakhiran kasus gagal ginjal akut yang progresif dalam hal dukungan investigasi, terapi, dan edukasi
  5. Membuat hotline bagi para anggota terkait dengan diagnosis dan terapi gagal ginjal akut pada anak yang progresif

Selain melakukan langkah-langkah di atas, IDAI juga mengimbau kepada seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas layanan kesehatan untuk berkoordinasi dengan Kemenkes RI dan dinas kesehatan setempat dengan melaporkan secara aktif kasus ini serta melakukan pemantauan gejala-gejala gagal ginjal akut saat perawatan dan berikan edukasi kepada orang tua saat pasien sedang rawat jalan.

Nggak hanya itu, kepada tenaga kesehatan, IDAI juga berikan imbauan kepada masyarakat untuk tetap tenang mengikuti perkembangan Kemenkes dan IDAI, serta orang tua harus mengetahui dan memantau gejala-gejala umum yang dialami anak pada gagal ginjal akut.

Dari semua langkah mitigasi dan imbauan yang diberikan, semoga IDAI segera menemukan solusi atas kejadian ini ya, Millens. (Siti Khatijah/E05)

Artikel ini pernah dimuat di Medcom dengan judul Gagal Ginjal Akut Misterius pada Anak, IDAI Lakukan Mitigasi Bersama Kemenkes.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024