Inibaru.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memiliki lima pimpinan baru untuk masa jabatan 2024-2029. Dalam rapat Komisi III DPR RI yang digelar pada Kamis (21/11/2024), lima pimpinan ini dipilih melalui mekanisme pemungutan suara (voting).
Setyo Budiyanto resmi ditetapkan sebagai Ketua KPK setelah mendapatkan dukungan dari 45 anggota DPR untuk posisi ketua. Empat pimpinan lainnya adalah Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono.
Proses pemilihan berlangsung setelah serangkaian uji kelayakan dan kepatutan yang digelar sejak Senin (18/11/2024). Dalam rapat tersebut, dari 47 anggota Komisi III DPR RI, 44 anggota hadir sehingga rapat dinyatakan memenuhi kuorum.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan, perihal operasi tangkap tangan (OTT) menjadi perbincangan yang panas. Menurut Setyo Budiyanto, OTT masih diperlukan sebagai langkah pemberantasan korupsi. Namun, dia menekankan pentingnya selektivitas dan prioritas dalam pelaksanaannya demi menghindari kesalahan prosedural.
Setyo menyebut OTT dapat menjadi pintu untuk mengungkap kasus korupsi besar. “Harus selektif, prioritas, dan dilakukan secara rigid serta bersih tanpa tindakan yang tidak perlu,” katanya.
Sikap Setyo ini berbeda dengan Johanis Tanak, yang sempat menjadi perbincangan publik karena usulannya menghentikan OTT. Saat fit and proper test di DPR, Tanak menyebut OTT nggak sesuai dengan pengertian dalam KUHAP. Dia bahkan menyarankan jabatan Ketua KPK dihapus dan digantikan sistem kolektif.
Pernyataan ini mendapat sambutan meriah di Komisi III. Namun, Tanak mengakui kalah suara dari pimpinan lain yang mendukung keberlanjutan OTT.
OTT Efektif Tangkap Koruptor
Seperti yang kita tahu, banyak koruptor yang tertangkap lantaran operasi tangkap tangan. Operasi ini merupakan tindakan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat keamanan, atau agen penegak hukum dengan cara menangkap pelaku kejahatan langsung saat sedang melakukan tindakan ilegal.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti langsung dan menangkap pelaku kejahatan pada saat kejadian, sehingga meminimalkan risiko pelarian dan memastikan bahwa bukti yang diperoleh dapat digunakan dalam proses hukum.
Melakukan OTT memerlukan perencanaan taktis, koordinasi tim yang baik, dan pemahaman mendalam tentang kejahatan yang sedang diselidiki. Tujuannya bukan hanya menangkap pelaku, tetapi juga memberikan pesan deterrent kepada pelaku potensial serta memastikan keberhasilan proses hukum.
Aturan OTT yang dilakukan KPK tertuang dalam Pasal 12 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi yang berisi tentang wewenang kepada KPK untuk melakukan penyadapan dan merekam segala bentuk pembicaraan media elektronik, dalam upaya penyidikan untuk pemberantasan korupsi.
Nah, dengan keberhasilan beberapa OTT mengungkap kasus megakorupsi, nggak heran jika OTT jadi momok bagi para koruptor. Maka dari itu, OTT memang nggak seharusnya ditiadakan ya, Millens? Untungnya, ketua KPK yang baru berkomitmen untuk tetap mempertahankan operasi tangkap tangan. Tinggal kita tunggu saja siapa koruptor yang akan terungkap oleh KPK di kepengurusan yang baru ini? (Siti Khatijah/E07)