BerandaHits
Jumat, 10 Feb 2022 12:52

Hewan Sahabat Manusia, Kok Ada Umpatan 'Anjing' atau 'Asu'?

Anjing, hewan sahabat manusia, jadi umpatan "anjing" atau "asu" yang kasar di Indonesia. (Twitter.com/Indounik)

Di mana-mana, anjing dianggap sebagai hewan sahabat manusia yang nurut dan bisa sangat membantu. Sayangnya, di balik banyak sifat baiknya, justru hewan ini dijadikan makian atau umpatan kasar, tepatnya berupa umpatan "anjing" atau umpatan "asu" ke orang yang dibenci. Apa ya, alasannya?

Inibaru.id – Setiap negara atau bahasa memiliki umpatannya sendiri-sendiri. Kalau di dunia internasional, umpatan khas Rusia sering jadi meme dan guyonan. Nah, kalau di Indonesia, umpatan “anjing” atau “asu” cenderung sangat sering dipakai.

Umpatan ini sering diucapkan tatkala sudah merasa sangat jengkel, marah, atau frustrasi. Menariknya, kalau ditilik, arti dari “asu” ataupun “anjing” ini justru merujuk pada hewan yang dikenal setia dan nurut dengan manusia. Lho, kalau baik, kok malah jadi umpatan, ya?

Umpatan “asu” dikenal di kawasan berbahasa Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan sekitarnya. Meski begitu, seluruh orang Indonesia tahu arti dan kasarnya umpatan ini. Hanya, di kawasan Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan daerah lain, umpatan ini diubah menjadi “anjing” atau turunannya seperti “anjay”, “anjir”, dan lain-lain. Tapi, rujukan dari umpatan itu sama, ya hewan anjing sahabat manusia itu.

Lantas, kok orang Indonesia tega menjadikan hewan peliharaan ini malah jadi umpatan yang kasar? Nah, berdasarkan penelitian yang dilakukan Ho-Abdullah dan diterbitkan pada 2011, umpatan “anjing” atau “asu” ini sudah dikenal masyarakat Tanah Air selama berabad-abad. Bahkan, tercatat sudah ada 35 peribahasa dengan kata “anjing” yang dianggap sebagai perumpamaan dari sifat atau perilaku manusia.

Umpatan "Asu" atau "Anjing" sudah dipakai orang Indonesia selama berabad-abad. (Twitter.com/fourpawsint)

Ho-Abdullah juga menyebut dalam kebudayaan masyarakat Melayu, anjing dianggap sebagai karakter yang hina, jahat, serta nggak punya ilmu. Contohlah, peribahasa “anjing menggonggong kafilah berlalu” sudah bisa menggambarkan kalau ada orang yang hobinya mencemooh, bukan? Selain itu, ada juga peribahasa “melepas anjing terjepit, sudah lepas dia menggigit” untuk menggambarkan orang nggak tahu berterima kasih.

Alasan mengapa anjing digambarkan sebagai perangai atau perilaku orang yang buruk terkait dengan menyebarnya Islam pada Masyarakat Melayu. Air liur anjing yang dianggap najis membuatnya seperti dihindari agar nggak kerepotan untuk membersihkannya. Gara-gara hal ini pula, anjing pun dianggap lebih rendah dari hewan lain yang sering bersinggungan dengan manusia.

Hal yang sama diungkap Mahmud Fasya, Antropolinguis dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Air liur anjing yang dianggap najis dianggap cocok untuk menyamakan seseorang yang dianggap memiliki sifat atau perilaku buruk. Menyamakan mereka dengan hewan najis pun dianggap sebagai makian dengan level terkuat bagi orang-orang tersebut.

Ada juga versi lain yang menyebut makian anjing berasal dari kejengahan masyarakat pribumi terhadap para penjajah Belanda yang banyak memelihara anjing, sesuatu yang nggak biasa bagi orang pribumi. Nah, kalau mengumpat langsung ke penjajah tentu bisa kena masalah, bukan? Pada akhirnya, anjing-anjing merekalah yang kemudian dijadikan sasaran kebencian.

Kalau kamu, lebih suka memakai umpatan “anjing” atau “asu” nih, Millens? (Jaw, Ayo /IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024