Inibaru.id – Konten kreator kontroversial Gusti Ayu Dewanti alias Dea OnlyFans ditangkap polisi di Malang, Jawa Timur, pada Kamis (24/3/2022) malam. Hal ini diungkap langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis.
“Kami baru saja mengamankan atau pernah dengar atau sering lihat bahkan dengan situs Dea OnlyFans,” ungkap Auliansyah di Polda Metro Jaya pada Jumat (25/3).
Setidaknya, ada lima penyidik, termasuk polisi perempuan (polwan) yang ikut menangkap Dea di sebuah kamar. Perempuan yang sempat diwawancarai di Podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier ini langsung dibawa ke Jakarta dan kini harus menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Satu hal yang pasti, penangkapan Dea OnlyFans didasari oleh patroli siber yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Dia dianggap sudah lama aktif memproduksi sekaligus menyebarkan konten pornografi.
“Ya kan dia aktif seperti itu. Bukan karena viral sama Deddy,” ujar Auliansyah.
Polemik Konten Dewasa di Indonesia
Berkembangnya media sosial membuat konten-konten dewasa juga bermunculan. Ada yang gratisan, ada juga yang berbayar seperti di platform OnlyFans. Sebelum menjerat Dea, kasus yang mirip juga dialami oleh konten kreator dewasa Siskaeee yang juga kini sudah ditangkap.
Beda dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang yang memungkinkan konten dewasa bisa diproduksi, disebarkan, atau bahkan diperjualbelikan, Indonesia beda. Aturan terkait konten dewasa di Indonesia sangat ketat sehingga orang-orang yang melakukannya bisa terkena masalah hukum.
Sebagai contoh, UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bisa jadi acuan aparat kepolisian untuk menangkap orang-orang yang memproduksi atau menyebarkan konten dewasa layaknya Dea atau Siskaeee.
“(UU ITE) mengacu kepada UU Pornografi juga yang mendefinisikan soal gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, gambar bergerak, animasi, dan sebagainya,” ungkap Kepala Sub-Bagian Pemberitaan Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Taufiq Hidayat, Mei 2021.
Khusus untuk OnlyFans, platform ini sebenarnya dibuat sebagai wadah bagi konten kreator, apapun jenisnya, mendapatkan uang langsung dari penggemar lewat tip atau bayaran per tayang (PPV). Di sana, ada konten musik, memasak, seni rupa, dan sebagainya. Masalahnya, memang banyak konten kreator yang memilih untuk menyebarkan foto atau video dewasa di sana.
Taufik menyebut Kominfo nggak mempermasalahkan OnlyFans sebagai platform. Namun, pihaknya terus memantau konten di sana yang melanggar aturan.
“Fokusnya Kominfo bukan di platformnya, melainkan kontennya. Konten yang melanggar muatan tadi, muatan kesusilaan, muatan SARA, mungkin yang lain dan sebagainya,” ungkap Taufiq.
Sejauh Ini, yang Diburu Hanya Pembuat Konten
Sayangnya, aturan terkait dengan konten dewasa ini belum sempurna. Hal ini membuat polisi seperti hanya memburu pembuat kontennya. Padahal, pihak lain seperti penyimpan atau penyebar konten juga seharusnya mendapatkan sanksi.
“Tidak ada perlindungan untuk kreator konten yang membuat konten-konten pornografi, yang ada justru potensi dikriminalisasi karena di Indonesia konten tersebut ilegal,” ujar Kepala Sub-Divisi Digital At-Risk (DARK) SAFEnet Ellen Kusuma, 4 Juni 2021.
Meski begitu, Ellen menyebut penangkapan pembuat konten dewasa seperti Dea OnlyFans sebagai respons yang wajar dilakukan pemerintah.
“Selama tidak ada perubahan pada UU Pornografi atau UU ITE terkait konten bermuatan melanggar kesusilaan, maka tindak pidana masih jadi upaya utama yang bisa diambil atas kreator tersebut,” pungkasnya.
Kalau kamu, setuju Dea OnlyFans ditangkap polisi gara-gara konten dewasa, Millens? (Cnn,The/IB09/E05)