BerandaHits
Selasa, 7 Mar 2022 13:47

Cerita Congyang, Minuman Alkohol Legendaris dari Semarang

Congyang, minuman alkohol legendaris Semarang. (vantage.id)

Kalau membahas soal minuman alkohol legendaris dari Semarang, yang terpikir pasti adalah congyang. Nah, karena sangat populer, jadi penasaran seperti apa ya kisah dari minuman beralkohol ini.

Inibaru.id – Meski diharamkan dan bahkan keberadaannya sering dirazia, realitanya ada banyak minuman alkohol khas dari banyak daerah. Salah satunya adalah congyang, minuman alkohol legendaris dari Semarang yang mahsyur hingga sekarang.

Di Semarang, congyang bisa didapatkan di warung-warung yang ada di pinggir jalan, toko-toko penjual minuman atau jamu, hingga tempat karaoke. Meski sering dianggap sebagai minuman yang bisa bikin mabuk, banyak yang percaya kalau minuman ini bisa mengatasi masuk angin, pegal-pegal, hingga nyeri.

“Kalau minum congyang berlebihan emang bikin mabuk. Cuma kalau sekadar beberapa sloki ya bisa nyegerin badan. Bapak saya aja kalau masuk angin, pegel-pegel minumnya congyang. Malemnya tidur, besoknya sudah fresh lagi,” ujar warga Tlogosari Semarang, Nurmahmudi, (Maret 2021).

Omong-omong ya, congyang ini diproduksi oleh CV Tirta Waluyo. Kadar alkoholnya lumayan banyak, Millens, yakni 19,63 persen. Lantas, kok bisa diberi nama congyang? Nah ini yang menarik. Jenamanya padahal adalah Cap Tiga Orang, tapi orang Semarang terbiasa menyebutnya congyang atau CY.

Peracik minuman yang masuk dalam golongan alkohol tipe B ini adalah Koh Tiong, ahli peracik obat Tionghoa yang tinggal di Kota Atlas. Kabarnya, Koh Tiong ini adalah keturunan dari ahli kungfu ternama Khong A Djong yang lahir di Kawasan Pecinan pada 1896 silam.

Sempat belajar ilmu kungfu di Tiongkok daratan selama puluhan tahun, Khong A Djong pulang ke Semarang pada 1923 dan menikah. Nah, dia kemudian meracik minuman beralkohol untuk dijual. Jenamanya adalah A Djong dan sempat populer pada dekade 1960-an sampai 80-an.

Awalnya congyang dibuat untuk kesehatan. (Pikiran Rakyat/Instagram/shopandshipigpage)

Karena kadar alkoholnya sampai 35 persen, minuman ini dianggap terlalu panas dan cepat bikin mabuk untuk suhu Kota Semarang yang juga panas. Sejak saat itulah, Koh Tiong yang merupakan keturunannya meracik minuman baru bernama congyang pada 1980-an. Konon, minuman ini lebih ‘ramah’ bagi tenggorokan, perut, dan lidah orang Semarang.

Selain itu, kabarnya minuman ini bisa diminum sebagai peningkat keperkasaan kaum Adam. Kalau minum 1 sloki alias segelas kecil, kabarnya sudah bisa membuat manfaat tersebut terasa.

Awalnya, congyang diproduksi rumahan saja, tepatnya di dekat dengan Klenteng Siu Hok Bio yang berloksi di Jalan Wotgandul. Nah, di botol minuman ini, tertulis jenama Cong Yang. Konon ya, arti dari congyang ini adalah mawar merah dari Bahasa Hokkian. Menariknya, logo botol minuman ini bukan mawar, melainkan gambar raja, ratu, dan anak kecil di tengah-tengah.

Pada 1985, jenamanya berubah jadi Cap Tiga Orang. Gambar di botolnya juga berganti, yakni orang tua yang ada di tengah-tengah dua perempuan. Sesuai dengan namanya yang Cap Tiga Orang, ya?

Sayangnya, meski awalnya diperuntukkan untuk kesehatan seperti jamu, lama kelamaan congyang dikenal sebagai minuman untuk tongkrongan dan bisa bikin mabuk. Kini, distribusi minuman ini pun diawasi dengan ketat oleh Pemerintah Kota Semarang meski sejak 2010 sudah dianggap sebagai produk komoditi legal.

Sejak 2005, congyang juga sudah memakai cukai resmi. Kini, minuman ini diproduksi di kawasan Kaligawe. Setiap harinya, setidaknya ada 1.000 dus botol congyang yang dihasilkan dari tempat tersebut.

Hm, kamu pernah mencoba congyang, minuman legendaris Kota Semarang belum nih, Millens? (Hal, Idn/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024