BerandaHits
Kamis, 22 Nov 2023 09:40

Argoland, Alasan Kenapa Fauna di Indonesia Beragam

Argoland, Alasan Kenapa Fauna di Indonesia Beragam

Garis wallace adalah garis imajiner yang memisahkan antara satwa dari Asia Tenggara dan Australia. (Istimewa)

Indonesia adalah negara yang kaya akan jenis-jenis satwa. Para ahli menyatakan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh adanya Argoland, sebutan untuk daratan luas menggabungkan wilayah Australia dengan wilayah lain, salah satunya Asia Tenggara di masa lalu.

Inibaru.id - Fauna yang tersebar di seluruh Nusantara sangatlah beragam. Persebaran tersebut dipengaruhi oleh iklim, kondisi fisiografis, dan boitik yang ada di masing-masing wilayah. Secara umum, persebaraan hewan-hewan di Indonesia itu terbagi atas fauna Asiatis, Australis, dan Asia-Australis.

Untuk membedakan sebaran hewan-hewan itu, tentu kamu masih ingat dengan istilah garis wallace, kan? Buat yang belum tahu, garis walllace merupakan garis pemisah tak kasat mata yang digunakan untuk menandai atau memisahkan jenis-jenis fauna dari Asia Tenggara dan Australia.

Garis wallace melintasi Indonesia yang memiliki lebih dari 10 ribu pulau. Ahli-ahli biologi meyakini bahwa satwa yang ada di kedua sisi garis itu sangat berbeda satu sama lain dan nggak bisa dicampur.

Di sebelah barat garis wallace adalah mamalia berplasenta seperti kera, harimau, dan gajah, yang hampir sama sekali nggak dapat ditemukan di sebelah timur. Sementara itu di bagian selatan garis wallace ada hewan berkantung dan burung kakatua, yang merupakan hewan yang umum ditemukan di Australia. Menurutmu, kenapa hal itu bisa terjadi?

Jawaban dari pertanyaan mengapa satwa di Indonesia bisa beraneka ragam dan nggak saling campur antara sebelah barat dan timur garis wallace adalah karena adanya Argoland. Namun, Argoland sudah lama disebut sebagai "benua hilang" karena sudah nggak ada lagi.

Apa Itu Argoland?

Ilustrasi: Kanguru, hewan berkantung yang hanya bisa dijumpai di Australia. (Shutterstocck)

Argoland merupakan daratan sangat luas, dengan panjang sekitar 5.000 kilometer, yang memisahkan diri dari Australia barat, ketika jadi bagian dari benua super yang dinamakan Gondwana. Benua super itu terdiri dari Amerika Selatan, Afrika, India dan Antartika.

Dikutip dari BBC (12/10/2023), para ahli geologi dari Universitas Utrecht di Belanda mengumumkan bahwa mereka telah menemukan"benua hilang" itu melalui rekonstruksi komputer. Mereka menjelaskan bahwa nggak ada lagi benua besar yang disebut Argoland, karena setelah terpisah dari Australia, tanah itu pecah lagi hingga menjadi negara kepulauan.

Salah satu bongkahannya tenggelam dan kini berada di bawah Asia Tenggara, dalam bentuk lempeng samudera. Selain itu, menurut riset yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Gondwana Research, ada juga bagian dari benua misterius itu yang “berada di bawah hutan-hutan hijau Indonesia dan Myanmar”.

Dengan ditemukannya Argoland ini, artinya pertanyaan yang selalu ada di benak ahli-ahli biologi tentang satwa yang ada di kedua sisi garis wallace itu sangat berbeda satu sama lain dan nggak bisa dicampur bisa terjawab.

“Meskipun Sundaland (semenanjung Melayu yang mencakup pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan) merupakan tempat tinggal bagi hewan Eurasia, Sulawesi justru menjadi tempat singgah bagi hewan Australasia, campuran Eurasia dan Australia,” jelas Advokaat kepada BBC Mundo.

“Pencampuran ini terjadi karena Sulawesi bagian barat ‘Eurasia’ bersentuhan dengan Sulawesi bagian tenggara ‘Australia’ antara 28 hingga 3,5 juta tahun yang lalu, seperti yang kami tunjukkan dalam rekonstruksi,” tambahnya.

Menurut para “penemu” Argoland, hal ini bisa saja terjadi karena benua yang hilang itu membawa serta hewan-hewan khasnya ketika terpisah dari Australia dan bergabung dengan Asia Tenggara.

Karakter unik tersebut nggak hanya terlihat dari mamalia dan burung. Ada bukti yang menunjukkan bahwa spesies manusia pertama yang hidup di pulau-pulau Asia Tenggara juga menuruti garis pemisah tak kasat mata itu.

Wah, ini sebuah penemuan yang sangat berarti bagi sejarah keanekaragaman hayati di Indonesia ya, Millens? Setelah ini semoga semakin banyak fakta-fakta yang terungkap supaya generasi muda seperti kita semakin banyak tahu tentang keadaan Indonesia di zaman dahulu. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025