Inibaru.id – Terdapat sebuah ritual yang menarik perhatian banyak orang saat Kirab Budaya Hari Jadi Pati digelar pada Senin (7/8/2023) lalu. Ritual tersebut adalah Lamporan yang berasal dari Desa Soneyan, Kecamatan Margoyoso.
Salah satu hal yang membuat Lamporan jadi primadona di gelaran tersebut adalah busana para pemain lampor yang terlihat meriah. Pada bagian perut, ada ornamen mirip sabuk yang terbuat dari daun kelapa muda atau janur. Di tangan kiri, mereka membawa obor yang menyala, sementara pada tangan satunya ada pedang-pedangan. Ditambah dengan hiasan kepala berbentuk kepala singa dan make-up meriah di wajah, mereka terlihat seperti prajurit dari suku pedalaman yang siap untuk berperang.
Saat para pemain lampor ini memulai kirab di Gedung Juang yang berlokasi di Jalan Jenderal Soedirman Pati, atraksi langsung digelar. Mereka meneriakkan yel-yel penuh semangat dengan lantang. Ada yang menyemburkan minyak tanah ke obor sehingga membuat kobarannya jadi lebih besar. Penonton pun terkesima dengan atraksi ala akrobat ini.
Meski begitu, Lamporan sebenarnya lebih dari sekadar aksi meriah ala akrobat. Nyatanya, tradisi khas Pati ini digelar di tempat asalnya, yaitu Desa Soneyan untuk melindungi hewan ternak sekaligus mengusir pagebluk.
“Tradisi ini sebenarnya adalah ritual tolak bala terhadap hal-hal negatif yang dianggap sebagai pagebluk atau roh-roh jahat dan marabahaya yang pernah menyerang dusun pada zaman dahuu,” ucap Kepala Dukuh Sumber Desa Soneyan Yong Priyambodo sebagaimana dilansir dari Radarkudus, Kamis (10/8).
Saking sakralnya ritual ini, Warga Desa Soneyan sampai mengistirahatkan hewan ternaknya saat ritual ini digelar. Bahkan, sesaat setelah ritual ini digelar, warga juga mengadakan acara syukuran alias makan bersama nasi liwet. Harapannya, setelah tradisi ini diadakan, hasil panen yang didapat warga akan melimpah.
O ya, di tempat asalnya, biasanya ritual ini diadakan setiap Jumat Wage pada bulan Suro. Artinya, tradisi ini digelar pada hari ini, Millens.
“Lamporan biasanya digelar sehabis Maghrib. Kirabnya dilakukan sepanjang jalan Dukuh Sumber Desaa Soneyan. Kelompok Lamporan nanti lebih beragam dan bahkan dimeriahkan dengan grup jatilan, topeng ireng dari Magelang, dan lain-lain,” ungkap salah seorang pemuda yang ikut melestarikan tradisi ini, Tri Teguh.
Omong-omong, kok pada tradisi ini ada atraksi seperti akrobat sih? Jadi begini, mereka yang melakukan atraksi tersebut dikenal sebagai Pasukan Ndayak. Keberadaan Pasukan Ndayak sendiri mulai diperkenalkan pada 1957 lalu sebagai akulturasi budaya dari suku yang ada di Kalimantan.
Mereka bertugas sebagai pembawa obor yang membuat kegaduhan demi mengusir roh-roh jahat. Keberadaan mereka jadi yang paling penting dalam tradisi ini.
Gimana, Millens, tertarik melihat tradisi Lamporan langsung di tempat asalnya? Kayaknya bakal berlangsung dengan sangat meriah, nih. (Arie Widodo/E05)