BerandaFilm
Minggu, 30 Sep 2017 15:01

Inilah 5 Film Sejarah Indonesia Paling Kontroversial

Adegan dalam film “Pagar Kawat Berduri”. (Foto: indonesiancinematheque.blogspot.sg)

Film yang mengangkat kisah sejarah sering direaksi secara berbeda. Lima film ini disebut-sebut paling kontroversial mengangkat kisah sejarah Indonesia.

Inibaru.id – Pemutaran dan nobar film Pengkhianatan G30S/PKI  baru saja berlangsung. Sebelumnya, ramai muncul wacana mengenai hal-hal kontroversial dalam film  tersebut.

Beberapa film yang mengangkat sejarah Indonesia dianggap kontroversial. Dikutip dari Detikcom, berikut lima film kontroversial tersebut.

Baca juga: Biopic Wiji Thukul Berjaya di Festival Film Bulgaria

Baca juga: Lewat Film Abacadabra, Kita Bisa Nikmati Komedi Gelap Ala Faozan Rizal

1. Pagar Kawat Berduri (1961)

Dalam sebuah kamp Belanda di masa revolusi fisik terdapat sejumlah pejuang yang ditawan. Hampir semua berusaha lari, tapi itu tidak mudah. Sementara yang lain mencoba mencari jalan untuk meloloskan diri, Parman (dimakinkan Sukarno M Noor) justru bersahabat dengan Koenen (B Ijzerdraat), salah seorang perwira Belanda dengan maksud mencari informasi.

 

(indonesiancinematheque.blogspot.sg)

Film arahan sutradara Wahyu Sihombing dari novel karya Trisno Sumardjo ini dilarang beredar di bioskop oleh Partai Komunis Indonesia karena dikhawatirkan masyarakat Indonesia akan bersimpati pada Belanda. Presiden Soekarno sempat membantu, namun Pagar Kawat Berduri tetap tak bisa beredar di bioskop.

2. Romusha (1972)

Film ini melukiskan kekejaman tentara Jepang semasa pendudukannya sekitar 1943-1944. Rota (dimainkan Rofiie Prabancana) ditangkap tentara Jepang dengan tuduhan menghasut rakyat. Ia masuk kamp konsentrasi Romusha alias pekerja paksa dan mengalami siksaan kejam.

(Poster film Romusha)

Film arahan sutradara Herman Nagara ini memang lulus sensor, namun tak jadi beredar di bioskop karena dikhawatirkan bisa merusak hubungan Indonesia dan Jepang. Kabarnya produser Julies Rofi’ie mendapatkan kompensasi dari Jepang sebagai kompensasi biaya produksi. Tetapi, jalan keluar yang ditempuh tak terbuka untuk publik.

3. Max Havelaar (1976)

Film yang memiliki judul lengkap Max Havelaar of de Koffieveilingen der Nederlandsche Handelsmaatschappij ini diadaptasi dari buku berjudul sama karya Multatuli, dan disutradarai oleh Fons Rademakers. Film yang juga dibintangi Rima Melati ini sempat dilarang beredar oleh pemerintah Orde Baru, setelah beberapa saat diputar di gedung bioskop. Film ini tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama sepuluh tahun sebelum beredar.

(Youtube)

4. Murudeka 17805 (2001)

Film arahan sutradara Yukio Fuji ini adalah film hasil kolaborasi rumah produksi film dari Jepang dan Indonesia. Cerita dalam film ini dibuat berdasar kisah nyata tentang perjuangan sejumlah personil dari Tentara Kekaisaran Jepang yang turut berperan andil dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

(ursamovie.com)

Film ini menuai kontroversi besar saat dirilis di Indonesia pada 2001, terutama karena adanya adegan dimana seorang perempuan Jawa tua mencium kaki tentara Jepang sambil menceritakan salah satu bait dari Ramalan Jayabaya tentang kedatangan tentara Jepang di Jawa. Walaupun diproduksi dengan dana besar dan kerjasama Jepang dan Indonesia, film yang juga dibintangi Lola Amaria ini tidak beredar luas di Indonesia karena alasan politik.

5. Balibo (2009)

Balibo adalah film Australia yang berkisah mengenai peristiwa Balibo Five. Film arahan sutradara Robert Connolly ini dibuat berdasarkan buku Cover karya Jill Jolliffe. Film yang pengambilan gambarnya dilakukan di Dili itu dilarang beredar oleh Lembaga Sensor Film.

(onyamagazine.com)

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, menyatakan pelarangan ini bertujuan untuk menghindari pandangan negatif dunia terhadap Indonesia. TNI juga menyatakan kembali pandangan resminya terhadap Balibo Five, bahwa jurnalis tersebut tertembak dalam baku tembak, bukan oleh tentara Indonesia. (PA/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024

Lindungi Anak dari Judol, Meutya Hafid: Pengawasan Ibu Sangat Diperlukan

13 Nov 2024

Diusulkan Jadi Menu Makan Sehat Gratis, Bagaimana Nutrisi Ikan Sarden?

14 Nov 2024

Mencicipi Tahu Kupat Bu Endang Pluneng yang Melegenda Sejak 1985

14 Nov 2024

PP Penghapusan Utang: Beban Utang Nelayan Rp4,1 Miliar di Batang Dihapus

14 Nov 2024

Tanda Kiamat Semakin Bertambah; Sungai Eufrat Mengering!

14 Nov 2024

Sah! Nggak Boleh Ada Pembagian Bansos dari APBD Jelang Coblosan Pilkada

14 Nov 2024

Pesan Sekda Jateng saat Lantik 262 Pejabat Fungsional: Jangan Anti-Kritik!

14 Nov 2024

Memahami Stigma Terhadap Perempuan yang Memilih Menikah Lagi Setelah Perceraian

14 Nov 2024

Lakukan Misi Kemanusiaan di Filipina, 10 Kru Heli Dapat Penghargaan Khusus

15 Nov 2024

Dapatkan Promo Pilkada 10 Persen Tiket Kereta Api untuk Keberangkatan 26-28 November 2024!

15 Nov 2024

Suruh Siswa Sujud dan Menggonggong, Ivan Dijerat Pasal Perlindungan Anak

15 Nov 2024

Soto Rem-Bang Gang Kuwera, Andalan Mahasiswa UNY Memadamkan Kelaparan

15 Nov 2024

Berbahaya, Jangan Googling Kata-kata Ini di Internet!

15 Nov 2024

Peluang Timnas Indonesia Melawan Jepang; Masih Ada Asa untuk Mencuri Poin

15 Nov 2024

JOMO, Menemukan Kebahagiaan dengan Melewatkan Hal-Hal yang Nggak Perlu

15 Nov 2024