BerandaAdventurial
Kamis, 4 Des 2024 18:05

Upaya Menjadikan Situs Purbakala Patiayam sebagai Cagar Budaya Nasional

Salah satu tempat di Wilayah Patiayam di Kudus. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Menaikkan status Situs Purbakala Patiayam menjadi Cagar Budaya Nasional akan memberikan manfaat berlipat untuk riset dan sektor pariwisata yang akan mendukung ekonomi masyarakat setempat.

Inibaru.id – Situs Patiayam, salah satu lokasi penemuan benda purbakala penting yang berlokasi di sisi tenggara Gunung Muria, tepatnya di perbatasan antara Kabupaten Kudus dan Pati, mendapat sorotan dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Diinisiasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bekerja sama dengan Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS) dan Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12) diskusi kelompok terarah ini digelar untuk mendorong status Patiayam sebagai Situs Cagar Budaya Nasional.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutannya menegaskan, Situs Patiayam memiliki nilai strategis, baik secara akademis, historis, maupun ekonomis. Menurutnya, situs ini nggak hanya penting untuk penelitian evolusi manusia dan lingkungan purba, tapi juga memberi manfaat strategis bagi bangsa Indonesia.

"Bentang alam di Patiayam secara alami melindungi fosil-fosil yang ada di dalamnya. Salah satu temuan penting dari situs ini adalah fosil gading dan tulang kaki gajah purba yang kondisinya masih relatif utuh," lontarnya.

Potensi Besar, Tantangan Tidak Sedikit

Tangkapan layar FGD untuk mendorong Situs Purbakala Patiayam menjadi Situs Budaya Cagar Alam Nasional via Zoom. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Sedikit informasi, saat ini Situs Patiayam telah diakui sebagai Cagar Budaya Jawa Tengah. Maka, sebagai langkah konkret untuk pelestarian dan pengembangan situs, Lestari menilai, statusnya perlu dinaikkan menjadi Situs Cagar Budaya Nasional.

“Nilai budaya dan peradaban yang terkandung dalam Situs Patiayam sangat penting bagi generasi mendatang. Maka, kita harus bersama-sama menjaga kelestariannya,” tutur perempuan yang akrab disapa Rerie tersebut.

Namun, melestarikan Situs Patiayam bukanlah perkara mudah. Menurut Rerie, banyak tantangan yang harus dihadapi. Selain sebagian area situs masih tertutup semak belukar, ada praktik penjualan fosil ke luar negeri oleh warga setempat ke luar negeri, di antaranya ke Tiongkok untuk dijadikan bahan obat-obatan.

"Ini menjadi ancaman serius, karena praktik tersebut bisa merusak fosil-fosil yang seharusnya dilestarikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebanggaan bangsa,” tegasnya.

Situs Manusia Purba yang Kaya Fosil Unik

Fosil gajah purba yang ditemukan di Situs Patiayam kini menjadi koleksi di Museum Patiayam Kudus. (Inibaru.id/Imam Khanafi)

Setali tiga uang, arkeolog senior sekaligus Kepala CPAS Prof Dr Harry Truman Simanjuntak dalam diskusi mengatakan, Patiayam adalah situs manusia purba yang kaya dengan fosil dan artefak unik. Dia menduga, Patiayam semula adalah daratan yang terisolasi.

"Pada masa purba, Gunung Patiayam adalah daratan terisolasi yang diapit Gunung Muria di utara dan Pegunungan Kendeng di selatan," terangnya.

Situs tersebut, lanjutnya, membuatnya memiliki kekayaan fosil berupa manusia purba, peralatan batu, dan fauna; termasuk hewan purba elephas (gajah purba). Menurutnya, formasi tanah di Patiayam mencakup Formasi Slumprit, lapisan kaya fosil dari kala Pleistosen Tengah, sekitar 500-300 ribu tahun lalu.

"Inilah keunikan dari Patiayam," paparnya. "Lokasi ini tidak memiliki sungai besar sebagaimana Situs Sangiran atau Ngandong, tapi temuan fosil elephas dengan anatomi lengkap adalah sebuah daya tarik, yang kemudian membuatnya dijuluki sebagai kebun binatang purba."

Menjadikan Patiayam sebagai Heritage Park

Tangkapan layar pemaparan dari Kepala CPAS Prof Dr Harry Truman Simanjuntak. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Truman mengungkapkan, penelitian di Patiayam tercatat telah dimulai sejak 1857, ketika Raden Saleh dan Junghuhn mengumpulkan fosil untuk Bataviaasch Genootschap. Lalu, ada pengamatan fosil oleh serdadu KNIL yang dilaporkan ke Eugene Dubois pada 1891. Kedua penelitan terkendala oleh medan yang sulit.

"WA van Es melakukan penelitian paleontologi pada 1931, lalu RW van Bemmelen mengaitkan bukit Patiayam dengan erupsi Gunung Muria pada 1949. Setelah itu, penemuan fosil manusia dan fauna purba oleh Sartono dan Hidayat Syarif pada 1978, survei dan ekskavasi oleh saya sendiri pada 1981 hingga 1983, dan penemuan perkakas batu seperti kapak genggam dan serut oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada 2007," kata dia.

Truman menyebut, penelitian di Patiayam untuk mengungkap jejak kehidupan purba harus terus dilakukan. Menjelang akhir diskusi, para peserta pun bersepakat untuk mengusulkan Situs Patiayam sebagai "Heritage Park" atau bahkan "Geopark" Nasional seperti Situs Sangiran dan Candi Borobudur.

“Saya harap, perhatian pemerintah terhadap Situs Patiayam semakin besar. Potensinya luar biasa, tidak hanya untuk riset, tetapi juga sektor pariwisata yang mendukung ekonomi masyarakat sekitar,” simpul Rerie sembari menutup diskusi. (Imam Khanafi/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: