BerandaAdventurial
Jumat, 23 Apr 2020 14:15

Omah Boro Pecinan, Kos-Kosan Buruh dan Pedagang Asongan

Suasana Omah Boro di Siang Hari. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Seadanya, itu yang saya dapati saat masuk ke Omah Boro. Penghuninya rata-rata merupakan kuli, pedagang asongan atau pembantu. Tarif yang dipatok untuk tinggal di sana pun tak banyak.

Inibaru.id - Siang itu matahari lebih terik dari biasanya saat saya menyusuri kawasan Pecinan Semarang membuat saya menepikan kendaraan di depan bangunan yang tampak teduh. Bangunan tersebut tampak seperti bangunan tua di Pecinan pada umumnya. Namun jika bangungan yang lain punya cat mentereng, hal tersebut nggak saya temukan di sini. Orang-orang menyebut bangunan ini sebagai Omah Boro.

Omah Boro berarti rumah untuk para perantau. Tampaknya saya masuk dari bagian belakang bangunan yang punya aksen ukiran dan jendela kayu yang tampak usang terkikis usia ini. Beberapa barang seperti kaca-kaca berukuran besar juga bersandar pada dinding yang mulai kusam.

Suasana sang itu nggak terlalu ramai, menurut salah satu penghuninya, Sutarmi, para pekerja yang menghuni Omah Boro belum banyak yang pulang kerja. Terlihat nggak terlalu jelas dari luar, saya pun menyusuri rumah tua yang satu ini. Pengap! Nggak ada ventilasi selain pintu belakang dan depan yang terbuka lebar.

Di ruangan utama, terdapat 2 balai kayu superpanjang yang punya ruang di bagian tengah untuk tempat melintas para penghuni. Di balik sekat ruang utama juga ada balai dengan fungsi sama.

Lembab, terdapat beberapa pakaian menggantung di hanger dikaitkan pada utas tali yang dibuat seadanya. Nampak pula beberapa dagangan yang sengaja diletakkan di atas amben (balai-balai) sementara empunya sedang leyeh-leyeh di balai lain. Hingga saya menemui Rahmat yang sudah 5 tahun tinggal di sana.

Rahmat nggak punya pilihan lain selain tinggal di sana. Dirinya yang cuma pedagang pisau keliling mengaku memilih Omah Boro karena tarifnya yang murah.

“Di sini soalnya murah, harian Rp 3000, per bulan Rp 90 ribu,” tutur lelaki 35 tahun asal Klaten ini.

Menolong Perantau

Keplek, semacam kartu "spp" Omah Boro. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Murahnya biaya sewa yang dihitung harian ini dibarengi dengan fasilitas seadanya. Meskipun listrik dan air bisa dipakai bebas, untuk beristirahat para penghuninya bakal menggunakan balai panjang yang disediakan secara bersama-sama. Hingga muncul istilah “turu bareng kaya pindang” yang berarti tidur bersama dengan banyak orang hingga seperti ikan pindang.

Meski begitu, Omah Boro yang kabarnya merupakan bekas kandang kuda zaman kuno ini nampaknya jadi pilihan bagi pekerja yang merantau dari jauh. Selain murah, kebutuhan dasar seperti tempat tinggal dengan fasilitas dasar sudah bisa didapatkan. Alasan di balik murahnya biaya sewa ini diungkapkan oleh salah satu petugas Omah Boro, Taryono.

Yono, begitu dia biasa dipanggil, mengatakan bahwa adanya Omah Boro ini bertujuan untuk membantu para perantau yang datang dari jauh. Perantau yang tinggal di sini pun cuma bekerja sebagai pedagang asongan, kuli, atau pembantu.

“Intinya (Omah Boro) ini untuk membantu orang boro atau merantau yang berdagang,” tuturnya.

Menurutnya, dengan tarif Rp 3000 per hari yang dikenakan ke setiap orang, nggak akan ada sisa jika digunakan untuk membayar tagihan listrik, air, dan layanan kebersihan yang didapatkan oleh penghuninya.

“Paling untuk bayar kebersihan, PBB, listrik, dan air ya bak bok nggak ada keuntungan, yang penting bantu orang,” tutup lelaki yang bertugas membantu berbagai keperluan Omah Boro ini selama 12 tahun ini.

Setiap hari, rumah tersebut ramai oleh ratusan perantau. Kini saat corona menjadi pandemi, penghuninya cuma sekitar 80 orang. Meski sekejap dan nggak banyak yang saya temui, berkunjung ke Omah Boro membuat saya menemukan sisi lain dari gemerlapnya Kota Semarang. (Zulfa Anisah/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: