BerandaAdventurial
Minggu, 26 Okt 2019 10:00

Menengok Kamar Pingit Kartini di Jepara

Menengok Kamar Pingit Kartini di Jepara

Replika ranjang yang digunakan oleh Kartini selama masa pingitan. Inibaru/ Pranoto

Siapa nggak kenal sosok R.A. Kartini, pahlawan nasional, penggagas emansipasi perempuan dari Jepara. Namun nggak banyak yang tahu, banyak pemikirannya, lahir di sebuah kamar pingit. Seperti apa penampakan kamar yang telah mengungkung raga Kartini selama belasan tahun ini?

Inibaru.id - Pertengahan September 2019 lalu, saya berkesempatan mengunjungi kamar tempat Kartini dipingit. Kamar bersejarah ini berada satu kompleks dengan Pendopo Kabupaten Jepara, yang kini menjadi rumah dinas bupati. Ruang kamar pingit Kartini menempati sisi belakang pendopo. Saya masuk dari pintu depan dan melewati ruang kediaman yang dikhususkan untuk bupati.

Kalau lewat belakang, saya akan melewati pendopo wingking, yang dulu digunakan Kartini untuk mengajar murid-muridnya. Letaknya di sisi kanan. Pintu kayu setinggi lebih kurang dua meter terbuka lebar tapi tertutup korden hijau.

 Lukisan diri Kartini, terpampang di kamar pingit. (Inibaru/ Pranoto)

Dinding bagian luar, kini dilapisi wallpaper bercorak. Lukisan besar potret diri Kartini terpampang di sebelah kanan dinding luar.

Sebuah lampu gantung bersinar terang, di ruangan sekitar 6x5 meter itu. Sementara, di sisi kiri terdapat sebuah ranjang kayu, berukir tanpa kasur. Di ranjang itu, terdapat alat membatik, tempat jamu, dan beberapa lukisan.

Sementara di bagian kanan ada meja belajar, almari, dan beberapa lukisan besar yang digantung di dinding.

Nggak ada kesan menyeramkan, bak penjara seperti yang dikemukakan oleh Kartini. Menurut saya, penjara yang dimaksud adalah gambaran untuk mengungkapkan kekecewaannya, karena nggak dapat melanjutkan sekolah dan dibatasi ruang geraknya.

Hadi Priyanto, budayawan sekaligus Ketua Yayasan Kartini Indonesia menyebut, waktu dipingit, usianya baru 12 tahun. Diceritakan, pada masa itu, Kartini sedang gandrung belajar, akan tetapi ayahnya RM. Adipati Aria Sosroningrat menentang. Kartini harus menjalani tradisi pingitan, sampai ada lelaki yang melamarnya.

Di masa inilah, kamar pingit menjadi saksi bisu penderitaan batin Kartini. 
 
"Umurnya masih belia, sekitar 12 tahun. Saat itu dia tengah gandrung menimba ilmu, tak ayal tradisi pingitan itu membuat Kartini sempat patah arang. Pada tahun pertama menjalani pingitan, ia lebih banyak menangis," paparnya. 
 

Tampak depan, Pendopo Kabupaten Jepara. (Inibaru/ Pranoto)
 
Dalam korespondensinya dengan sahabatnya asal Belanda Stella Zeehandelaar, Kartini mengibaratkan kamarnya sebagai penjara. 
 
"Penjara saya adalah rumah besar dengan halaman yang luas di sekelilingnya. Dilingkari dengan dinding tinggi yang mengurung saya," seperti tertulis di buku Kartini Penyulut Api Nasionalisme halaman 17, karya Hadi Priyanto. 
 
Bahkan Kartini seringkali membentur-benturkan badannya ke pintu. Dia merasa tertekan lantaran nggak dapat melanjutkan bersekolah ke Hogore Burger Scholl (HBS). 
 
Seiring waktu, Kartini mulai membiasakan diri dengan kultur pingitan. Meskipun nggak dapat keluar dari kompleks pendopo, pemikirannya berkembang karena suka membaca. Kartini banyak mendapatkan suplai bacaan dari kakaknya, Sosrokartono dan koleksi bacaan ayahnya. Inilah yang kemudian memengaruhi pemikiran perempuan yang lahir di Mayong, 21 April 1879 ini. 
Salah satu gagasannya yang paling dikenang adalah tentang emansipasi pendidikan bagi perempuan. 
 
Kini, kamar pingit milik Kartini masih lestari. Namun sayang, furnitur yang terdapat di dalamnya hanya replika. Hal itu dikatakan oleh Staf Bagian Umum Setda Jepara Tri Okto Panju.
 
"Lantaran dulu, ada adat, kalau ada perempuan menikah, maka seluruh barangnya dibawa ke rumah suaminya. Hal itu terjadi pula pada Kartini," ungkapnya. 
 
Perlu diketahui, setelah rampung menjalani pingitan pada usia 24 tahun, Kartini kemudian diperistri Bupati Rembang, Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Namun, setahun setelahnya, Kartini meninggal, seusai melahirkan anaknya, Soesalit, pada 17 September 1904. 
 
Kalau kamu pas di Jepara, nggak ada salahnya lo berkunjung ke sini. (Pranoto/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Alunan Musik Yogyakarta Royal Orchestra yang Menyatu dengan Suara Laju Kereta di Stasiun Tugu Jogja

10 Apr 2025

Sudahi Kontrak di Red Sparks, Megawati akan Dirindukan Penggemar Voli di Korea

10 Apr 2025

Kuda yang Jadi 'Kambing Hitam' atas Bau Pesing di Kawasan Malioboro Jogja

10 Apr 2025

Menghidupkan Kembali Hewan Punah: Mungkinkah Etis?

10 Apr 2025

Forum Senayan Peduli Jateng Perdana Digelar, Ketua DPRD Sumanto: Sinergi Kunci Kemajuan Daerah

10 Apr 2025

Benahi Layanan BRT Semarang, Pemkot Segera Atasi 'Cumi Darat' dan Perbaiki Shelter

10 Apr 2025

Menteri Maruarar: Program Rumah Subsidi untuk Jurnalis Bukan untuk Membungkam Kritik

10 Apr 2025

Lolongan dari Masa Lalu; Dire Wolf Lahir Kembali lewat Rekayasa Genetika

10 Apr 2025

Pijar Park Kembali Jadi Destinasi Wisata Keluarga Terfavorit di Kudus selama Libur Lebaran

10 Apr 2025

Seniman Penuh Talenta Berumur Panjang Itu Kini Berpulang; Titiek Puspa Namanya!

11 Apr 2025

Sejarah Getuk Goreng Sokaraja; Tercipta karena Nggak Disengaja

11 Apr 2025

Kabar Lelayu: Pemilik Lekker Paimo Semarang Meninggal Dunia

11 Apr 2025

Prosesi Buka Luwur Makam Ratu Kalinyamat Diiringi Lantunan Doa untuk Kemajuan Jepara

11 Apr 2025

Mengapa Manusia Terobsesi Umur Panjang? Antara Takut Mati dan Cinta Hidup

11 Apr 2025

Sesaji Rewanda; Ketika Para Monyet Goa Kreo Juga Diberi 'Angpao' saat Lebaran

11 Apr 2025

Dua Manusia Kloning yang Saling Bekerja Sama dalam 'Mickey 17'

11 Apr 2025

BMKG: Seminggu ke Depan, Ada Potensi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia

11 Apr 2025

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025