BerandaAdventurial
Sabtu, 6 Apr 2018 17:02

Sejarah Panjang Gedung Semarang Contemporary Art Gallery

Menengok sejarah bangunan Semarang Cotemporary Art Gallery. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)

Semarang Contemporary Art Gallery merupakan warisan budaya yang wajib dibudidayakan keberadaannya. Selain memperkenalkan karya seni, sejarah di balik kemegahan gedung tersebut sangat menarik untuk di simak. Seperti apa?

Inibaru.id – Kawasan Kota Lama selalu berhasil menyajikan kenangan zaman kolonial dalam bentuk yang modern. Sebagian bangunan lama direvitalisasi, dari yang sebelumnya mangkrak menjadi berfungsi, termasuk di antaranya Semarang Contemporary Art Gallery.

Terletak di Jalan Taman Srigunting No 5-6 Jalan Letjend Suprapto, Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah, Semarang Contemporary Art Gallery pernah menjadi rumah pastur, tempat ibadah, pabrik, bahkan gudang, sebelum dikonservasi Chris Darmawan pada 2007 lalu.

Chris merupakan pemilik gedung berlantai dua tersebut. Nah, di balik bentuknya yang kini lebih modern meski tetap bercita rasa kolonial, gedung yang kini lebih dikenal sebagai Galeri Semarang itu menyimpan sejarah yang begitu panjang.

 

Perusahaan asuransi pertama di Indonesia. (inibaru.id/Hayyina Hilal)

Pada 1822, lokasi galeri seni ini dikenal sebagai tempat tinggal pendiri Gereja Gedangan Pastur L Prinsen yang beralamat di Jalan Paradeplein Utara Blok LA No 5. Bangunan tersebut juga difungsikan sebagai tempat ibadah umat Katolik sebelum ada Gereja Gedangan pada 1875.

Memasuki 1918, bangunan ini dirobohkan, kemudian diganti gedung baru bergaya Spanish Colonial tanpa memiliki halaman. Sementara, di depan bangunan tersebut terdapat Taman Paradeplein yang sering dipakai serdadu Belanda untuk berparade. Lokasi tempat ini tepat terletak di Jalan Anyer-Panarukan yang dibangun Daendels pada 1811.

Setelah beberapa tahun berdiri, bangunan itu dijadikan sebagai perusahaan asuransi pertama di Indonesia, yakni De Indische Llioyd. Perusahaan itu merupakan kepunyaan Oei Tiong Ham Concern, perusahaan korporasi milik raja gula cum konglomerat Semarang, Oei Tiong Ham. De Indische Llioyd adalah perusahaan pertama yang menjadikan bangunan tersebut sebagai kantor pada 1937.

Bangunan eksotis Semarang Contemporary Art Gallery. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)

Konon, pengusaha pribumi terkemuka Semarang, Tasripin, juga pernah mengambil alih kepemilikan bangunan ini. Selain itu, bangunan ini juga sempat disewakan sebagai gudang, dealer motor, hingga kantor perusahaan farmasi Tempo. Terakhir, gedung ini dipakai sebagai pabrik sirup Fresh sampai tahun 1998, sebelum jadi Galeri Semarang. Hm, panjang juga ya, Millens?

Nah, selain menampilkan pameran karya seni lukis, patung, dan lain-lain, Semarang Contemporary Art Gallery juga mencoba mendokumentasikan kilas balik gedung tua tersebut dalam gambar-gambar yang dipasang di dinding ruangan dengan rapi, jadi siapapun yang berkunjung ke tempat ini bisa tahu gimana kisah lampau bangunan tersebut. 

Dokumentasi sejarah bangunan Semarang Contemporary Art Gallery. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)

Merawat gedung tua bukanlah pekerjaan mudah, terlebih jika bangunan tersebut termasuk warisan budaya seperti bangunan yang telah dimiliki Chris Darmawan selama satu dekade ini. Pemilik gedung setidaknya harus memperlakukannya dengan spesial, yakni perawatan khusus yang rutin. 

Staf karyawan Semarang Gallery, Wisnu Bharata, mengatakan, bangunan tersebut memang memerlukan perawatan khusus, terutama karena bangunan tersebut tidak menggunakan semen dalam pembangunannya.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah perawatan pada pondasi-pondasi bangunan, termasuk mewaspadai serangan rayap pada pintu dan jendela," ujar Wisnu, "Tiap tahun kami juga melakukan pembersihan rutin serta perbaikan jika ada kebocoran."

Bangunan unik ala gedung seni Semarang. (Inibaru.id/Hayyina Hilal)

Gimana, Millens, tertarik untuk datang ke sini? Eh, jangan lupa jaga kebersihan ya! Siapkan kameramu! (HH/GIL)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: