Inibaru.id - Sebuah studi tentang pengaruh media sosial terhadap keputusan yang diambil milenial dan gen-Z di Indonesia menyebutkan, sekitar 67 persen pelancong atau traveler menggunakan Instagram dan Tiktok untuk mendapatkan inspirasi sebelum memesan trip.
Alih-alih melihat ulasan dari platform pemesanan tiket online, mereka memilih konten dari pengguna (user-generated content) karena dianggap lebih autentik dan andal. Sementara, penelitian di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan responden gen-Z menunjukkan bahwa kredibilitas influencer juga penting.
Dalam penelitian tersebut, kredibilitas influencer saat mereview destinasi wisata punya pengaruh positif terhadap sikap pengguna media sosial, yang nantinya akan meningkatkan niat mereka mengunjungi destinasi wisata yang direkomendasikan.
Selanjutnya, laporan Phocuswright “Scroll, Heart, Fly: Social Media’s Impact on Travel 2024” mengungkap bahwa 62 persen pelancong yang menggunakan media sosial untuk merencanakan perjalanan kemudian membuat keputusan spesifik (destinasi, penginapan) berdasarkan konten yang mereka lihat di platform.
Penelitian-penelitian itu menunjukkan bahwa media sosial, khususnya influencer, begitu memengaruhi keputusan seseorang dalam melakukan perjalanan wisata atau tempat berlibur. Sebuah survei di Inggris bahkan menyebutkan, pengaruhnya bahkan lebih besar dari rekomendasi langsung dari keluarga atau teman.
Survei yang diikuti orang-orang dengan rentang usia 18-35 tahun itu menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi salah satu acuan utama yang sangat penting dalam perencanaan liburan, terutama di kalangan generasi muda.
Testimoni bagai Pisau Bermata Dua
Walau media sosial memudahkan kita untuk menemukan ide liburan, perlu diingat bahwa nggak semua testimoni dibuat untuk menjadi rekomendasi mutlak yang bebas dari tendensi apa pun. Bagai pisau bermata dua, kalau nggak cermat, bisa jadi testimoni yang kita percayai justru bikin "zonk" saat diikuti.
Mengapa bisa begitu? Pertama, ekspektasi dan realitas foto acapkali berbeda. Biar instagenik atau tiktokabel, foto atau video yang diunggah di medsos biasanya merupakan produk yang telah melalui editing. Pengambilan gambarnya juga sudah diperhitungkan.
Perlu kamu tahu, penempatan kamera, waktu pengambilan, dan pengolahan gambar bisa membuat hasil akhir yang diunggah di medsos seringkali nggak mencerminkan keseluruhan kondisi. Belum lagi jika konten itu disponsori atau berbayar.
Nggak jarang influencer atau kreator mendapat fee atau insentif dari destinasi, hotel, atau restoran untuk mempromosikan tempat mereka. Konten yang seharusnya diberi tanda khusus "iklan" pada caption-nya ini biasanya dibuat dengan narasi yang dilebih-lebihkan.
Selanjutnya, nggak sedikit kreator atau influencer yang punya kecenderungan untuk memposting sisi bagus dari pengalaman mereka, seperti saat cuaca cerah, pemandangan indah, hingga makanan enak; dan kurang menonjolkan hal yang kurang menyenangkan seperti antrean panjang, biaya tambahan, fasilitas buruk, atau kerusakan alamnya.
Belum lagi jika terjadi over-tourism akibat konten yang diunggah influencer ke medsos. Alih-alih menikmati liburan, kita justru sibuk melihat orang-orang FOMO yang berjubel di tempat wisata, penginapan, atau kuliner yang direkomendasikan sang pembuat konten itu.
Agar Piknik via Rekomendasi Medsos Nggak 'Zonk'
Budaya FOMO kita memang berpotensi besar melahirkan over-tourism yang nggak jarang menimbulkan kerusakan lokal dan tekanan besar pada infrastruktur, lingkungan, dan kehidupan sosial di tempat itu. Dengan kondisi itu, kita sebagai pelancong pun jadi merasa nggak nyaman.
Nah, agar piknik nggak zonk karena terlalu percaya pada testimoni di media sosial, berikut beberapa tips yang bisa kamu pakai:
1. Bandingkan sumber konten
Jangan hanya melihat satu video atau POV dari satu influencer. Cek beberapa akun, terutama akun lokal atau yang memberi review panjang dan detail. Terkadang, sudut pandang dari orang biasa bisa lebih realistis. Maka, jadikan itu sebagai pembanding.
2. Perhatikan tanggal dan konteks postingan
Jika postingan sudah lama, situasi saat ini bisa jadi sudah jauh berubah. Misalnya, fasilitas mulai rusak, tarif masuk sudah naik, atau akses dan akomodasi telah diperbarui. Jadi, lebih baik kamu mencari konten terbaru dan menjadikan konten lama sebagai pembanding.
3. Baca review yang negatif juga
Kalau sudah cinta, kita cenderung lupa untuk melihat sisi negatifnya. Maka, sebelum ini terjadi, bacalah testimoni yang memberi kritik atau menunjukkan sisi kurang dari sebuah destinasi wisata juga. Kamu bisa memulainya dengan melihat komentar dari postingan influencer itu untuk memetakan ekspektasi.
4. Cek sumber resmi dan info lapangan
Situs resmi destinasi wisata, forum lokal, grup komunitas wisata lokal (Facebook, WhatsApp), atau review Google Maps bisa memberi gambaran kondisi saat ini.
5. Gunakan 'preview nyata'
Fitur seperti Google Street View, video walk-through, atau vlog yang nggak diedit berlebihan dapat membantu melihat kondisi fisik destinasi wisata secara lebih nyata. Namun, sekali lagi, carilah edisi terbarunya.
6. Gunakan anggaran realistis dan fleksibel
Banyak postingan estetik lupa menyebut biaya transport, pajak, biaya tambahan, dll. Jadi, untuk kamu yang mau melakukan blind-travel dengan hanya mengandalkan testimoni di medsos, pastikan untuk mempersiapkan anggaran cadangan untuk jaga-jaga.
7. Jangan tergesa-gesa
Coba ulik konten wisata dari influencer yang pernah kamu kunjungi di masa lalu. Apakah testimoninya sesuai dengan yang kamu rasakan? Jika iya, kamu bisa mulai mendatangi 1-3 destinasi rekomendasi mereka, tapi mulai dari yang "on budget" dulu.
Setelah itu, evaluasilah reputasi mereka apakah sudah sesuai dengan realitas sebelum mengambil keputusan besar. Lakukan hal yang sama terhadap konten-konten dari influencer lain agar referensi wisatamu semakin luas. Selamat mencoba ya, Gez! (Siti Khatijah/E10)
