Inibaru.id – Meski sejak zaman dahulu sudah banyak dilakukan, nyatanya suami beristri dua masih jadi kontroversi di Indonesia. Tapi, bagi warga Desa Blangu, Kecamatan Gesi, larangan suami beristri dua benar-benar dipatuhi. Hal ini disebabkan oleh adanya kepercayaan atas sebuah cerita rakyat terkait Raden Alas.
Memangnya, seperti apa sih cerita rakyat tersebut? Jadi begini, pada zaman dahulu, ada seorang tokoh bernama Raden Alas yang beristri dua. Istri pertamanya memiliki anak yang masih kecil, sementara istri keduanya belum diberkahi keturunan.
Suatu hari, istri pertama perlu pergi ke pasar tapi nggak bisa mengajak anaknya. Dia pun berpesan ke istri kedua untuk menjaga alias mengasuhnya selama istri pertama pergi.
“Dalam Bahasa Jawa, istri pertamanya berpesan ‘tulung anake diopeni (diasuh). Sayangnya, istri kedua salah paham dan mengartikan kata ‘diopeni’ ini dengan makna lain, yaitu disembelih,” ucap sesepuh desa Blangu Tarwidi sebagaimana dilansir dari Espos, Jumat (11/10/2024).
Nggak hanya disembelih, anak kecil tersebut juga diolah menjadi masakan. Nah, tatkala istri pertama pulang ke rumah, dia disuguhi makan siang berupa daging. Tatkala lahap menyantap, dia menanyakan di mana anaknya. Istri mudanya kemudian menjawab anaknya sudah dia olah jadi lauk makan siang.
“Yang kamu makan tadi itu daging anakmu sendiri. Kan katanya disuruh ‘ngopeni’,” cerita Tarwidi menirukan kata istri kedua Raden Alas.
Raden Alas yang sedih dengan kejadian memilukan ini kemudian meminta warga Desa Blangu untuk nggak meniru dirinya memiliki dua istri. Baginya, hal ini bisa bikin keluarga jadi nggak harmonis dan menyebabkan percekcokan.
“Warga Dusun Blangu di Desa Blangu terus mematuhi perintah Raden Alas, yaitu nggak beristri dua. Kalau di dusun lain seperti Siwalan dan Gumping, masih bisa ditemukan warga beristri dua,” lanjut Tarwidi.
Asal kamu tahu saja ya, warga mempercayai cerita rakyat ini karena adanya makam Raden Alas di sana. Di kompleks makam ini, juga berdiri sebatang pohon asem dengan diameter kurang lebih 1 tahun. Konon, pohon ini juga sudah eksis selama ratusan tahun, lo.
Di Punden Raden Alas yang ada di sana pula, warga kerap menggelar sedekah bumi setiap kali merayakan musim panen atau sadranan. Bisa dikatakan, kompleks makam ini memang dikeramatkan warga sekitar.
Menarik juga ya ada daerah dengan cerita rakyat yang bikin warga desa patuh nggak pengin melakukan poligami? Kalau di tempatmu, ada juga cerita rakyat yang menarik seperti ini, nggak? (Arie Widodo/E05)