BerandaTradisinesia
Sabtu, 19 Jul 2024 09:30

Pemimpin Pura Mangkunegaran Solo Gusti Bhre itu Raja atau Bukan?

Gusti Bhre saat dinobatkan sebagai KGPAA Mangkunegara X. (Humas Solo)

Ada yang menganggap pemimpin Pura Mangkunegaran Solo Gusti Bhre sebagai raja. Tapi, ada yang menyebutnya hanya seorang adipati. Mana yang benar?

Inibaru.id – Gusti Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo, pemimpin Pura Mangkunegaran Solo dengan nama resmi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X sering disebut sebagai raja. Tapi, ada juga yang menyebutnya sebagai seorang adipati alias bukan seorang raja. Sebenarnya, mana yang benar?

Kebingungan terkait dengan status raja Gusti Bhre ini disebabkan oleh jabatan resminya, yaitu seorang adipati atau pangeran mijil (pangeran mandiri). Wilayah kekuasaannya adalah sebuah kadipaten bernama Mangkunegaran yang masih berada di bawah Keraton Kasunanan Surakarta

Status ini sudah disandang yang bersangkutan sejak Sabtu (12/3/2022) lalu, tatkala menggantikan Adipati Mangunegaran IX yang tutup usia.

Terkait dengan kebingungan soal apakah Gusti Bhre itu raja atau bukan, sejarawan Heri Priyatmoko dari Solo Societeit memaparkan seperti apa sebenarnya status gelarnya sekaligus sejarah dari Pura Mangkunegaran. Kalau menurutnya, sesuai dengan gelarnya yaitu KGPAA, maka Gusti Bhre bukanlah seorang raja, melainkan adipati dari sebuah wilayah dalam struktur Mataram Islam bernama Mangkunegaran.

Kok bisa? Jadi, semua bermula dari Perjanjian Salatiga (1757) yang membagi wilayah Mataram Islam jadi tiga, yaitu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Hamengkubuwono, Keraton Kasunanan Surakarta yang dipimpin Pakubuwana III, dan yang terakhir adalah sebuah wilayah yang awalnya di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta yang diurus oleh Raden Mas Said, cucu dari Pakubuwana I.

Raden Mas Said kemudian mendapatkan gelar Mangkunegara I. Tapi, bukannya raja, gelar itu sebenarnya selevel adipati saja.

“Gelar Mangkunegara itu adipati, bukan raja. Nah, karena Mangkunegara bukan raja, nggak boleh punya alun-alun seperti Keraton Kasunanan Surakarta,” jelas Heri sebagaimana dinukil dari Kompas, Kamis (18/7/2024).

Status Gusti Bhre sebenarnya adalah adipati. Tapi banyak yang menganggapnya sebagai raja. (Humas Solo)

Sebelum Indonesia merdeka pada 1945, Adipati Mangkunegara pada waktu tertentu sowan alias bertamu ke Keraton Kasunanan Surakarta. Hal ini seperti menunjukkan kalau Mangkunegaran adalah "adik" dari Keraton Kasunanan yang kedudukannya lebih tinggi.

Meski begitu, Heri bisa mengerti mengapa banyak orang menganggap Adipati Mangkunegaran seperti Gusti Bhre sebagai seorang raja. Pasalnya, dulu wilayah pemerintahan Mangkunegaran cukup luas, meliputi Wonogiri dan Karanganyar. Di Solo sendiri, khususnya di Jalan Slamet Riyadi, terdapat Kampung Lor yang masuk wilayah Mangkunegaran dan Kampung Kidul yang ada di wilayah Keraton Kasunaan Surakarta.

“Nah, orang-orang yang ada di wilayah Mangkunegaran seperti Wonogiri itu kemudian menganggap Adipati Mangkunegaran sebagai raja,” jelasnya.

Khusus untuk Gusti Bhre sendiri, dia dianggap sebagai pemimpin muda yang punya banyak inovasi dalam mengelola berbagai event terkait dengan budaya dan tradisi di Pura Mangkunegaran. Dia mampu menjaga fungsi Pura Mangkunegaran semenjak Indonesia merdeka sebagai penjaga tradisi dan budaya, Millens.

“Pura Mangkunegaran mampu merawat dan melestarikan budaya serta tradisi dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman,” pungkas Heri.

Karena bisa bikin nama Pura Mangkunegaran harum, wajar jika Gusti Bhre sering dikira sebagai raja meski statusnya sebenarnya adalah adipati. Tapi, apalah arti sebuah status. Bukankah jika seorang pemimpin bisa mendapatkan respek atas kepemimpinannya, berarti dia memang sudah menjalankan tugasnya dengan baik? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024