BerandaTradisinesia
Jumat, 6 Jul 2023 20:25

Kisah Rumah Sakit Mata Dr Yap di Yogyakarta, Eksis Sejak 1922

Bangunan Rumah Sakit Mata Dr. Yap. (Goblokku.files.wordpress)

Usia Rumah Sakit Mata Dr. Yap di Yogyakarta sudah lebih dari seabad. Bangunannya bahkan sudah dijadikan cagar budaya sejak 2007 lalu.

Inibaru.id – Di Indonesia, cukup banyak rumah sakit yang sudah eksis sejak zaman penjajahan Belanda. Salah satunya adalah Rumah Sakit Mata Dr. Yap yang ada di Yogyakarta. Rumah sakit ini sudah berdiri sejak 1922, lo.

Kamu bisa menemui rumah sakit yang sudah berusia lebih dari satu abad ini di Jalan Cik Di Tiro Nomor 5, Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Karena usianya yang sudah sangat tua dan dianggap punya nilai sejarah tinggi, sejak 2007 lalu bangunan rumah sakit dijadikan cagar budaya. Statusnya pun dianggap sama berharganya sebagaimana Tugu Jogja atau bangunan Masjid Kotagede.

Dari nama rumah sakitnya, kita langsung tahu ya siapa pendiri rumah sakit ini. Pendirinya adalah dr Yap. Nama lengkapnya adalah Yap Hong Tjoen. Dia lahir pada 30 Maret 1885 dan mendapatkan gelar dokter mata pada 1919. Setelah kelulusannya, dr Yap sebenarnya juga membangun klinik di Bandung. Tapi, klinik mata yang dia dirikan di Yogyakarta justru menjadi bangunan yang akhirnya punya nilai sejarah tinggi.

Kisah klinik ini bermula pada 20 Juni 1921. Menurut situs Kemdikbud, (26/7/2021), nama klinik mata tersebut awalnya adalah Centrale Vereniging tot Bevordering der Oogheelkunde in Nederlandsch (CVO). Lokasinya ada di Jalan Gondolayu, Kota Yogyakarta.

Klinik tersebut kemudian pindah ke wilayah Terban. Statusnya pun berubah dari klinik menjadi Rumah Sakit Mata. Karena keberadaannya yang dianggap penting, peresmian rumah sakit pada 21 November 1922 itu sampai dilakukan Sultan Hamengku Buwono VIII.

Kamu bisa melihat bukti peresmian tersebut pada sebuah prasasti yang ada di kompleks bangunan rumah sakit. Tertulis keterangan “De eerste steen geledg door Z.H Hamengkoe Boewono VII op den 21 sten Nov 1922.

Bagian dalam Rumah Sakit Mata Dr. Yap.(Genpijogja)

Nggak sampai setahun kemudian, tepatnya pada 29 Mei 1923, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dirk Fock secara resmi membuka rumah sakit tersebut. Nama resmi rumah sakit tersebut kala itu adalah Prinses Juliana Gasthuis voor Ooglijdes. Rumah sakit ini disebut-sebut mampu menampung lebih dari 3.000 pasien dan menyediakan lebih dari 102 tempat tidur.

Nama rumah sakit ini kemudian berubah jadi Rumah Sakit Mata Dr. Yap pada 1942 atau saat Jepang menduduki Indonesia. Alasannya sederhana, saat itu Jepang nggak suka dengan unsur Belanda pada nama-nama organisasi atau bangunan di Tanah Air. Perubahan nama dilakukan murni agar tidak mengalami masalah dengan penjajah.

Rumah sakit ini cukup populer karena mau menerima siapa saja yang membutuhkan bantuan. Hal ini sesuai dengan filosofi dr Yap yang memang nggak pernah memandang kelas sosial atau ekonomi. Baginya, siapa saja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Usai dr Yap meninggal pada 1952, kepengurusan rumah sakit diambil alih oleh anaknya, dr Yap Kie Tiong. Nah, pada 1969, dr Yap Kie Tiong memberikan wasiat kepada Kanjeng Gusti Paku Alam VIII dan sejumlah pihak untuk mengurus rumah sakit tersebut dan memastikannya tetap beroperasi melayani masyarakat setelah dia meninggal.

Semoga saja rumah sakit ini terus eksis agar tetap banyak masyarakat yang bisa mendapatkan manfaatnya, ya, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024