BerandaTradisinesia
Selasa, 25 Des 2017 10:10

Jaranan, Nggak Sekadar Naik Kuda Tiruan

Salah satu aksi jaranan adalah memakan beling. (Pinterest.com via GNFI)

Tari jaranan disebut dengan beberapa nama seperti jathilan atau kuda lumping. Gerak dan pola pertunjukannya hampir serupa. Asal-usulnya diyakini berasal dari kisah pernikahan Dewi Sanggalangit dan Klana Sewandana semasa Kerajaan Kediri.

Inibaru.id - Pernah lihat orang naik kuda tiruan dari anyaman bambu atau dari kulit sapi atau kerbau? Sebutannya bermacam-macam: ada jathilan, kuda lumping, dan jaranan.

Dikutip dari laman GNFI, Laras Prameswari menulis, meskipun berasal dari Kediri, jaranan juga terkenal di beberapa kota lain di Jawa Timur, seperti Ponorogo, Tulungagung, Nganjuk, dan Banyuwangi.

Seni jaranan dikatakan berasal dari Kediri karena merunut pada sejarahnya. Ada banyak versi tentang sejarah seni jaranan. Salah satu yang berkembang di masyarakat ialah tentang pernikahan Dewi Sanggalangit dengan Klana Sewandana.

Dikisahkan, pada 1041 Kerajaan Kahuripan terbelah menjadi dua, yakni Kerajaan Jenggala di bagian timur dan Kerajaan Panjalu yang selanjutnya disebut Kediri di bagian barat. Adalah Dewi Sanggalangit, putri Kerajaan Panjalu yang memiliki wajah rupawan. Kecantikan Dewi Sanggalangit membuat beberapa pria ingin meminangnya menjadi istri. Singkat cerita Klana Sewandana dari Wengker yang pada akhirnya terpilih menjadi suaminya.

Baca juga:
Tradisi Natal Keturunan Portugis di Kampung Tugu
Begalan Banyumas: “Perampokan” pada Resepsi Perkawinan

Dalam iring-iringan pengantin dari Kerajaan Panjalu ke Wengker, keduanya diarak oleh pajurit kerajaan yang menunggang kuda serta pemusik yang memainkan alat musik yang terbuat dari besi dan bambu.

Untuk mengenang pernikahan itu terciptalah seni jaranan. Disebut jaranan karena dalam kesenian tersebut, para penari menggunakan properti berupa jaran (kuda) buatan dari anyaman bambu yang juga dilengkapi dengan pecut (cemeti). Musik pengiringnya ialah gamelan. Para penari yang mengenakan jaran buatan melambangkan para prajurit Kerajaan Jenggala yang menaiki kuda ketika iring-iringan pengantin, sedangkan mereka yang memainkan gamelan melambangkan para pemusik yang memainkan alat musik dari besi.

Oya Millens, momen yang paling dinanti sekaligus yang menjadi keunikan dari seni jaranan ialah ketika para penari kesurupan lantas mereka menari tanpa sadarkan diri. Paling heboh adalah saat mereka melakukan hal ekstrem seperti memakan beling (pecahan kaca).

Selain sebagai sarana hiburan, seni jaranan juga dijadikan medium untuk berkomunikasi dengan para leluhur mereka. Adalah gambuh, orang yang bertugas memanggil roh-roh leluhur untuk kemudian masuk ke raga para penari. Gambuh jugalah yang nantinya menyembuhkan para penari dari kesurupan.

Baca juga:
Buang Jung, Tradisi Merawat Laut Suku Sawang
Topeng Ireng , Tarian Silat, dan Syiar Islam

Mengikuti perkembangan zaman, kini ada pertunjukan seni jaranan yang memasukkan unsur modern di dalamnya. Walaupun ada unsur modern, tetap saja tidak meninggalkan hakikat aslinya. Pertunjukan dalam kemasan modern itu disebut jaranan santerewe. Dalam pertunjukannya musik tradisional dipadupadankan dengan musik dangdut. Adanya musik dangdut inilah yang membuat masyarakat semakin tertarik untuk menonton.

Nah, jadi bila suatu hari kamu melihat aksi jathilan, kuda lumping, atau jaranan, kamu sudah tahu maksud dan latar belakang kesenian itu. Bravo! (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024