Inibaru.id - Berdasarkan Keppres No.126/2001, kini setiap tanggal 13 Desember diperingati sebagai Hari Nusantara. Ini jadi penegas dan pengingat bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia.
Sebagai negara kepulauan, kita semua tahu bahwa Indonesia memiliki laut yang begitu luas. Potensi sumber daya alam laut Indonesia luar biasa banget. Mulai dari perikanan, rumput laut, maupun berbagai bahan hayati laut yang bisa menjadi bahan baku industri farmasi seperti ubur-ubur, karang lunak, hingga berbagai jenis ganggang mikro. Ini semua bisa menjadi sumber penghidupan yang layak bagi seluruh penduduk di kawasan pesisir.
Sumber daya laut yang luar biasa itu harus kita jaga baik-baik. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga laut Indonesia. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung.
Baca juga:
Topeng Ireng , Tarian Silat, dan Syiar Islam
Jamasan Topeng Ireng untuk Regenerasi
Terkenal dengan sebutan Suku Laut atau Sekak, setiap tahunnya mereka memiliki agenda "Buang Jung". Biasanya ritus adat tersebut dilakukan pada sekitar bulan Juli-Agustus. Namun waktu penentuannya dipilih berdasarkan musyawarah adat setempat.
Berbeda dengan upacara adat di banyak daerah yang melarung hasil bumi ke laut sebagai ucapan syukur, upacara "Buang Jung" merupakan upacara melarung perahu yang bertujuan merawat laut dan melestarikan habitatnya.
Buang Jung berasal dari dua suku kata. Buang artinya membuang dan Jung berarti perahu kecil. Dengan kata lain, Buang Jung berarti membuang atau melayarkan perahu kecil ke laut. Biasanya yang dilarung ke laut adalah miniatur perahu berukuran sekitar tiga kali satu meter yang berisi sesaji dan ancak yaitu replika kerangka rumah-rumahan.
Adapun Perahu khusus untuk ritus itu perahu layar yang dibuat dari kayu pohon jeruk antu. Kayu pohon tersebut diambil dari Pulau Ibul di seberang desa Kumbung yang diyakini sebagai tempat tinggal leluhur pertama Suku Sawang. Sesajinya berupa persembahan hasil bumi seperti beras, gula, kopi, mi instan, dan nggak ketinggalan seekor ayam hitam yang akan diletakkan di atas perahu atau jung.
Dilakukan secara turun-menurun semenjak abad ke-12, prosesi Buang Juang dilakukan di Desa Kumbung, Kecamatan Lepar Pongok, Pulau Lepar, Bangka Selatan, yang menjadi tempat populasi terbesar suku Laut.
Mengutip dari Kompas.com (28/7/2017), selama seminggu penuh, semua orang dilarang beraktivitas yang berhubungan dengan laut dan alam sekitar. Larangan itu untuk menangkap ikan, menebang dan membakar pohon, mencari kerang, hingga kegiatan wisata seperti snorkeling dan diving.
Nah, selama kurun waktu seminggu tersebut, diharapkan semua biota laut seperti ikan, kepiting dan yang lainnya dapat beristirahat dan kembali bereproduksi. Itu artinya keanekaragaman hayati laut dapat tetap terjaga, terutama pasokan pangan mereka yang bersumber dari laut.
Selama seminggu itu pula mereka melakukan aktivitas ritual budaya dan hiburan lainnya di pulau-pulau. Setelah itu prosesi diakhiri dengan Buang Jung.
Baca juga:
Jaran Goyang, Santet Asmara Orang Osing
Mengenang Husein, Mengarak Tabot
Saat prosesi berlangsung, akan ada beberapa buah perahu layar yang akan membawa seluruh peralatan tersebut ke tengah laut.
Kegiatan dalam Buang Jung lainnya adalah naik jitun, yang menampilkan seorang pemuda yang kerasukan dan memanjat tiang pohon pinang. Juga ada sesi mancing, numbak duyong, main ancak, dan tari sampan geleng, yang menggambarkan aktivitas melaut Suku Sawang.
Sebagai salah satu tradisi budaya Indonesia, Buang Jung sudah mendapat sertifikat WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) dari Kemendikbud RI 2016.
Berminat menikmati keelokan alam khas Bangka sekaligus menyaksikan kearifan lokal?
Jika iya, kamu dapat berkunjung ke Bangka Selatan untuk melihat tradisi Buang Jung yang pelaksanaannya bersamaan dengan festival seni budaya tahunan Toboali City on Fire. (ALE/SA)