BerandaTradisinesia
Senin, 13 Jul 2025 11:01

Istana Djoen Eng, Jejak Kekayaan Sang Raja Gula dari Salatiga

Istana Djoen Eng di Kota Salatiga. (Wikipedia/Fandy Aprianto Rohman)

Konon, saking megahnya, kubah yang ada di Istana Djoen Eng, Kota Salatiga, dulu dilapisi emas, lo Millens.

Inibaru.id – Tak jauh dari jantung Kota Salatiga, tepatnya di Jalan Diponegoro, Sidorejo, berdiri megah sebuah bangunan berarsitektur unik yang menyimpan kisah kejayaan masa lampau. Bangunan itu dikenal dengan nama Istana Djoen Eng, peninggalan seorang saudagar besar yang pernah dijuluki Raja Gula dari Salatiga.

Kalau kamu berkendara dari arah Semarang atau Bawen, bangunan ini bisa kamu jumpai sekitar dua kilometer sebelum memasuki Bundaran Salatiga. Sekilas, mungkin kamu akan mengira bangunan ini hanyalah gedung tua biasa yang tertutup oleh pepohonan dari jalan raya. Namun siapa sangka, di balik temboknya tersimpan cerita kejayaan luar biasa dari seorang perantau asal Tiongkok bernama Kwik Djoen Eng.

Dari Tiongkok ke Jawa

Kwik Djoen Eng lahir di Liao Tang Sia, sebuah desa kecil di Xiamen, Tiongkok. Pada pertengahan abad ke-19, ia bersama empat saudaranya merantau ke Tanah Jawa. Di tengah geliat bisnis gula pada masa kolonial, Djoen Eng melihat peluang besar dan memutuskan fokus pada perdagangan komoditas manis ini.

Langkahnya tak main-main. Tahun 1894, ia mendirikan perusahaan dagang bersama keluarganya, lalu melebarkan sayap hingga Hong Kong lewat Ching Siong & Co. Pada 1920-an, kekayaannya diperkirakan mencapai 50 juta dolar, angka yang luar biasa, bahkan untuk masa sekarang.

Selain dikenal sebagai pebisnis ulung, Djoen Eng juga aktif dalam komunitas Tionghoa dan menjadi pendukung gerakan nasionalis Tionghoa di Jawa. Ia bahkan sempat berinvestasi di sektor pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah Tionghoa di Yogyakarta dan Semarang.

Mendirikan Istana di Salatiga

Istana Djoen Eng pada masa kolonial. (Picryl)

Puncak kejayaan Djoen Eng tergambar jelas dari istana megah yang dibangunnya di Salatiga. Berdiri di atas lahan seluas 12 hektare, istana ini dibangun selama empat tahun dan menghabiskan dana sekitar 3 juta gulden. Bangunannya lengkap dengan kebun kopi, lapangan tenis, kebun binatang, serta taman hias yang tertata rapi.

Yang paling mencolok adalah istana dengan empat menara berornamen khas Tionghoa yang menjulang tinggi. Konon, keempat menara itu melambangkan anak-anaknya, sedangkan kubah utama melambangkan dirinya sendiri. Oh ya, konon kubah-kubah itu dilapisi emas murni, lho!

Kemegahan yang Tak Abadi

Sayangnya, masa kejayaan itu tidak berlangsung lama. Krisis ekonomi tahun 1930 menghantam keras bisnis Djoen Eng. Ia mengalami kebangkrutan dan istananya pun disita oleh Javaasche Bank. Tak lama kemudian, bangunan itu kosong dan tak berpenghuni.

Sisa hidupnya kemudian dihabiskan di Pulau Formosa (kini Taiwan), tempat ia akhirnya tutup usia pada umur 70 tahun.

Kini, Istana Djoen Eng bukan sekadar bangunan tua, melainkan saksi bisu kejayaan dan kejatuhan seorang raja gula yang membangun impiannya jauh dari tanah kelahirannya.

Kalau suatu hari kamu lewat Salatiga, cobalah tengok istana ini. Siapa tahu kamu bisa merasakan sejenak aroma manis kejayaan masa lalu yang tersisa di antara dinding-dinding tuanya, Millens. (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: