BerandaTradisinesia
Jumat, 22 Mei 2025 11:01

Gamelan di Era Musik 'Kalcer'; Melebur, Memberi Warna, atau Terpental?

Ilustrasi: Kolaborasi musik rock dengan alat musik gamelan. (Erasmus Huis via Now Jakarta)

Perbedaan tangga nada antara gamelan dengan alat musik kekinian membuat warisan budaya tak benda itu acap dianggap nggak lagi relevan di era musik 'kalcer' saat ini. Benarkah sama sekali nggak ada peluang?

Inibaru.id - Sabrina Uke ingat betul, waktu itu sekitar pertengahan 2023. Dia lupa dalam sebuah even musik apa dan siapa disjoki yang memainkannya; tapi masih terngiang di memorinya ketiga gong dan saron menyapu panggung saat musik elektro yang tengah dimainkan mendadak berhenti.

"Hanya 2-3 detik sebelum bass drop, tapi benar-benar bikin penonton diam, lalu kembali bersorak dan berjingkrak. Nggak nyangka bakal ada sentuhan musik jawa di panggung seperti itu. Cakep banget!" lontar Uke belum lama ini.

Ungkapan itu merupakan jawaban dari pertanyaan, mungkinkah gamelan menjadi bagian dari musik pop yang berkembang saat ini? Seperti kita tahu, musik berusia ratusan tahun itu acap dianggap kuno dan nggak cukup "kalcer" untuk diperdengarkan di tengah tongkrongan hipster kaum muda di Indonesia.

Namun, jawaban perempuan 24 tahun yang masih tercatat sebagai mahasiswa di sebuah kampus swasta di Yogyakarta itu seakan menegaskan bahwa gamelan, dengan sejumlah catatan, masih mampu menjadi bagian dari musik kiwari (kekinian) yang didengar generasi muda sekarang ini.

Mengenal Alat Musik Gamelan

Untuk yang belum tahu, gamelan adalah seperangkat alat musik tradisional yang dimainkan secara kolaboratif. Di Indonesia, alat musik yang tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dari Indonesia pada 21 Desember 2021 ini banyak dipakai dalam musik tradisional khususnya di Jawa, Bali, dan Sunda.

Gamelan terdiri atas sejumlah instrumen seperti kendang (drum), bonang (gong-gong kecil), saron (alat musik dengan bilah logam), slenthem (alat musik dengan bilah logam tipis), dan gong. Karena memiliki peran dan cara memainkan yang berbeda, setiap instrumen biasanya dimainkan oleh pemain berbeda.

Awalnya, gamelan adalah instrumen yang biasa digunakan sebagai musik pengiring tarian, pergelaran wayang, acara pernikahan, hingga acara adat atau keagamaan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, gamelan juga berdiri sendiri sebagai satu musik utuh, bukan sekadar pengiring.

Gamelan yang sebagian besar dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh menggunakan sistem pentatonis (slendro dan pelog) atau lima nada. Sementara itu, alat musik modern kebanyakan saat ini menggunakan diatonis (mayor dan minor) dengan tujuh nada dan kromatis (12 nada dengan interval setengah nada).

Relevansi Gamelan Saat Ini

Perbedaan nada antara gamelan dengan alat musik modern saat acap dianggap sebagai dinding penghalang bagi pemusik masa kini. (Shutterstock via Wonderverseindonesia)

Perbedaan nada antara gamelan dengan alat musik modern saat acap dianggap sebagai dinding penghalang bagi para pemusik. Namun, sepertinya hal ini terpatahkan saat lagu "Lathi" bikinan Weird Genius yang memadukan gamelan Jawa dengan EDM mendapatkan sambutan luar biasa di kancah global.

Weird Genius tentu bukanlah yang pertama. Di kancah internasional, ada penyanyi Islandia Björk yang telah mengintegrasikan elemen gamelan dalam karya-karya mereka sejak 1990-an. Sejak remaja, penyanyi bergenre alternatif dan folk itu telah berkenalan dengan gamelan.

Di era digital, gamelan bahkan mengalami transformasi yang cukup signifikan, salah satunya dari komunitas di Desa Cipatujah, Tasikmalaya, yang mengembangkan gamelan digital; menggabungkan antara teknologi dengan tradisi.

Inovasi ini tentu saja memudahkan akses bagi generasi muda untuk mengenal gamelan. Dengan dukungan media sosial dan platform streaming seperti Youtube, Instagram, dan Tiktok, promosi gamelan pun kian mudah dilakukan.

Peluang sekaligus Ancaman

Digitalisasi gamelan di era modern tentu saja membawa angin segar karena akan mempermudah pembelajaran dan pelestarian gamelan. Namun begitu, ibarat dua sisi mata uang, risiko menjadikan gamelan nggak lagi punya "nyawa" juga muncul, karena pemusiknya nggak lagi punya emosi.

Lebih dari itu, gamelan juga acap direduksi menjadi sekadar konten visual singkat yang viral sehingga mengaburkan esensi musikal dan filosofisnya yang adiluhung. Gamelan berisiko dipangkas menjadi klip 30 detik atau sekadar latar estetika di Instagram, sehingga kehilangan konteks budaya dan emosionalnya.

Hal ini bukanlah isapan jempol belaka. Survei APJII (2024) mencatat, 79,5 persen populasi Indonesia terhubung ke internet, dengan mayoritas pengguna berusia 16–24 tahun. Namun, keviralan di medsos sering hanya ditentukan oleh kecepatan dan sensasi, bukan kedalaman makna.

Minat generasi muda yang rendah dan keterbatasan sumber daya serta pengajar, serta kurangnya dukungan dan sosialisasi juga menghambat upaya pelestarian gamelan di era sekarang. Sementara itu, beberapa komponis gamelan modern cenderung mengandalkan kolaborasi dengan musik Barat untuk menciptakan karya baru.

Masih Ada Angin Segar

Lalu, apakah berarti peluang menjadikan gamelan tetap relevan di era musik EDM hampir pasti tertutup? Prof Dr Rahayu Supanggah dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan tegas menolaknya. Menurutnya, gamelan memiliki potensi besar dalam industri kreatif global.

Dalam catatannya, ada ratusan perangkat gamelan di Amerika yang menunjukkan bahwa ada minat yang cukup tinggi terhadap musik tradisional Indonesia di luar negeri.

Upaya mengenalkan gamelan kepada generasi muda terus dilakukan melalui pendidikan formal dan informal. Program-program edukatif, workshop, dan festival budaya menjadi sarana efektif untuk menumbuhkan minat dan apresiasi terhadap gamelan di kalangan remaja.

Gamelan nggak hanya bertahan sebagai simbol tradisi, tapi juga berkembang menjadi bagian integral dari musik modern. Melalui kolaborasi, digitalisasi, dan edukasi, gamelan terus membuktikan relevansinya di era musik kalcer, menjembatani masa lalu dan masa depan dalam harmoni yang indah.

Menurutmu, masih relevankah menjadikan gamelan sebagai bagian dari musik modern saat ini? Bisakah mereka melebur, memberi warna, atau malah terpental? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Ketua DPRD Jateng Sumanto Resmikan Jalan Desa Gantiwarno, Warga Rasakan Perubahan Nyata

4 Des 2025

Cara Bikin YouTube Recap, YouTube Music Recap, dan Spotify Wrapped 2025

5 Des 2025

Data FPEM FEB UI Ungkap Ribuan Lulusan S1 Putus Asa Mencari Kerja

5 Des 2025

Terpanjang dan Terdalam; Terowongan Bawah Laut Rogfast di Nowegia

5 Des 2025

Jaga Buah Hati; Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai hingga Awal 2026!

5 Des 2025

Gajah Punah, Ekosistem Runtuh

5 Des 2025

Bantuan Jateng Tiba di Sumbar Setelah 105 Jam di Darat

5 Des 2025

Warung Londo Warsoe Solo, Tempat Makan Bergaya Barat yang Digemari Warga Lokal

6 Des 2025

Forda Jateng 2025 di Solo, Target Kormi Semarang: Juara Umum Lagi!

6 Des 2025

Yang Perlu Diperhatikan Saat Mobil Akan Melintas Genangan Banjir

6 Des 2025

Tiba-Tiba Badminton; Upaya Cari Keringat di Tengah Deadline yang Ketat

6 Des 2025

Opak Angin, Cemilan Legendaris Solo Khas Malam 1 Suro!

6 Des 2025

Raffi Ahmad 'Spill' Hasil Pertemuan dengan Ahmad Luthfi, Ada Apa?

6 Des 2025

Uniknya Makam Mbah Lancing di Kebumen, Pusaranya Ditumpuk Ratusan Kain Batik

7 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: