BerandaTradisinesia
Senin, 25 Okt 2020 17:00

Dewi Uma Menjadi Durga; Berawal dari Prank dan Uji Kesetiaan Dewa Siwa

Penggambaran Dewi Durga (Kali). (Bahasmitosdunia.blogspot)

Barangkali kisah Dewi Uma yang gagal tes kesetiaan ini bisa menjadi pelajaran bahwa berkhianat untuk alasan apa pun berat hukumannya. Ia bahkan harus rela dikutuk suaminya menjadi makhluk yang lebih mengerikan dari dedemit apa pun dengan bermanifestasi dalam bentuk Kaali.

Inibaru.id – Bukan cuma manusia yang butuh pembuktian kesetiaan pada pasangan. Dewa juga lo. Dikisahkan dalam Lontar Andhabhuwana, Dewa Siwa pengin menguji kesetiaan sakti-Nya, yaitu Dewi Uma. Dia meminta ibu Dewa Ganesha itu untuk turun ke bumi mencari susu.

Sebagai istri, dia menyanggupi permintaan tersebut dengan segera. Sayang, dia kesulitan menemukan penggembala sapi. Hampir putus asa, Dewi Uma akhirnya menemukan seorang penggembala sapi yang nggak lain adalah suaminya yang sedang menyamar.

Sang Dewi meminta sedikit susu sapi tapi ditolak oleh penggembala. Sudah berbagai cara dilakukan Dewi Uma agar dia bisa memperoleh susu, tapi gagal. Penggembala hanya mau memberikan susu jika Dewi Uma mau "melayani"-nya.

Rasa patuhnya kepada suami untuk membawakan susu membuatnya mau melakukan hal terlarang itu. Setelah misi terlaksana, Uma kembali untuk menyerahkan susu kepada suaminya. Sebelum menerima susu, Siwa bertanya dari mana susu itu diperoleh dan gimana caranya. Karena panik, Uma berbohong.

Siwa pun memanggil anaknya, Dewa Ganesha, untuk memakai ajian Tenung Aji Saraswati guna mengetahui dari mana susu itu berasal. Ganesha memberitahu apa diketahuinya kepada sang ayah, yang terang saja membuat Uma marah. Uma pun membakar Tenung Aji Saraswati.

Ilustrasi Dewa Ganesha, anak Dewa Siwa dan Dewi Uma. (BaliTribune)

Kutukan Siwa

Melihat perilaku Uma, Dewa Siwa marah besar dan mengutuk istrinya menjadi Dewi Durga yang dianggap telah berbohong dan berkhianat. Selanjutnya, Durga diturunkan ke bumi.

Situs lain yang sama-sama bersumber dari Lontar Andhabhuwana menulis dengan sedikit berbeda, yakni perubahan wujud dari Dewi Uma ke Dewi Durga nggak terjadi di kayangan.

Setelah diturunkan ke bumi, Dewi Uma yang masih berwujud cantik berkelana ke sana ke mari. Dia kemudian sampai di kuburan luas yang bernama Setra Gandamayu. Tempat ini dihuni oleh makhluk halus ganas dan menyeramkan.

Para makhluk di sana hendak memangsa Dewi Uma karena merasa terganggu. Nggak terima dengan perlakuan dedemit yang lancang, Uma pun murka dan berubah wujud menjadi sosok yang lebih menyeramkan dari mereka (Kaali).

Mata Dewi Uma mengeluarkan sinar menyilaukan, rambut terurai sampai ke tanah, taring dan kuku panjang, lidah menjulur panjang, dan dari sekujur tubuh dan lidahnya mengeluarkan kobaran api hingga menghanguskan semua makhluk yang tadi menyerangnya.

Sejak saat itu, Uma berganti nama menjadi Dewi Durga dan menjadi penguasa Setra Gandamayu. Dia dikenal sebagai dewa dari para mahkluk halus dan manusia penganut ilmu leak. Dia mengendalikan mereka agar nggak kelewatan mengganggu manusia.

Dewi Durga juga memiliki tugas menyebarkan kekeringan, bencana, dan wabah, untuk mengingatkan manusia pada Hyang Widi Wasa. Dia memiliki pengikut setia yang diberi gelar ratu dari makhluk halus dan penguasa kuburan bernama Sang Kalika Maya.

Di Bali, Pura Dalem Puri serta seluruh Pura Dalem di Desa Pekraman menjadi tempat Dewi Durga berstana. Wujud menyeramkan Dewi Durga dianggap sebagai simbol kemarahan seorang perempuan dan diabadikan dalam bentuk topeng Rangda yang disakralkan warga Bali sampai sekarang.

Gimana menurutmu, Millens? Adil nggak nih hukumannya? Kayaknya hal ini terjadi karena definisi kesetiaan yang berbeda ya antara Dewi Uma dan Dewa Siwa. (Gram/belajar/IB21/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024