BerandaTradisinesia
Selasa, 20 Mei 2024 17:00

Budaya Medhayoh, Tetap Lestari berkat Tradisi Sedekah Bumi di Pati

Saat sedekah bumi berlangsung, para saudara jauh akan datang untuk turut memeriahkannya, yang dikenal dengan istilah 'medhayoh'. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Budaya medhayoh yang mengingatkan kita akan pentingnya kehangatan dan kebersamaan tetap lestari berkat tradisi sedekah bumi yang tetap terjaga di Pati.

Inibaru.id - Perkembangan teknologi informasi memungkinkan kita terhubung dengan saudara yang tinggal berjauhan. Namun, ia sepertinya gagal menghubungkan hati, karena membuat budaya medhayoh yang memungkinkan kita bersemuka perlahan luntur.

Dalam bahasa Jawa, "medhayoh" berarti bertamu. Namun, bukan cuma dimaknai secara harfiah, medhayoh juga bermakna pertemuan hati; tentu saja dengan tujuan yang bisa beragam, mulai dari kunjungan penting, tilik dulur (menjenguk saudara), hingga sekadar nunut ngiyup (ikut berteduh).

Berbeda dengan saat kita terhubung via video call, pesan singkat, atau unggahan di medsos, medhayoh menawarkan hal lain, yakni kehangatan cengkerama; bercakap-cakap sembari bersenda gurau, yang sebetulnya nggak mungkin tergantikan oleh percakapan virtual tersebut.

Nah, di tengah memudarnya budaya ini, masyarakat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, justru masih melestarikannya. Salah satunya saat mereka menggelar tradisi sedekah bumi. Medhayoh menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi bersih-bersih desa yang juga dikenal sebagai "kabumi" ini.

Medhayoh dan Sedekah Bumi

Suasana ramai di teras rumah untuk menunggu karnaval sedekah bumi desa Bancak. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Beberapa daerah di Kabupaten Pati menggelar sedekah bumi setelah Hari Raya Idulfitri, sebelum Iduladha, sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang mereka terima dalam setahun. Acara sedekah bumi digelar cukup besar, mulai dari menanggap wayang hingga karnaval gunungan.

Nah, menjelang acara sedekah bumi, saudara atau kerabat dari jauh biasanya akan medhayoh ke tempat warga yang menggelar tradisi ini. Tujuannya, selain untuk tilik, mereka juga hadir untuk membantu persiapan sekaligus memeriahkan perayaan tersebut.

Budaya medhayoh menemukan tempatnya tiap kali perayaan sedekah bumi digelar di Pati. Dengan suka cita, di tengah kesibukan mempersiapkan sedekah bumi, mereka juga mempersiapkan diri untuk menyambut tamu dari jauh.

"Sedekah bumi menjadi momen menyenangkan bagi saya karena banyak saudara jauh berkunjung; kami bisa melepas rindu setelah lama nggak ketemu sambil nonton pawai atau wayang," ungkap Sukati, warga Desa Bancak, Kecamatan Gunungwungkal, yang baru saja menggelar sedekah bumi.

Jamuan untuk Tamu

Memasak bersama sambil berbincang-bincang dengan saudara jauh terasa sangat hangat, ya. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Sukati mempersiapkan jamuan untuk para tamu dengan saksama dan penuh suka cita. Sembari menata jajanan di atas piring, perempuan yang berprofesi sebagai guru ini telah jauh-jauh hari menyetok jajanan ringan, termasuk kudapan khas sedekah bumi, di antaranya tapai ketan dan rengginang.

"Banyak saudara yang ikut membantu saya di dapur. Sambil mempersiapkan masakan, kami saling mengobrol. Senang sekali!" serunya dengan mimik muka semringah.

Setali tiga uang, tamu yang medhayoh juga merasakan kegembiraan serupa. Sunarti, saudara jauh Sukati, mengaku antusias. Bersama anak dan cucunya, dia bertolak dari rumah pagi-pagi sekali agar punya cukup waktu untuk membantu di dapur Sukati sebelum menonton perayaan sedekah bumi.

"Pulangnya, para tamu dikasih oleh-oleh khas sedekah bumi sebagai tanda terima kasih," ucapnya sembari menunjukkan buah tangan yang dimaksud. "Semoga tahun depan bisa nonton sedekah bumi lagi di sini."

Selama tradisi sedekah bumi masih terjaga kelestariannya di Bumi Mina Tani, sepertinya budaya medhayoh belum akan luruh oleh guyuran teknologi informasi yang cenderung membuat kita kehilangan momen bersemuka dengan kerabat jauh ini. Sepakat, Millens? (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024