BerandaTradisinesia
Rabu, 10 Apr 2018 13:31

Pasang Surut Perkembangan Gambang Semarang

Kesenian Gambang Semarang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. (KGS FIB Undip)

Upaya revitalisasi seni pertunjukan gambang Semarang telah dilakukan sejak 1990 lalu. Salah satunya penataan kesenian yang dilakukan sejarawan dari Universitas Diponegoro Semarang.

Inibaru.id – Gambang Semarang sempat menjadi pergelaran "segmented" pada 1930-an. Kala itu, gambang semarang hanya dimainkan oleh orang-orang dari etnis Tionghoa. Kemudian pada perkembangannya masyarakat Jawa juga ikut memainkan seni tersebut. Namun, pada masa penjajahan Jepang, kesenian ini sempat hilang.

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dhanang Respati Puguh mengatakan, pada 1989, tentara Jepang menyerang sebuah pasar malam. Nah, kala itu pertunjukan gambang semarang tengah berlangsung. Sebagai kesenian rakyat, pertunjukan ini memang banyak dipertontonkan di pasar malam.

Akibat penyerangan tersebut, pasar jadi hancur berantakan, termasuk  alat-alat kesenian mereka. Nah, sejak saat itulah pertunjukan Gambang Semarang nggak lagi dipertontonkan selama beberapa tahun.

Pada 1949, kesenian ini kembali muncul dengan lahirnya sebuah kelompok Gambang Semarang. Seni ini semakin populer dikenal masyarakat pada 1960-1980. Saat itu, Gambang Semarang dimainkan oleh etnis Tionghoa bersama orang-orang Jawa.

Namun, pada 1990-an, seni tersebut kembali surut, bahkan nyaris hilang. Saat itu masyarakat keturunan Tionghoa nggak lagi memainkannya. Inilah yang kemudian menjadikan Gambang Semarang hanya dimainkan masyarakat Semarang saja.

Baca juga:
Wujud Keperkasaan dalam Tari Barong Wadon
Filsafat Hidup dalam Permainan Tradisional Cublak-cublak Suweng

Menyikapi kondisi itu, berbagai upaya pun dilakukan. Para akademisi, pemerintah, hingga perguruan tinggi punya andil masing-masing dalam hal ini. Dengan cara yang berbeda-beda, mereka menata ulang seni tersebut. Itulah sebabnya, sekarang bentuk pertunjukan Gambang Semarang punya macam-macam versi.

“Kalau di Unnes (Universitas Negeri Semarang), saat itu fokus pada tariannya saja. Makanya tari Gambang Semarang hasil penataan mereka punya lebih banyak perkembangan,” jelas Dhanang.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, Undip juga ikut melakukan upaya menyelamatkan gambang Semarang. Usaha tersebut kemudian dilanjutkan oleh Fakultas Sastra (FS) yang kini dikenal dengan nama Fakultas Ilmu Budaya (FIB).

“Kami saat itu membeli seperangkat alat musik milik Jayadi, seniman Gambang Semarang. Kami juga dilatih oleh para seniman itu, jadilah dosen, karyawan, dan beberapa mahasiswa FS bisa bermain Gambang Semarang,” jelasnya.

Nggak hanya mempelajari cara memainkan Gambang Semarang, dipelopori Dhanang dan koleganya di Ilmu Sejarah, Dewi Yuliati, FIB Undip juga mencoba melakukan penataan seni pertunjukan tersebut secara utuh. Mereka melakukan konstruksi ulang pada alat musik, lirik lagu, tari, kostum, dan lawaknya.

Melalui wawancara beberapa seniman Gambang Semarang yang masih hidup, kerja sama dengan budayawan dan seniman, serta menambahkan elemen ciri khas budaya Semarang, terbentuklah kembali kesenian Gambang Semarang “versi” mereka.

“Kami menciptakan beberapa lagu bertema Semarang, menambah komposisi alat musik, menciptakan gerak tari, membuat lakon lawak, dan membuat konsep kostum dengan menggunakan pakaian khas Denok-Kenang dan Batik Semarangan,” kata Dhanang.

Kemudian, pada tahun 2000-an, para dosen tersebut mulai mengajarkan kepada beberapa mahasiswanya yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa. Tujuannya, agar mahasiswa juga mengenal seni tersebut dan bisa ikut melestarikan.

Baca juga:
Ritus-Ritus sebelum Hari Nyepi
Keseruan Main Gobak Sodor

“Ternyata, respons mahasiswa saat itu sangat baik, bahkan hingga sekarang mereka membentuk komunitas Gambang Semarang Art Company. Selain itu, mahasiswa di FIB juga berlatih gambang, namanya Kesenian Gambang Semarang FIB Undip,” pungkasnya. (Verawati Meidiana/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: