BerandaTradisinesia
Sabtu, 13 Jan 2023 19:50

Aksara-Aksara yang Tertera Dalam Naskah Kuno Nusantara

Sebuah naskah yang tertulis di atas lontar. (Preservasi Perpusnas)

Naskah kuno merupakan karya tulis warisan budaya yang dibuat langsung oleh alat tulis dan tangan. Aksara dalam naskah kuno menjadi daya tarik tersendiri, karena melalui keberagaman aksara setiap naskah kuno memiliki kekhasan dan keunikannya sendiri.

Inibaru.id - Naskah kuno sebagai salah satu warisan kebudayaan adalah sebuah sumber sejarah tertulis yang dimiliki oleh Indonesia.

Naskah kuno milik Indonesia, diperkirakan berjumlah lebih dari 5.000 naskah yang diperkirakan masih banyak tersebar di 30-an negara.

Dalam artikel yang berjudul "Arti dan Fungsi Naskah Kuno Bagi Pengembangan Budaya dan Karakteristik Bangsa melalui Pengajaran Sejarah", naskah kuno atau dalam bahasa Inggris disebut manuscript dan dalam bahasa Belanda disebut handscript.

Naskah kuno sebagai peninggalan masa lampu, memberi informasi mengenai berbagai aspek kehidupan di masa lampau seperti politik, ekonomi, sosial budaya, pengobatan tradisional, tabir gempa atau gejala alam, dan sebagainya.

Eh, kalau kamu cermat, setiap naskah kuno nusantara memiliki aksara yang beragam, lo, Millens. Dilansir dari akun Instagram Perpustakaan Nasional RI (21/12/2022), perbedaan bentuk huruf dalam aksara Nusantara dipengaruhi oleh media dan alat tulis yang digunakan.

Kegiatan menulis aksara pada masa lampau dikerjakan oleh orang yang berbakat. Maka dari itu, setiap goresan yang dilukiskan memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Yuk simak, ragam aksara dalam koleksi naskah kuno Nusantara!

Aksara Arab, Arab Jawi, Arab Pegon

Daftar aksara Arab Jawi. (Wikipedia)

Dalam naskah kuno, aksara Arab adalah karakter berbahasa Arab. Kalau aksara Arab Jawi adalah tulisan Arab yang berbahasa Melayu. Sedangkan Arab Pegon merupakan aksara Arab yang berbahasa Jawa atau Sunda.

Aksara Jawa

Aksara Jawa juga disebut dengan hanacaraka. (Gimonca)

Aksara Jawa juga disebut dengan hanacaraka. Selain memiliki 20 huruf pokok, aksara Jawa memiliki sandangan dan pasangan yang berfungsi untuk mengubah bunyi.

Aksara Jawa merupakan varian modern dari akasara Kawi, salah satu aksara Brahmi hasil perkembangan aksara Pallawa yang berkembang di Jawa.

Aksara Bali

Aksara Bali yang biasanya digunakan untuk menulis naskah kuno di atas daun lontar. (Akar Media)

Biasanya naskah dengan aksara Bali mudah ditemukan pada daun pohon siwalan/lontar, tumpukannya kemudian diikat dan disebut lontar.

Aksara Bali banyak memperoleh pengaruh dari bahasa Kawi atau Jawa kuno. Aksara ini juga digunakan untuk menuliskan bahasa Sasak yang digunakan di Pulau Lombok. Nggak hanya itu beberapa kata dalam bahasa Bali masih meminjam dari bahasa Sansekerta juga, Millens.

Aksara Batak

Aksara Batak juga merupakan rumpun aksara Brahmi. (Medan Kompas)

Aksara Batak memiliki lima varian, yakni Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak/Dairi, dan Batang Mandailing.

Aksara Sunda

Aksara Sunda yang mengalami penyesuaian. (Budaya Sunda Kita)

Aksara Sunda merupakan karakter yang mengalami penyesuaian dari aksara Sunda Kuno. Hal ini dilakukan untuk mengadaptasi perkembangan bahasa yang terjadi di tanahSunda.

Aksara Lontara

Aksara lontara merupakan aksara kuno penduduk Bugis dan Makassar. (Metrum)

Aksara ini merupakan aksara tradisional yang digunakan oleh penduduk Bugis dan Makassar. Karakter ini terdiri dari 23 aksara dasar. Arah penulisannya adalah dari kiri ke kanan.

Aksara Kaganga

Nama Kaganga berasal dari tiga huruf pertama pada aksara ini. (Kompas Medan)

Aksara Kaganga merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat di Sumatra Selatan. Aksara Kaganga berdasarkan tiga huruf pertama dalam urutan abjadnya dan masih serumpun dengan aksara Batak.

Menarik juga ya, Millens, tentang keberagaman aksara pada Naskah Kuno Nusantara? (Fatkha Karinda Putri/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024