Inibaru.id - Menjadi penyedia jasa tukar uang jalanan jelas bukan profesi tetap yang bisa diandalkan. Bisnis yang hanya bisa dilakukan menjelang lebaran ini nggak cuma kerap disangsikan keaslian uangnya, mereka juga nggak jarang menjadi korban penipuan.
Oya, perlu kamu tahu, jasa penukaran uang "receh" berisi lembaran uang baru dengan nominal antara Rp 1.000 hingga Rp 50 ribu itu memang kerap jadi bisnis dadakan sejumlah orang menjelang Hari Raya Idulfitri, nggak terkecuali di Kota Semarang.
Tahun ini, laiknya tahun-tahun sebelumnya, penyedia jasa tukar uang itu masih banyak dipraktikan orang. Pandemi corona agaknya nggak menyurutkan niat mereka untuk memutar roda ekonomi.
Eko, salah seorang penukar uang jalanan yang biasa ngetem di jalan protokol Semarang, menepis, alih-alih menipu, dirinya justru lebih sering ditipu. Menurutnya, sangat jarang seorang penukar uang jalanan memakai uang palsu dalam bertransaksi.
Bedasarkan pengalamanya, uang yang digunakan untuk ditukar itu bukanlah modal pribadi. Para penukar uang jalanan umumnya "meminjam" uang receh berbagai nominal itu dari para pemodal. Para pemodallah yang menyediakan dan punya akses khusus dengan bank.
“Kecil kemungkinan kami menipu. Rugi duluan!” tegasnya.
Dibodohi dengan Uang Palsu
Eko yang telah melakoni profesi ini sejak 2007 tersebut mengatakan, justru penyedia jasa yang kerap ditipu. Beberapa calon pelanggan nakal, imbuhnya, acap menyelipkan uang palsu dalam transaksi.
"Dari tampilan, mereka (penipu) cukup meyakinkan," kata Eko yang tengah sibuk menawarkan lembaran uang baru berbungkus plastik bening di pinggir Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jumat (15/5/2020). "Mereka pakai mobil, nggak kayak kalangan bawah."
Nggak hanya Eko, banyak kawan seprofesinya yang juga dibohongi calon pelanggan nakal tersebut. Dalam melakukan aksinya, para penipu tersebut memang cukup lihai. Selain berdandan bak orang berduit, biar nggak terlihat, uang palsu untuk transaksi biasanya memang diselipkan di antara uang asli.
“Mereka tukar dalam jumlah yang besar. Permukaan tumpukan uang itu asli, tapi dalamnya ada beberapa lembar uang palsu,” keluh Eko.
Eko mengaku, dirinya bahkan pernah merugi sampai puluhan juta rupiah lantaran penipuan ini. Namun, menurutnya, orang-orang yang paling sering menjadi sasaran penipuan adalah para paruh baya yang telah mengalami penurunan indera pengelihatan.
Risiko Terbesar: Dihipnotis
Nggak hanya penipuan uang palsu, para penukar uang jalanan juga bisa menghadapi risiko yang lebih besar lantaran dihipnotis. Eko berkisah, kawan-kawannya sesama penukar uang pernah mengalami modus penipuan yang bisa menelan korban hingga puluhan juta rupiah.
Modus kejahatan ini memang menjadi momok di kalangan penyedia jasa tukar uang tersebut. Polanya, pelaku akan mengajak transaksi di sebuah tempat yang sepi. Kendati dia dan teman-teman sudah hafal wajah pelaku, entah kenapa masih kerap apes terkena hipnotis.
"Sebetulnya," tutur Eko, "kami nggak mau (bertransaksi di tempat sepi). Tapi, karena dihipnotis, ya, entah gimana, menurut saja." Begitu sadar, jutaan rupiah sudah raib!
Belajar dari pengalaman tersebut, Eko meminta teman-temannya agar jangan mau diajak transaksi di tempat lain. Sebisa mungkin, lanjutnya, mereka langsung transaksi di lokasi di tempat mereka berdiri.
Nggak Ditipu, tapi Lupa
Lain Eko, lain pula kisah yang dialami Misbachul Munir. Bukan karena ditipu, Munir mengaku ada sejumlah pengalaman pahit yand dialaminya selama menjalani profesi jasa penukar uang jalanan. Bukan ditipu, dia beberapa kali kehilangan uang karena lupa.
“Duit (pecahan) sudah saya angsurkan, tapi lupa minta duit dari penukar. Eh, orangnya malah sudah pergi,” ujar Munir, lalu tertawa. Dia meyakini, kejadian itu murni kecerobohannya, bukan lantaran dihipnotis.
Wah, wah, Mas Munir! Ha-ha. Risiko yang besar memang kerap menghantui profesi penyedia jasa tukar uang ini. Namun, hal tersebut tetap harus mereka lakukan agar dapur tetap mengebul! Yang penting, senantiasa waspada ya, Teman-teman! (Audrian F/E03)