BerandaPasar Kreatif
Rabu, 21 Jul 2020 09:00

Maganol, Toko Layang-layang Legendaris di Kota Semarang

Maganol, Toko Layang-layang Legendaris di Kota Semarang

Toko Maganol nggak pernah sepi disambangi pembeli. (Inibaru.id/ Audrian F)

Di Kota Semarang ada toko layang-layang legendari bernama Maganol. Hampir semua orang yang gemar bermain layang-layang pasti merekomendasikan tempat ini kalau mau beli benang dan layang-layang. Kamu pernah ke sini?<br>

Inibaru.id - Sebelum akhirnya bisa menemui Mulyono sang pemilik Toko Maganol, saya sudah 3 kali ke sana dan berakhir gagal. Sebab, saat saya datang toko tersebut nggak pernah sepi. Pembelinya selalu berjubel di depan etalase. Entah itu anak-anak atau orang tua, semua mengantre. Praktis niat untuk menemui Mulyono saya urungkan karena khawatir menggangu.

Belakangan layang-layang ramai kembali. Imbauan untuk tetap bertahan di rumah dan menghindari keramaian barangkali menjadi penyebab permainan klasik ini dimainkan lagi. Bagi Mulyono, menemui hal-hal yang datang musiman sudah biasa. Pasang-surut sudah sering dia alami.

“Kalau lagi musim ya begini ini. Nanti kalau sudah bosen, stok kami jadi sisa-sisa. Sekarang saja sampai habis,” ujarnya pada Rabu (15/7/2020). Maganol berada di Jalan MT Haryono.

Mulyono sang pemilik Toko Maganol beserta produk bikinannya. (Inibaru.id. Audrian F)<br>
Mulyono sang pemilik Toko Maganol beserta produk bikinannya. (Inibaru.id. Audrian F)<br>

Mulyono adalah generasi kedua. Kedua orang tuanyalah yang merintis toko layangan legendaris Maganol yang awalnya hanyalah toko kelontong ini. Mulyono berkisah kalau kedua orang tuanya adalah dua guru yang diberhentikan setelah peristiwa G30S/PKI.

Untuk menyambung hidup mereka membuka toko kelontong. Mulyono mengaku sudah ikut mengurus toko Maganol ini sejak remaja.

“Toko ini juga kan dulu jualannya mainan tradisional anak-anak. Seperti kelereng, karet, umbulan termasuk layangan,” kata laki-laki berusia 64 tahun tersebut. Sambil berbincang dengan saya dia juga menukarkan uang kembalian toko.

Fanny, istri dari Mulyono yang juga membantu melayani pelanggan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Maganol berasal dari penyebutan angka “530”. Nggak ada penjelasan berlebih sih soal ini. Sebab pemberian nama ini cuma berdasar dari nomor rumah toko tersebut.

Maganol punya produk sendiri mulai dari benang sampai layangan. Untuk benang diberi merk Pinokio, Hiu, Lumba-lumba sampai Singa. Hanya memang lokasi produksinya berada di Bandung. Produk itu juga nggak hanya dipakai oleh pengguna layangan, tapi juga toko-toko kecil yang berdagang layangan.

“Ya di sini kami juga jadi tempat grosir. Toko-toko pada kulakan,” kata Mulyono.

Soerang anak sedang memilih benang layang-layang. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sepengalaman saya, toko Maganol ini selalu disebut tatkala orang bermain layangan. Kalau mau beli layangan atau benang berkualitas, rujukannya adalah di Maganol. Mulyono akhirnya membeberkan alasan kenapa Maganol selalu jadi pilihan orang-orang.

Mulyono bercerita kalau kualitas yang utama. Hal itu diwariskan dari orang tuanya. Meskipun hasil nggak banyak, tapi kepercayaan mengalahkan segalanya. Itulah yang dia petik.

“Sekarang kamu mau dicari orang atau orang yang mencarimu? Kalau mau dicari ya tunjukkan kualitas,” pesannya.

Saking banyaknya pembeli layang-layang habis. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Dia kemudian menelurkan prinsip itu kepada para pegawainya saat membuat benang atau layangan. Dari mulai bahan hingga pekerjaan semua harus dilakukan secara cermat dan berhati-hati.

O ya, kalau kamu mau mencari benang layangan berkualitas, Mulyono merekomendasikan dua merek yaitu Pinokio dan Hiu. FYI, Pinokio adalah jenis benang peninggalan orang tuanya. Sementara Hiu, adalah produk bikinannya. Harga benang beragam tergantung pada ukuran gulungannya. Kisarannya antara Rp 500 rupiah sampai Rp 150 ribu.

“Pinokio itu paling mahal. Tapi yang paling banyak dicari Hiu. Kalau layangan Rp 1.500,” pungkasnya.

Kamu pernah beli layang-layang di Maganol nggak, Millens? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025