Inibaru.id - Konon, Jalan Pemuda adalah tolok ukur "peradaban" Kota Semarang. Pusat pemerintahan, sekolah favorit, gedung perkantoran, hingga mal terbaik ada di jalan yang menghubungkan Tugu Muda dengan Kota Lama tersebut. Di pinggir jalan itu, ada juga satu kios kacang kecil dengan nama besar.
Dulu, masyarakat Kota Lunpia menyebutnya Kacang Sangan Asin GRIS H Rindho. Namun, kios tersebut kini lebih dikenal dengan Kacang Sangan Paragon, karena berdiri tepat di seberang Paragon City Mall Semarang. Padahal, jauh sebelum mal nan gemerlap itu ada, kios ini telah lebih dulu berdiri.
Semula, saya sempat heran dan terenyuh melihat sebuah kios penjual kacang sangrai, yang di Semarang disebut "sangan", tampak terhimpit di antara modernitas zaman. Tempatnya sangat old school, terlihat jauh tertinggal dari Jalan Pemuda yang terus bersolek dan kekinian.
Yakin, nih, tetap berjualan kacang? Batin saya. Penasaran, saya pun membeli kacang itu pada Minggu (23/8/2020), sekaligus mencoba bertanya lebih jauh pada pemilik kios. Saya bertemu Yayuk Sri Rejeki, perempuan 43 tahun yang dengan ramah mengatakan, kios itu telah berdiri puluhan tahun silam.
Jadi Teman Nonton
Berdasarkan cerita Yayuk, kios kokoh berbahan kayu jati berukuran 2,5 x 1,5 meter itu telah lebih dari 60 tahun berdiri. Orang-orang membeli kacang sejak seberang jalan yang sekarang menjadi Paragon City Mall itu masih berupa gedung pertunjukan.
“Sebelum ada Paragon, itu (menunjuk ke seberang jalan) GRIS, sejenis gedung pertunjukan atau wayang,” jelasnya.
Perlu kamu tahu, GRIS adalah singkatan dari Gedung Gerakan Rakyat Indonesia. Di tempat itu, pergelaran wayang dipertontonkan. Nah, kacang asin di kios tersebutlah yang menjadi teman nonton yang mengasyikkan sembari menikmati wayang.
Jalan Pemuda kala itu, kata Yayuk, belum seperti sekarang: gelap dan banyak kejahatan. Sebelum GRIS dibangun, di lokasi tersebut berdirilah Societeit de Harmonie atau lebih dikenal sebagai Gedung Harmoni, tempat para mevrouw dan meneer mencari hiburan.
Kemudian, Gedung Harmoni dijual ke Perusahaan Dagang Belanda atau Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM). Masyarakat Kota Semarang kemudian iuran untuk membeli tanah sisa di sebelahnya, hingga terbangunlah GRIS pada 1950.
GRIS pun menjelma menjadi pusat hiburan. Yang paling favorit adalah wayang orang Ngesti Pandhawa. Sekitar 1970-an hingga 1980-an, pergelaran itu menjadi hiburan favorit di Kota ATLAS.
Generasi Kedua
Yayuk adalah generasi kedua yang bertahan menjajakan kacang asin di kios tersebut. Dia merupakan menantu H Rindho, pendiri sekaligus pemilik kios kacang sangan. Yayuk pun berkisah, sebelum mendirikan kios, mertuanya berjualan dengan berkeliling menggunakan pikulan.
"Betul, masih dipikul, belum (mukim di) kios,” terangnya. Sorot matanya menerawang jauh seakan menembus waktu.
Di Semarang, nama besar kios kacang sangan asin ini memang terkenal hingga ke mana-mana. Alasan Yayuk masih meneruskan usaha keluarganya itu juga karena banyak pelanggan lama yang memesan. Dia merasa sayang menutupnya, kendati penjualan kacang juga kerap tertatih-tatih.
Di kios tersebut, Yayuk menjual kacang kulit sangan dan kacang kupas. Dari dulu nggak berubah. Dia juga menjamin cara memproduksinya tetaplah sama seperti sedia kala.
''Cara memasak kacang menggunakan pasir bersih dan lembut yang sudah dicuci, kemudian diberi garam beryodium. Lalu, bumbunya dicampur bawang yang juga pilihan,'' papar Yayuk, merunut pembuatan kacang sangan.
Mencoba Bertahan
Saya sempat mencicipi kacang sangan asin itu. Satu kilogram kacang asin dibanderol Rp 30 ribu. Tapi, kamu juga bisa juga membelinya secara eceran. Gimana dengan rasanya?
Jika kamu pegang, kacang sangan tampak kasar dan berpasir. Rasanya asin. Mohon maaf, tapi menurut saya, rasa kacang ini biasa saja. Yang istimewa adalah keteguhan untuk terus bertahan menjajakan kacang itu di tengah modernintas kota. Ha-ha.
Menurut Yayuk, seperti kebanyakan orang, tahun ini menjadi cobaan tersendiri baginya. Pandemi Covid-19 yang sempat membuat Jalan Pemuda ditutup pada malam hari menjadi tantangan untuknya. Pendapatannya menurun drastis.
Oya, selain kacang, Yayuk juga mencoba menyambung hidup dengan menjual kopi, rokok, dan makanan ringan di kios tersebut.
Kalau kamu kebetulan sedang berada di dekat-dekat situ, silakan mampir untuk membelinya ya, Millens. (Audrian F/E03)