Inibaru.id - Ketika merasa sedih atau kehilangan mood, sebagian orang akan "melarikan diri" dengan mencari comfort food. Bagi saya, bakso nggak pernah gagal untuk ini. Kalau tengah berada di Demak, Jawa Tengah, Bakso Balungan Tempuran selalu menjadi pilihan utama saya.
Berlokasi di Desa Tempuran, Kecamatan Demak, kedai bakso ini tidaklah mewah, bahkan jauh dari kata instagenik. Namun, usaha yang didirikan Sukijah pada 1980-an itu begitu laris dan bagi saya, ngangeni. Nggak hanya rasa baksonya yang menggoyang lidah, tempatnya juga homey banget.
Sedikit gambaran, kedai yang menyatu dengan rumah ini berada di tengah permukiman dengan suasana perdesaan yang kental. Kalau mau makan di tempat, ada meja lesehan memanjang di teras rumah, tepat di bahu jalan.
Mak Jah, sapaan akrab Sukijah, agaknya sengaja membuat kedai itu "menyatu" dengan masyarakat agar terasa merakyat. Hal ini kentara sekali, terlihat dari cara penyajian baksonya yang nggak neko-neko. Namun, saya yakin siapa pun yang pernah ke sini bakal sepakat bahwa rasanya bikin pengin balik lagi.
Kuah Kaldu adalah 'Koentji'
Belum lama ini saya mengajak makan seorang kawan yang berasal dari luar kota ke kedai yang buka tiap hari pukul 10.00-17.00 WIB tersebut. Kebetulan hari itu belum begitu ramai, jadi saya juga sempat mengajak ngobrol Irma, anak sulung Mak Jah yang kini menjalankan usaha bakso tersebut.
Irma mengatakan, magnet utama dari bakso balungan bikinan ibunya sejatinya terletak pada kuahnya yang istimewa. Alih-alih semata air rebusan bakso, kuah di kedai tersebut mengandung kaldu. Jadi, dari sini saja sudah kebayang dong gimana gurihnya bakso balungan ini?
"Orang bilang, kuah bakso di sini beda. Balungannya juga lunak, dengan tingkat kematangan yang pas," ujar lelaki 32 tahun itu semringah.
Seperti namanya, seporsi bakso ini memang sudah termasuk "balungan", potongan tulang sapi atau kerbau yang direbus lama. Oya, dalam penyajiannya, mereka nggak menyertakan mi atau bihun. Namun, bagi saya sudah cukup mengenyangkan, karena porsinya termasuk banyak.
"Kalau kurang kenyang, kami menyediakan nasi atau lontong, kok!" sambut Irma seakan mengetahui apa yang ingin saya tanyakan. Kami pun tertawa setelahnya.
Jual Ratusan Porsi
Seporsi Bakso Balungan Tempuran dibanderol Rp30 ribu. Terbilang mahal untuk ukuran bakso di kampung. Namun, menilik porsinya yang nggak tanggung-tanggung, terurama balungannya, menurut saya nggak kemahalan, sih. Justru itungannya murah.
Irma mengungkapkan, untuk servis ke pelanggan, Mak Jah memang nggak suka setengah-setengah. Dalam sehari dia bisa bisa menghabiskan hingga setengah kuintal balungan untuk menyediakan ratusan porsi bakso yang biasanya bakal segera ludes diserbu pembeli.
Nggak hanya warga setempat, bakso balungan ini juga menjadi gravitasi bagi banyak pelanggan dari luar daerah. Bahkan, menurut Irma, nggak sedikit pembeli dari luar kota yang sengaja datang ke kedainya untuk mencicipi bakso tersebut.
"Pelanggan kami ada yang dari Yogyakarta, Semarang, Kendal, Magelang, Pati, Kudus, Jepara, dan lain-lain. Alhamdulillah. Biasanya rombongan ke sini," jelasnya.
Yap, ini benar sekali! Saya melihat sendiri betapa panjangnya antrean pelanggan di kedai Mak Jah. Karena tempatnya yang nggak terlalu luas, para pelanggan juga nggak jarang terpaksa makan di teras rumah tetangga dengan alas seadanya.
Namun, bagi saya dan mungkin sebagian pelangan di sini, antrean mengular itu merupakan "perjuangan" yang sepadan untuk seporsi comfort food yang bikin hati kembali nyaman dan perut terpuaskan ini. Tertarik mencobanya juga, Millens? (Ayu Sasmita/E10)