BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 2 Mei 2024 13:30

Dunia Kreatif Founder Santrendelik Ikhwan Syaefulloh

Founder Santrendelik Kampung Tobat Ikhwan Syaefulloh. (Istimewa)

Ikhwan Syaefulloh, founder Santrendelik, mendirikan beberapa lini bisnis. Meski satu sama lain nggak sama, semua memiliki satu benang merah, yaitu dunia kreativitas.

Inibaru.id - Pencinta wisata alam di Jawa Tengah barangkali sudah nggak asing dengan The Pikas Artventure Resort. Berdiri sejak 2011, destinasi wisata andalan Banjarnegara ini menyajikan pengalaman berarung jeram di Sungai Serayu yang sejuk dan terjaga keasriannya sembari bermalam di resor dengan arsitektur unik.

Adalah Ikhwan Syaefulloh, sosok di balik kemolekan lokawisata yang berlokasi di Jalan Raya Madukara KM 01 Kutayasa, Banjarnegara tersebut. Bersama rekan seperjuangannya, lelaki kelahiran Banjarnegara yang kini berdomisili di Kota Semarang itu mendirikan Pikas, sebutan populer tempat wisata tersebut, lebih dari sedekade lalu.

Menurut Ikhwan, Pikas adalah salah satu manifestasi dari ekspresi kecintaannya terhadap dunia kreativitas. Sebab, di sana pengunjung bakal merasakan bentuk wisata yang selain fun juga dimanjakan dengan konsep green, art, dan adventure dalam waktu bersamaan.

Lelaki kelahiran 7 September 1981 itu memang begitu mencintai dunia seni. Kecintaan itu kian tak terbantahkan setelah Ikhwan mendirikan IKSA, sebuah perusahaan startup di Kota Semarang dengan core bisnis di bidang media kreatif dan branding.

“Di IKSA, mayoritas adalah anak muda; yang nggak cuma secara fisik, tapi juga muda pikirannya,” kelakar Ikhwan yang ditemui Inibaru.id di kediamannya yang berlokasi di bilangan Gunungpati. “Klien kami beragam; mulai dari perorangan hingga perusahaan, dari brand lokal, instasi pemerintah, partai politik, sampai BUMN.”

Bukan tanpa alasan Ikhwan memilih bekerja sama dengan anak muda. Sebagai konsultan kreatif, ayah dari Izz Sansya Ikhwansyah (2009), Ganesh Magani Ikhwansyah (2011), dan Cahaya Matahari Ikhwansyah (2013) itu harus selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya berpikir out of the box.

“Nah, anak muda ini pas kalau diajak berpikir yang melibatkan daya imajinasi dan kreativitas untuk menciptakan ide yang baru dan segar atau menyelesaikan masalah dengan cara yang menyenangkan,” tuturnya.

Mengutamakan Keseimbangan

Menurut Ikhwan, menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya adalah bentuk keseimbangan. (Istimewa)

Bagi Ikhwan, apa pun harus sesuai dengan porsinya, termasuk ketika melibatkan anak muda dalam dunia kreatif. Begitu pula dalam hidup, bekerja, bersenang-senang, atau beragama. Menurutnya, menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya adalah bentuk keseimbangan.

Hal ini pula yang kemudian mendasari Ikhwan untuk mendirikan komunitas mengaji Santrendelik pada 2013. Berawal dari forum mengaji kecil-kecilan di sebuah kafe, kajian Islam mingguan di komunitas ini mungkin kini bisa disebut sebagai salah satu yang terbesar di Kota Lunpia.

“Ruh Santrendelik adalah kreativitas dan keingintahuan anak muda yang luar biasa besar. Program ‘Nongkrong Tobat’ (kajian mingguan di Santrendelik) itu mengangkat tema sehari-hari; tapi karena ulama yang didatangkan logis dan nggak judgmental, jemaah betah dan berani kritis,” terangnya.

Di kalangan anak muda, Santrendelik memang telah menjadi wadah yang menyenangkan dan masuk akal untuk mengaji. Nggak hanya kajian Islam, komunitas yang bermarkas di Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati ini juga rutin menggelar pelatihan soft skill seperti public speaking, penulisan kreatif, dan pembuatan film dokumenter.

“(Santrendelik) yang semula kami bikin hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi, kini jadi semakin meluas dan melibatkan berbagai kalangan,” jelas Ikhwan dengan mimik muka bangga.

Siapakah Ikhwan Syaefulloh?

Kehidupan Ikhwan hampir tidak pernah berjauhan dengan dunia kreatif. (Santrendelik)

Pikas, Santrendelik, IKSA, dan mungkin banyak lagi lainnya tercipta berkat seni dan kreativitas yang mendarah daging di diri Ikhwan Syaefulloh. Lelaki murah senyum ini memang nggak pernah berjauhan dengan dunia kreatif.

Anak ketiga dari tiga bersaudara tersebut semakin mendalami seni sejak hijrah ke Semarang dan menjadi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada 1999. Oya, Ikhwan juga sempat kuliah di Jurusan Komunikasi di Universitas Kwik Kian Gie Jakarta.

Sejak berstatus mahasiswa, lulusan SDN Blambangan 1 Banjarnegara, MTs 1 Banjarnegara, dan MAN 2 Banjarnegara ini telah menjadi pekerja lepas di bidang desain grafis. Mengandalkan komputer pinjaman, dia juga kerap mengikuti kompetisi desain, baik untuk tingkat lokal maupun internasional.

Dari desainer grafis, Ikhwan mencoba peruntungan dengan mendirikan pelbagai usaha seperti dekorasi event hingga agensi kreatif, termasuk perusahaan konsultan pariwisata kreatif benama Melawan Arus yang dia dirikan bersama kawan-kawannya pada 2009.

“Usaha-usaha ini nggak selalu berjalan mulus, ya. Namun, orang tua selalu mengajari saya untuk meneguhkan hati,” aku Ikhwan. “Tetap fokus dan mendedikasikan diri untuk masyarakat, itu kuncinya.”

Perihal melayani masyarakat, dia mengaku terinspirasi oleh ayah dan kakeknya. Ayahnya adalah pendidik yang mendedikasikan hidupnya untuk mengajar di lingkungan sekitar, sedangkan kakeknya pernah menjadikan rumah pribadinya sebagai sekolah rakyat untuk masyarakat sekitar.

“Saya besar di lingkungan yang sederhana dan religius, dengan asupan ilmu agama paling banyak saya dapatkan dari ibu,” tandasnya diakhiri dengan seulas senyuman.

Keteguhan hati Ikhwan pun berbuah manis. Seni dan kreativitas yang dimilikinya kini telah mengalir di berbagai lini bisnis dan aksi sosial yang diakrabinya selama bertahun-tahun lamanya. Kisah yang inspiratif, bukan? (Siti Khatijah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024