BerandaIndie Mania
Senin, 12 Nov 2017 02:06

Endank Soekamti Tetap di Jalurnya

Endank Soekamti Tetap di Jalurnya

Endank Soekamti menjadi salah satu band anutan di Indonesia yang berkarya dengan kreatif di jalur indie. (Soekamti.com)

Jalur indie akhirnya menjadi pilihan Endank Soekamti dalam berkarya. Bagaimana mereka bisa bertahan?

Inibaru.id – Album terbaru grup band Endank Soekamti bertajuk Salam Indonesia resmi dirilis, Kamis (9/11/2017). Bertempat di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Erix Soekamti membeberkan, album ini merupakan yang termahal di antara yang pernah mereka buat.

Digarap selama sebulan di Papua, vokalis Endank Soekamti itu mengatakan, album Salam Indonesia menelan biaya tak kurang dari Rp 25 juta per hari. Biaya itu dikeluarkan untuk mengelilingi Papua, dari Raja Ampat hingga Manokwari,  termasuk mengajar anak-anak di sejumlah kampung di sana. Wah!

Bukan Endank Soekamti namanya kalau berkarya dengan biasa saja. Grup band asal Yogyakarta itu memang selalu tampil “beda” sejak berdiri pada 2001 lalu. Keunikan itu kian terasa saat mereka memilih kembali ke konsep indie.

Baca juga: Superman Is Dead: Istikamah di Jalur Indie

Tahun baru 1 Januari 2001 menandai kebersamaan Erix, Fendy, Tony S, dan Ulog dalam Endank Soekamti. Dalam bermusik, mereka mengaku mengusung genre punk, meski tidak terlihat mengikuti ideologinya.

Belum genap setahun berdiri, Ulog dimutasi menjadi road manager Soekamti. Tak lama, Fendy dan Tony S hengkang dan memilih menjadi personel band lain. Kemudian, Ari dan Dory bergabung pada 2002.

Merasa selalu gagal menjadi band pembuka, Soekamti pun membuat demo lagu dan memasukkannya ke radio, terus mereka request sendiri. Ternyata cara itu terbukti jitu. Mereka menjadi top request di Geronimo FM. Tawaran manggung pun mulai berdatangan.

Setahun berselang, album perdana Soekamti terbit, berjudul Kelas 1 (2013) produksi Proton Records. Mereka mulai muncul di televisi, juga menjadi “raja pensi” di Indonesia. Pada tahun yang sama, basis penggemar mereka, Kamtis Family, resmi terbentuk.

Sukses di album pertama berhasil menarik minat Warner Music Indonesia untuk membeli kontrak Endank Soekamti. Lalu lahirlah Pejantan Tambun (2005) dan kembali sukses. Namun, hal itu tidak terulang pada album berikutnya, yakni ZZZTTT (2007).

Tahun 2007 adalah tahun musik melayu. Soekamti pun terpaksa gigit jari. Nahas, pada tahun yang sama mereka juga diturunkan dari kursi raja pensi lantaran sebuah pensi SMA berakhir ricuh. Diduga Kamtis Family, sebutan fans Endank Soekamti, yang melakukannya.

Menyikapi gempuran lagu melayu, Endank Soekamti menginisiasi radio komunitas indie sebagai media alternatif. Agar para fansnya tidak rusuh, mereka juga membentuk Kamtis Pandu yang bertugas mengondusifkan para penggemar. Cara itu terbukti efektif

Pada 2010, album Soekamti.com dirilis dengan menggandeng Nagaswara Music. Setahun kemudian mereka nekat mendirikan label rekaman dan rumah produksi sendiri dengan nama Euforia Records dan Euforia Audio Visual.

Baca juga: Griselda Sastrawinata WNI Pertama yang Tembus Disney

Dengan label sendiri, Soekamti mulai mengeksplorasi kreativitas sekaligus menggandeng Kamtis Family, salah satunya dengan gerakan menabung berjamaah sebelum album dirilis.

Angka 8 (2012) menjadi album kelima sekaligus perdana dalam label indie. Album dijual dengan sistem boxset edisi terbatas berisi CD Audio, DVD film dokumenter, novel biografi, dll. Mereka juga menjual paket bundle novel biografi plus CD audio yang didistribusikan Gramedia.

Album keenam, Kolaborasoe (2014) terbit. Mereka berkolaborasi dengan para musisi lintas genre, sementara sistem pemasaran tak jauh berbeda album sebelumnya, juga album berikutnya yang dirilis setahun kemudian, yakni Soekamti Day (2015).

Selain bermusik, Endank Soekamti juga aktif membuat animasi, vlogging, dan banyak lagi yang lainnya. Kreativitas tanpa bataslah yang membuat mereka bertahan dengan label indie. Mereka tetap bertahan karena tidak monoton dan terus berinovasi. (GIL/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025