BerandaHits
Senin, 3 Des 2017 08:10

Ratusan Ton Ikan Waduk Jatiluhur Mendadak Mati

Fenomena alam yang menyebabkan ratusan ton ikan mati mendadak di Waduk Jatiluhur Jawa Barat. (Liputan6.com/Abramena)

Ratusan ton ikan Waduk Jatiluhur mendadak mati atau umbalan menurut petani ikan setempat. Apakah ini dampak siklon tropis?

Inibaru.id - Cuaca ekstrem yang terjadi hampir sepekan terakhir ini dianggap menjadi penyebab kematian ratusan ton ikan di Keramba Jaring Apung (KJA), Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Fenomena alam yang menyebabkan ikan mati massal ini sering disebut para petani KJA dengan istilah umbalan.

Dilansir dari Liputan6.com (3/12/2017), intensitas hujan yang tinggi menyebabkan tidak adanya sinar matahari yang menyinari KJA. Alhasil, air dari dasar waduk naik ke permukaan dengan membawa endapan yang terdiri atas lumpur dan sisa-sisa pakan ikan.

"Endapan lumpur dan pakan menjadi racun dan membuat ikan kekurangan oksigen, sehingga ikan mabuk dan mati massal," ucap Adi (43), salah seorang petani KJA Jatiluhur, Sabtu (2/12/20117).

Jenis ikan yang dibudidayakan di Waduk Jatiluhur sebagian besar adalah ikan mas dan nila. Ikan mati akibat umbalan ini didominasi ikan mas, sedangkan ikan nila sampai saat ini (3/12/2017-Red) masih bertahan hidup.

"Namun, jika kondisi cuaca buruk berlangsung lama, tidak menutup kemungkinan ikan nila juga terkena dampaknya," jelasnya.

Dengan fenomena ikan mati massal tersebut dipastikan para pelaku usaha KJA mengalami kerugian besar. Kondisi itu biasanya juga disusul dengan anjloknya harga ikan.

Baca juga:
Daunnya sih Gatal, tapi Khasiatnya…
Kenyang Jajal Dunia Jurnalistik, Advertising, dan Kuliner

Beberapa waktu lalu, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Cianjur, Jawa Barat, mencatat penyebab matinya ratusan ton ikan di Waduk Jangari, Kecamatan Mande, akibat perubahan iklim, virus, dan bakteri.

Kepala Seksi Bina Kesehatan Ikan dan Hewan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Cianjur, Agung Riyanto mengatakan, penyebaran penyakit pada ikan di wilayah tersebut didominasi bakteri Aeromonas hydophila, white spot virus, dan Koi Herpes Virus.

"Penyakit tersebut biasanya timbul karena perubahan iklim dan kondisi air yang sudah tercemar limbah. Untuk mengatasi penyebarannya, dapat dilakukan dengan pemberian vitamin C serbuk yang dicampur pakan ikan agar kondisi ikan sehat kembali," kata dia di Cianjur, Rabu (30/8/2017) seperti dilansir Antaranews.

Selama ini, tutur Agung, petani pembudi daya ikan sudah bisa mengantisipasi berbagai jenis penyakit yang menyerang komoditas ikan air tawar itu. Ketika terjadi musim pancaroba, petani ikan akan mengganti dengan jenis ikan yang lebih tahan terhadap penyakit dan sanggup bertahan pada oksigen rendah.

Dia menjelaskan, produksi ikan air tawar di Cianjur, untuk jenis ikan mas sebanyak 25.236,65 ton, ikan nila sebanyak 10.550,21 ton, ikan bawal sebanyak 13.404,77 ton, dan ikan lainnya sebanyak 292,23 ton.

Sebelumnya, ratusan petani jaring terapung di Waduk Jangari, Kecamatan Mande, merugi hingga ratusan juta rupiah karena ikan yang dibudidayakan mereka mati mendadak. Kematian massal ratusan ton ikan diduga akibat perubahan cuaca.

Baca juga:
Cempaka dan Dahlia Menghilang, Datanglah Dua Bibit Siklon Tropis Baru
Ada Supermoon pada 3 Desember

"Ikan mengalami kekurangan oksigen karena terjadi arus balik dari dasar air atau upwelling. Perubahan cuaca membuat air waduk bercampur dengan air hujan, sehingga oksigen untuk ikan berkurang," kata Taryana (43), pemilik jaring terapung.

Akibatnya, petani ikan yang berada di wilayah Blok Patok Besi, Blok Maleber dan Blok Sangkali di wilayah Kecamatan Cikalongkulon dan Blok Nenggang dan Blok Ciputri, Kecamatan Mande, tidak dapat menjual ikannya karena jauh di bawah standar.

"Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, petani terpaksa memanen ikan yang masih hidup lebih awal meskipun ukuranya tidak sesuai. Sudah pasti harganya menjadi murah, tapi daripada rugi, mau bagaimana lagi," katanya. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024