BerandaHits
Rabu, 30 Des 2025 13:01

No Drama; Poin Penting saat Menetapkan Batasan 'Screen Time' Anak!

Ilustrasi: Berempati sebelum menetapkan batasan yang realistis menjadi poin penting untuk mengatur screen time anak. (iStock via Goodformom)

Menetapkan batasan yang realistis, mengenali tanda penggunaan berlebihan, serta strategi empatik untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan, rutinitas, dan kebutuhan keluarga bisa menjadi sejumlah cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mengatur screen time anak.

Inibaru.id - Memiliki buah hati yang sudah menginjak usia pra-remaja benar-benar menguras hati; begitu kata Ika Kartika, seorang ibu rumah tangga yang saat ini berdomisili di Kota Semarang. Yang tersulit menurutnya adalah saat harus menjauhkan anak dari gawai.

"Saya hampir mustahil mengatur jadwal screen time anak semenjak dia punya hape sendiri. Padahal, kemauan saya, meski punya hape sendiri, waktu mainnya tetap dibatasi seperti waktu dia masih kecil; hanya satu sampai dua jam per hari. Jujur saya kasihan sama matanya," terangnya, Senin (29/12/2025).

Hal serupa juga dikeluhkan Rosmasari. Perempuan asal Jember itu mengungkapkan bahwa anaknya yang saat ini duduk di bangku kelas 3 SD begitu sulit dilepaskan dari menatap layar, terutama menonton televisi. Melihat hal ini, dia mengaku cemas.

"Anak saya seperti kecanduan. Kalau televisi dimatikan, dia bisa marah, bahkan pernah berteriak keras-keras," curhatnya via pesan di Instagram, Senin (29/12).

Mengatur waktu layar atau screen time anak, baik itu menonton televisi, bermain gim, atau scrolling media sosial, memang acap menjadi tantangan besar bagi orang tua. Pertanyaan yang kerap muncul adalah berapa lama waktu idealya dan gimana agar anak mau mengikuti aturan tanpa drama?

Bukan Hanya tentang Durasi

Kedua pertanyaan di atas sebetulnya nggak memiliki jawaban tunggal, karena tiap keluarga punya jawaban tepat sendiri-sendiri. Namun, ada beberapa poin penting yang perlu diketahui orang tua agar upaya mengatur screen time anak lebih realistis dan penuh empati, serta nggak dipenuhi drama.

Hal terpenting dari mengatur screen time anak adalah empati. Ingatlah bahwa tujuan utama dari aturan ini adalah untuk membantu anak. Dr David Anderson, psikolog klinis di Child Mind Institute mengatakan, tolok ukuranya bukanlah berapa jam anak menatap layar.

"Fokus utama dari aturan ini bukanlah durasi, tapi keseimbangan keseharian anak. Maka, mulailah dengan melihat jadwal kesehariannya," tuturnya, belum lama ini. "Orang tua bisa menggunakan 'ceklis perkembangan', semacam pertanyaan untuk menilai sudahkah anak menjalani aktivitas penting untuk tumbuh kembangnya?"

Berikut adalah sejumlah pertanyaan tersebut:

  • Apakah anak tidur cukup?
  • Apakah pola makannya relatif seimbang?
  • Apakah anak berolahraga setiap hari?
  • Apakah anak menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga?
  • Apakah anak bersosialisasi dengan teman?
  • Apakah anak mengerjakan PR dan fokus pada sekolah?
  • Apakah anak tetap menjalankan hobi atau kegiatan lain?

Dr Anderson menyebutkan, jika sebagian besar jawabannya adalah "ya", menatap layar lebih lama dari sebagian besar anak mungkin masih diperbolehkan. Namun, apabila anak, biasanya usia remaja, mengurung diri di kamar dan hanya scrolling media sosial, itu bisa menjadi tanda depresi.

"Jika mengurung diri, tidak mau bergerak, atau enggan makan, misalnya karena terus-menerus ngegim, orang tua perlu turun tangan. Jadi, permasalahannya bukan durasi, tapi apa yang terganggu,” tegasnya.

Menetapkan Batasan yang Masuk Akal

Setelah memahami kondisi anak, mungkin kamu merasa perlu menetapkan batasan baru. Namun, perlu diketahui bahwa batasan tersebut nggak harus terlalu keras, mengikat, atau ekstrem. Ada beberapa cara untuk menegakkan aturan tanpa drama atau konflik. Apa saja?

1. Mulai dengan empati

Dr Anderson menyarankan, katakanlah pada anak bahwa kamu paham sepenuhnya jika anak butuh hiburan dan ingin santai. Ini menjadi salah satu poin terpenting yang perlu kamu lakukan sebelum menetapkan batasan agar anak merasa dimengerti.

2. Siapkan daftar alternatif

Psikolog klinis Stephanie Lee menyarankan, saat membicarakan tentang batasan screen time, orang tua perlu membuat daftar aktivitas bersama anak yang berisikan kegiatan "tanpa layar" yang dia sukai, misalnya menggambar, membaca, atau bermain dengan hewan peliharaan.

3. Tetapkan jadwal

Anak mungkin belum mengetahui konsep waktu, jadi kamu bisa menetapkan jadwal berdasarkan rutinitas. Misalnya, boleh screen time setelah makan malam dan belajar, lalu berhenti jika sudah waktunya persiapan untuk tidur.

Alokasi waktu tersebut penting untuk membantu anak mengetahui apa yang diharapkan orang tuanya dan mengurangi permintaan mendadak yang membuatnya kecewa.

4. Jadilah contoh

Anak terbiasa mengimitasi perilaku kita. Maka, mereka akan jauh lebih mudah mengatur jadwal screen time jika orang tua juga melakukan hal yang sama.

5. Tanpa screen time untuk anak di bawah dua tahun

Ilustrasi: Anak di bawah dua tahun sebaiknya tidak dberi waktu screen time kecuali face-time dengan keluarga inti. (Getty Image via People)

Dr Anderson mengingatkan bahwa American Academy of Pediatrics mengimbau agar anak di bawah dua tahun nggak diberi peluang untuk screen time, kecuali face-time dengan keluarga inti yang tinggal berjauhan untuk menjaga hubungan.

Ketika Anak Mulai Melawan Aturan

Aturan baru yang diterapkan mungkin nggak serta merta akan berhasil. Dalam beberapa hari, wajar jika anak menentang. Namun, Dr Anderson mengatakan, di sinilah ketegasan orang tua sebagai pembuat aturan (otoritas) diuji.

“Mereka akan merengek, kesal, bertanya ribuan kali,” tukasnya. “Itu disebut extinction burst. Anak sedang menguji ketegasan aturan baru itu."

Saat situasi tersebut terjadi, berikut adalah beberapa strategi yang bisa dilakukan:

  • Jangan berdebat karena penjelasan panjang sangat jarang berhasil.
  • Hindari rasa bersalah. Kalimat seperti “teman-temanku boleh!” adalah strategi umum anak yang akan menggoyahkan keteguhan hati orang tua.
  • Saat menetapkan aturan dan mendiskusikannya, pilihlah waktu yang tepat. Awal pekan setelah libur acapkali lebih efektif, baik untuk anak maupun kesiapan diri orang tua, dibanding hari-hari sibuk pada weekdays.
  • Gunakan trial run untuk remaja. Misalnya, coba aturan yang mereka inginkan selama dua minggu dan evaluasi bersama. Jika aturan itu terbukti membuat semua target keseimbangan hariannya tercapai, aturan itu bisa diteruskan.

Nggak Harus Sempurna dan Kaku

Terlalu kaku akan membuat stres, sedangkan terlampau fleksibel juga nggak bagus. Maka, ambillah jalan tengah. Aturan memang harus ditegakkan, tapi cobalah berempati. Pada hari-hari sibuk, berilah kelonggaran jadwal screen time.

"Terkadang memberikan waktu layar tambahan justru menjadi keputusan paling realistis dan sehat. Tidak hanya untuk anak, hal ini juga penting untuk orang tua," sarannya.

Misalnya, Dr Anderson memberi contoh, anak minta screen time padahal belum waktunya, sementara saat bersamaan kamu butuh waktu untuk berolahraga. Melarang anak berarti membuatnya marah dan kamu nggak jadi berolahraga.

“Dalam kasus seperti itu, lebih baik berikan anak screen time, jaga kesehatanmu, dan berkumpul kembali setelahnya,” jelasnya. "Yang terpenting adalah melihat kebutuhan seluruh keluarga, jadi bukan hanya aturan yang sempurna di atas kertas."

Jika pengaturan screen time terasa sulit, yakinlah bahwa kamu nggak sendirian. Aturanmu nggak harus sempurna, karena yang terpenting adalah menjaga keseimbangan, memahami kebutuhan anak, dan menjaga ketenangan diri.

Aturan yang baik adalah yang bisa dijalankan, nggak merasa terbebani, dan dirasakan manfaatnya; nggak hanya oleh anak, tapi orang tua dan anggota keluarga lain. Selamat mencoba! (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cerita Karl Bushby yang Masih Berjalan Kaki Keliling Dunia Sejak 1998

16 Des 2025

Waspada Bencana Alam saat Libur Nataru

16 Des 2025

Persiapan Libur Nataru, Bandara Ahmad Yani Semarang Punya 2 Penerbangan Baru

16 Des 2025

Peluang Event Lari Semarang 10K Menyamai Level Borobudur Marathon

16 Des 2025

Viral Dugaan Harimau Semarang Zoo Dijual, Begini Kata Pengelola!

16 Des 2025

Kondisi Psikologis Korban Acap Terabaikan, SCU Semarang Kirim Tim Trauma Healing ke Sumatra

16 Des 2025

Libur Natal, Stasiun di Semarang Diserbu 145 Ribu Penumpang, KA Tawang Jaya Jadi Favorit!

16 Des 2025

Mengenal Tradisi Pancen; Cara Orang Jawa 'Menjamu' Leluhur Jelang Hari Raya

16 Des 2025

Warga Jakarta Habiskan 108 Jam Setahun Terjebak Kemacetan

17 Des 2025

Alasan Agensi Seringkali Diam saat Ada Isu Kencan Selebritas K-pop

17 Des 2025

Mulai Tahun Depan, Pasien Bisa Berobat pakai BPJS di RSUD Mijen Semarang

17 Des 2025

5 Pilihan Hotel Mekkah 1 Jutaan, Ada Fasilitas Shutle Gratis

17 Des 2025

Pemkot Turunkan Tim untuk Telusuri Kebenaran Isu Harimau Semarang Zoo Dijual

17 Des 2025

Terjebak 'Gali Lubang Tutup Lubang', Mengapa Pinjol Bisa Bikin Kecanduan?

17 Des 2025

Sabdo Pandito Ratu; Menakar Integritas Pemimpin Lewat Kesaktian Kata

17 Des 2025

Sulit Cari Kerja Formal, Banyak Lulusan S1 Jadi Pengemudi Ojol

18 Des 2025

Mulai Tahun Depan, Registrasi Kartu SIM Harus dengan Verifikasi Wajah

18 Des 2025

Pindah ke Air Baku, Upaya Memperlambat Penurunan Muka Tanah di Pesisir Semarang

18 Des 2025

Ternak Ayam 'Kub' di Pekarangan Kantor Camat, Telurnya Dibagikan Gratis

18 Des 2025

Libur Nataru Seru dan Aman Bareng Kereta Api, Daop 4 Semarang Siaga Pol-polan!

18 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: