BerandaHits
Selasa, 20 Mei 2024 18:00

Nasib Penjual Gudeg di Jogja di Tengah Kelangkaan Nangka Muda

Nasib Penjual Gudeg di Jogja di Tengah Kelangkaan Nangka Muda

Salah satu penjual gudeg di Jogja. (Twitter/bulbuljourney)

Saking susahnya nangka muda dicari para penjual gudeg di Jogja, bahan makanan ini sampai "diimpor" dari Sumatera, lo. Lantas, apakah ada solusi untuk masalah ini di masa depan?

Inibaru.id – Ada alasan mengapa di samping selain disebut sebagai Kota Pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai Kota Gudeg. Memang, kini kita bisa dengan mudah menemui penjual gudeg di berbagai kota di Tanah Air. Tapi, tetap saja gudeg di Jogja seperti terasa lebih istimewa rasanya.

Keberadaan gudeg sudah terdeteksi sejak ratusan tahun yang lalu. Di Serat Centhini yang ditulis pada 1814 lalu, misalnya, penganan yang terbuat dari nangka muda ini tercantum, lo. Artinya, di Yogyakarta, kuliner ini memang sudah sangat merakyat. Hal ini juga dipertegas dengan adanya ratusan penjual gudeg di sana, baik itu yang sudah populer di kalangan wisatawan hingga yang jadi langganan warga setempat.

Sayangnya, nasib gudeg pasa masa kali pertama ditemukan dengan zaman sekarang berbeda. Dulu, gudeg tercipta sebagai cara untuk memanfaatkan stok nangka muda yang sangat melimpah. Kini, yang terjadi justru sebaliknya. Penjual gudeg di Jogja justru semakin kesulitan mencari nangka muda, bahan utama dari penganan yang mereka jual.

Andaipun ada stok nangka muda, hukum ekonomi langsung berlaku. Tingginya permintaan para penjual gudeg terhadap bahan makanan ini membuatnya berharga mahal.

“Kalau pada masa sekarang memang pengunjung warung gudeg nggak sebanyak pas masa Lebaran lalu. Tapi, saya itu sempat menutup satu warung saya gara-gara nangka mudanya nggak ada,” ungkap salah seorang pemilik Warung Gudeg Bu S Yuni Tri Wahyuni sebagaimana dilansir dari Radarjogja, Senin (20/5/2024).

Bahan utama gudeg adalah nangka muda. (Shutterstock/G Wisely)

Ceritanya, pada masa libur Lebaran, banyak banget wisatawan atau pemudik yang pengin makan gudeg asli Jogja. Wahyuni bahkan mengaku bisa sampai membutuhkan 40-50 kilogram nangka muda dalam sehari. Sayangnya, dia sempat hanya mendapatkan 15 kilogram nangka muda. Karena gudeg yang dibuat hanya sedikit, mau nggak mau salah satu dari dua warungnya yang ada di Jalan Wijilan dan Patukan, Gamping pun ditutup.

“Ditambah lagi harga gori (nangka muda) naik dari Rp10 ribu per kilogram jadi Rp25 ribu per kilogram. Harga gudeg pun mau nggak mau jadi naik,” keluh Wahyuni.

Kini, harga nangka muda memang sudah stabil di angka Rp15 ribu per kilogram. Tapi, ketersediaannya memang belum tentu melimpah. Bukan hal mudah mencari pohon nangka muda di sekitar DIY atau Jawa Tengah. Padahal, per hari diperkirakan penjual gudeg di Yogyakarta membutuhkan 10 ton nangka muda.

Kini, banyak penjual gudeg yang bahkan nggak hanya mencari gori di sekitar Jawa dan ‘mengimpornya’ dari Lampung serta Sumatera Selatan. Tingginya biaya transportasi untuk mengangkut nangka muda dari wilayah tersebut ke Jogja otomatis membuat harga nangka muda jadi lebih mahal.

Andaipun ada penanaman kembali pohon-pohon nangka demi memenuhi kebutuhan nangka muda yang sangat tinggi ini, belum tentu hal ini bakal jadi solusi dalam waktu dekat karena biasanya pohonnya membutuhkan waktu lama untuk berbuah. Kalau sudah begitu, jangan heran jika kita bakal mendengar kembali kabar penjual gudeg kesulitan mendapatkan bahan baku makanannya di masa depan.

Cukup mengenaskan ya, Millens, gudeg yang dikenal sebagai kuliner khas Jogja ternyata mengalami masalah yang pelik, yaitu ketersediaan nangka muda yang merupakan bahan baku utamanya. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tahu Campur Pak Slamet, Pemadam Kelaparan Andalan di Pasar Sumowono

22 Des 2024

Mulai 1 Januari 2025, Pendakian Rinjani Akan Ditutup 3 Bulan

22 Des 2024

Mengapa Ban Sepeda Motor Baru Ada 'Rambutnya'?

22 Des 2024

Ekonomi Makin Sulit, Suami Stres Makin Rentan Lakukan KDRT

22 Des 2024

Mengagumi Indahnya Senja di Dusun Sumurup Rawa Pening

22 Des 2024

Serunya Wisata Kano di Kawasan Mangrove Baros Bantul, Yogyakarta

22 Des 2024

Makna Potongan Bambu di Nisan-Nisan Makam di Sumowono Kabupaten Semarang

23 Des 2024

Mengakhiri Tahun 2024 dengan Mendaki, Ini Hal yang Harus Kamu Perhatikan

23 Des 2024

Me Time: Hak yang Berubah Jadi Barang Mewah bagi Ibu

23 Des 2024

Kala Siang Hari Jadi Lebih Pendek di Islandia saat Musim Dingin

23 Des 2024

Pemprov Jateng Peringati Hari Ibu ke-96, Teguhkan Peran Setara Perempuan

23 Des 2024

Aman, Ini Tiga Barang yang Dipastikan Nggak Akan Terkena PPN 12 Persen

23 Des 2024

Polda Jateng Periksa Senjata Anggota, Buntut Penembakan Siswa SMK hingga Tewas

24 Des 2024

Event Tari Gagal, Penyelenggara Dilaporkan Ke Polda Jateng

24 Des 2024

Mi Dadat Pak Karnan, Legenda Kuliner di Jekulo, Kudus

24 Des 2024

Pemkot Fukushima Jepang bakal Sebar Identitas Pembuang Sampah Sembarangan

24 Des 2024

Sementara di Jabodetabek, Minyak Jelantah Bisa Ditukar dengan Uang di Pertamina

24 Des 2024

'Brain Rot' di Kalangan Gen Alpha, Sebuah Fenomena dan Dampaknya

24 Des 2024

Wisatawan di Jateng Diprediksi Capai 6,4 Juta Selama Libur Nataru

24 Des 2024

Uang Palsu dari UIN Makassar Diklaim Bisa Masuk ATM, Benarkah?

24 Des 2024