BerandaHits
Rabu, 20 Agu 2024 14:44

Menggugat Gagasan Keluarga Utuh; Penyebab Perempuan Enggan Berpisah Meski Menjadi Korban KDRT

Ilustrasi KDRT. (Envato)

Salah satu sebab perempuan tetap diam dan bertahan di tengah rumah tangga yang penuh kekerasan adalah gagasan keluarga utuh yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Inibaru.id - Di masyarakat kita, gambaran keluarga bahagia sering kali digambarkan sebagai keluarga yang utuh—ayah, ibu, dan anak-anak yang hidup bersama dalam satu rumah. Namun, di balik idealisme ini, tersembunyi tekanan sosial yang nggak jarang memaksa perempuan untuk bertahan dalam pernikahan yang penuh kekerasan.

Ketakutan akan dicap sebagai orang yang gagal berumah tangga sering kali lebih kuat dibandingkan dengan keinginan untuk melindungi diri sendiri dari penderitaan.

Persepsi tentang keluarga utuh sebagai simbol kesuksesan sosial menciptakan stigma yang berat bagi perempuan. Masyarakat sering kali melihat perpisahan sebagai bentuk kegagalan, tanpa mempertimbangkan alasan di balik keputusan tersebut.

Dalam situasi di mana kekerasan dan penindasan terjadi dalam rumah tangga, perempuan sering kali merasa terperangkap. Mereka mungkin berpikir bahwa mempertahankan keluarga adalah kewajiban, bahkan jika itu berarti mengorbankan kesejahteraan mereka sendiri.

Selain stigma sosial, perempuan juga sering menghadapi berbagai tantangan praktis yang membuat mereka sulit meninggalkan hubungan yang nggak sehat. Faktor ekonomi, ketergantungan emosional, dan kekhawatiran tentang masa depan anak-anak sering kali menjadi alasan utama mengapa mereka memilih untuk tetap bertahan. Banyak perempuan yang nggak memiliki dukungan yang cukup dari keluarga atau masyarakat, yang semakin memperkuat perasaan terisolasi dan nggak berdaya.

Para perempuan khawatir jika keluarga yang dibangunnya tercerai-berai. (via iNews)

Kondisi ini menciptakan lingkaran setan di mana perempuan terus terjebak dalam situasi berbahaya karena takut menghadapi konsekuensi sosial dan ekonomi dari perpisahan. Padahal, keputusan untuk tetap bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan bukan hanya membahayakan fisik dan mental perempuan, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif pada anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak sehat.

Sudah saatnya masyarakat mengubah cara pandang terhadap pernikahan dan keluarga. Kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang tidak dapat diukur hanya dari keutuhan keluarga. Pernikahan seharusnya menjadi tempat di mana kedua pasangan saling mendukung, menghormati, dan mencintai, bukan menjadi penjara yang membelenggu salah satu pihak.

Perempuan yang memutuskan untuk berpisah karena kekerasan atau penindasan bukanlah orang yang gagal. Mereka adalah individu yang berani mengambil langkah untuk melindungi diri dan anak-anak mereka dari bahaya yang lebih besar.

Masyarakat perlu memberikan dukungan penuh kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Stigma yang mengaitkan perpisahan dengan kegagalan harus dihapuskan, digantikan dengan penghargaan atas keberanian mereka dalam mengambil keputusan yang sulit demi keselamatan dan kebahagiaan diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.

Dengan memahami bahwa kebahagiaan sejati nggak selalu berarti tetap bersama dalam pernikahan yang beracun, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif dan suportif, di mana setiap individu merasa aman untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka sendiri tanpa takut dihakimi.

Semoga makin banyak orang yang terbuka pikirannya dan nggak lagi menghakimi atau memaksa perempuan mempertahankan suami yang kasar ya,Millens. (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: