BerandaHits
Minggu, 9 Des 2023 19:03

Mengenal Kota Layak Huni dan Berkelanjutan ala Prof Bambang Susantono

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono mendapat gelar Profesor Kehormatan (Honoris Causa) Bidang Keahlian Kota Layak Huni dan Berkelanjutan dari Undip. (Humas IKN)

Kota layak huni dan berkelanjutan ala Bambang Susantono, profesor yang baru saja dikukuhkan oleh Universitas Diponegoro Semarang adalah kota yang memberikan kualitas hidup dan kesejahteraan pada masyarakatnya.

Inibaru.id - Sebagian dari kita tentu mendambakan tinggal di kota layak huni yang nyaman, aman, sehat, dan berkelanjutan. Lalu, seperti apa sih kota impian tersebut? Menurut Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono, konsep kota berkelanjutan itu merupakan salah satu strategi yang tepat bagi pengembangan kota di Asia.

Menurut Bambang, kelayakan huni dapat didefinisikan sebagai kualitas hidup dan kesejahteraan yang didukung oleh sistem pemerintahan yang kuat, akses yang adil ke layanan perkotaan yang efisien, dan infrastruktur berkualitas.

“Ide kota layak huni (livable city) menempatkan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat dalam pusat pembangunan perkotaan dan pengambilan keputusan,” ujar Bambang dalam pidatonya saat menerima gelar Profesor Kehormatan (Honoris Causa) Bidang Keahlian Kota Layak Huni dan Berkelanjutan (Livable and Sustainable) dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang pada Sabtu (9/12/2023).

Lebih lanjut, dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Kota Masa Depan di Indonesia dan Asia: Membangun Kota Layak Huni dan Berkelanjutan, Bambang menjelaskan bahwa masa depan Asia adalah perkotaan. Kota-kota di Asia berkembang pesat karena dorongan peluang ekonomi dan sosial.

Pendekatan 5D

Bambang Susantono menawarkan konsep 'Pendekatan 5D' meliputi Design, Density, Diversity, Digitalization, dan Decarbonization. (Humas IKN)

Untuk mewujudkan pertumbuhan kota yang demikian pesat, tentu saja ada tantangan dan permasalahan, seperti peningkatan kesenjangan ekonomi, berkurangnya kohesi sosial, dan degradasi lingkungan serta meningkatnya risiko bencana.

Nah, dari kondisi tersebut, Bambang menawarkan konsep "Pendekatan 5D" yang biisa dipertimbangkan untuk menelaah ulang kondisi perkotaan, yakni Design, Density, Diversity, Digitalization, dan Decarbonization. Apakah itu? Mari kita bahas satu per satu!

1. Design

Design, khususnya desain spasial perlu ditinjau ulang agar lebih terdesentralisasi dan mampu mengatasi berbagai guncangan, termasuk ekonomi, finansial, kesehatan, dan perubahan iklim.

2. Density

Desinty atau kepadatan dapat membawa kerugian sekaligus keuntungan. Terbukti saat Covid 19 penyakit cepat menyebar di kawasan yang padat. Saat yang sama, kawasan itu mendukung terjadinya perputaran ekonomi saat ada karantina wilayah.

3. Diversity

Berkaitan dengan diversity atau keragaman, pandemi menyadarkan pentingnya kemudahan akses ke layanan dasar bagi seluruh warga kota tanpa terkecuali, termasuk pekerja informal dan kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, lansia, dan anak-anak.

4. Digitalization

Kehidupan digital adalah keniscayaan sebagai bentuk the new normal. Menurut Bambang, digitalisasi membuka peluang bagi usaha mikro dan kecil, mendorong otomasisasi yang humanis, dan memberi metode alternatif bagi masyarakat dalam mengonsumsi barang dan jasa.

"Kehidupan digital juga telah berdampak nyata dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan," jelasnya.

5. Decarbonization

Perubahan iklim dan berbagai permasalahannya telah dan akan sangat mewarnai pembangunan dan pengelolaan kota. Karena itu, kehidupan perkotaan yang rendah karbon menjadi sangat penting dalam manajemen pembangunan kota.

Itulah konsep kota keren ala Prof Bambang ya, Millens. Kota semacam ini nggak hanya fantasi belaka dan sangat mungkin diwujudkan. Kota-kota di Indonesia bisa bertransformasi menjadi kota layak huni dan berkelanjutan, tentu dengan adanya infrastruktur yang baik, investor, dan SDM yang mumpuni. (Siti Khatijah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Kantongi KTP Palsu, WN Myanmar Ditangkap Petugas Imigrasi

12 Des 2024

Benarkah Nama Kecamatan Jebres di Kota Solo Terinspirasi dari Nama Orang Belanda?

12 Des 2024

Keputusan FIFA tentang Tuan Rumah Piala Dunia dan Kontroversi Arab Saudi

12 Des 2024

Sindrom Ksatria Putih, Ketika Menolong Menjadi Beban Emosional

12 Des 2024

Budaya Makan Orang Korea yang Perlu Kamu Tahu

12 Des 2024

Pasangan Muda Banyak yang Bercerai, Gen Z Makin Ogah Menikah

12 Des 2024

Ruang Baca dan Diskusi Literasi di Kudus, Klub Buku Maossae

12 Des 2024

Gelar ACM, Bandara Ahmad Yani Semarang Bersiap Sambut Libur Nataru 2024/2025

12 Des 2024

Kala 'Slow Living' Mulai Diminati Generasi Muda Indonesia

13 Des 2024

Hadapi Bencana, Wapres Gibran akan Hadir Apel Kesiapsiagaan Bencana di Semarang

13 Des 2024

Enam Cagub dari PDIP Menggugat Hasil Pilkada 2024 ke MK

13 Des 2024

Tarif Layanan Diskon 50 Persen, Penumpang di Bandara Ahmad Yani Bakal Meningkat

13 Des 2024

Dua Pekan Terendam Banjir, Desa Batu di Demak Jadi Mirip Rawa

13 Des 2024

PNS di Tokyo Bakal Kerja 4 Hari Per Minggu Mulai 2025

13 Des 2024

Antisipasi Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah, Pemprov Upayakan Modifikasi Cuaca

13 Des 2024

Membangun 'Man Cave' di Rumah, Apakah Perlu?

13 Des 2024

Indonesia Juara FIFAe World Cup 2024; E-Sport Kita Makin Berkembang

14 Des 2024

Legenda Kali Woro; Tentang Kesombongan Manusia terhadap Alam

14 Des 2024

Menguak Rahasia Rasa Manis Ubi Cilembu, Benarkah Karena Diberi Gula atau Madu?

14 Des 2024

Minimarket di Korea Selatan, Lebih dari Tempat Belanja, Kini Jadi Tujuan Wisata

14 Des 2024