BerandaHits
Minggu, 23 Nov 2024 16:03

Kekerasan pada Perempuan; Siapa yang Salah?

Ilustrasi perempuan korban kekerasan. (Tempo)

Perempuan nggak seharusnya terus hidup dalam ketakutan akan kekerasan atau pelecehan. Cara berpakaian bukan alasan yang membenarkan tindakan pelecehan, karena kesalahan sepenuhnya ada pada pelaku. Sudah saatnya masyarakat berhenti menyalahkan korban dan mulai menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan.

Inibaru.id - Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat seharusnya membuat kita semua merenung. Mengapa perempuan harus terus-menerus berjuang untuk menemukan tempat aman? Bukankah idealnya, di mana pun mereka berada, mereka berhak merasa aman tanpa perlu khawatir akan keselamatan diri?

Salah satu stigma yang sering muncul dalam kasus kekerasan terhadap perempuan adalah anggapan bahwa cara berpakaian perempuan menjadi salah satu penyebab. Padahal, logika ini nggak hanya keliru, tetapi juga merugikan. Perempuan yang berpakaian kurang tertutup atau sesuai dengan preferensinya bukanlah alasan yang membenarkan pelecehan. Perbuatan buruk itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pelaku, bukan korbannya.

Yang seharusnya menjadi fokus adalah pendidikan moral dan kesadaran masyarakat. Setiap individu, terutama laki-laki, perlu diajarkan untuk mengontrol perilaku dan hormat terhadap sesama. Kekerasan bukan hanya tentang tindakan fisik, tetapi juga tentang pola pikir yang menormalisasi perilaku salah.

Selain itu, penting bagi kita untuk memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan. Undang-undang yang tegas dan penegakan hukum yang konsisten dapat memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan.

Apa pun yang dikenakan perempuan nggak lantas menjadi pembenaran tindak kekerasan. (Freepik)

Di sisi lain, masyarakat harus mulai menghapus budaya menyalahkan korban. Jangan lagi bertanya, “Apa yang dia lakukan atau kenakan hingga dilecehkan?” tetapi tanyakan, “Mengapa pelaku merasa punya hak untuk melecehkan?”

Perempuan nggak seharusnya terus hidup dalam ketakutan. Aman bukanlah hak istimewa, melainkan hak mendasar yang harus dimiliki setiap individu, termasuk perempuan, tanpa terkecuali.

Yuk kita ciptakan lingkungan di mana perempuan dapat merasa aman, dihormati, dan bebas menjalani hidup tanpa rasa khawatir. Karena pada akhirnya, kesalahan nggak pernah ada pada korban, tetapi pada pelaku yang memilih untuk berbuat salah. Kamu setuju kan, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024

Dilema Membawa Anak ke Tempat Kerja

21 Nov 2024

La Nina Masih Berlanjut, BMKG Minta Kita Makin Waspada Bencana Alam

21 Nov 2024

Kematian Bayi dan Balita: Indikator Kesehatan Masyarakat Perlu Perhatian Serius

21 Nov 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto: OTT Pintu untuk Ungkap Korupsi Besar

22 Nov 2024

Menelisik Rencana Prabowo Pengin Indonesia Hentikan Impor Beras Mulai 2025

22 Nov 2024

Meriung di Panggung Ki Djaswadi, sang Maestro Kentrung dari Pati

22 Nov 2024

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan, Itulah Prinsip Wabi-Sabi

22 Nov 2024

Mencegah Kecelakaan Maut di Turunan Silayur, Ngaliyan, Semarang Terulang

22 Nov 2024

Apa Alasan Orang Jepang Tidur di Lantai?

22 Nov 2024

Rute Baru Semarang-Pontianak Resmi Dibuka di Bandara Ahmad Yani Semarang

22 Nov 2024

Bagaimana Sebaiknya Dunia Pariwisata Menghadapi Kebijakan PPN 12 Persen?

23 Nov 2024

Asal Mula Penamaan Cepogo di Boyolali, Terkait Peralatan Dapur

23 Nov 2024

Mengapa Warna Bangunan di Santorini Dominan Putih dan Biru?

23 Nov 2024

Kekerasan pada Perempuan; Siapa yang Salah?

23 Nov 2024

Wejangan Raden Alas: Warga Blangu, Sragen Dilarang Beristri Dua

23 Nov 2024

Alokasi Ditambah, Serapan Pupuk Bersubsidi di Jawa Tengah Capai 60,23 Persen

23 Nov 2024

Menguak Sejarah dan Alasan Penamaan Tulungagung

24 Nov 2024