BerandaFoto Esai
Senin, 27 Jun 2021 12:33

Penny Farthing Semarang Harus Tetap Ada, Estafet Jatuh ke Tangan Anak

Setelah Daronjin mangkat, bengkel sepeda Penny Farthing di Semarang rupanya nggak otomatis gulung tikar. Usaha pembuatan sepeda unik ini kini diambil alih sang anak.

Inibaru.id - Di kalangan para pencinta sepeda di Kota Semarang, khususnya yang menggemari jenis penny farthing, Daronjin bukanlah nama yang asing. Dialah pemilik bengkel sekaligus pemodifikasi sepeda model klasik yang dulu dikenal di Eropa tersebut. Kematiannya pada 27 Mei 2021 lalu menjadi duka bagi banyak orang.

Semula, nggak sedikit yang mungkin mengira bengkel itu bakal ikut terkubur bersama mangkatnya lelaki asal Bangetayu, Genuk, tersebut. Namun, ternyata, tongkat estafet kini jatuh ke tangan putra tunggalnya, Ardyan Dhimas Pratama. Dialah penerus usaha tersebut.

Christiana Ady Winanti, istri Daronjin, mengaku mendiang suaminya sebelum mangkat sempat guyon dengan mengatakan usahanya harus diteruskan oleh anaknya kalau dia meninggal, Rupanya, ini menjadi salah satu wejangan terakhir sang suami,

“Iya, sempat berpesan untuk melanjukan usaha, sambil guyonan," tutur perempuan yang hingga kini masih sulit percaya suaminya telah meninggal tersebut.

Hal ini pun diamini sang anak. Ardyan nggak pernah menduga harus menggantikan peran ayahnya dengan waktu yang semendadak ini. Rasa berduka tentu sempat menyelimuti keduanya. Namun, Ardyan mengeraskan hati karena sadar hidup harus terus berjalan.

“Yang lalu biarlah berlalu, sekarang tinggal gimana caranya saya meneruskan cita-cita bapak yang belum terwujud,” ucap pemuda tanggung ini.

Ardyan pun kemudian membeberkan beberapa cita-cita orang tuanya yang belum kesampaian terkait usaha yang per buahnya bisa dibanderol jutaan rupiah ini. Dia mengenang, ayahnya bercita-cita membuat sepeda penny farthing beroda tiga. Ayahnya juga pengin bisa memamerkan karyanya di tempat wisata tersohor seperti Candi Borobudur.

Mungkin, tapi Butuh Banyak Belajar

Menggantikan sang ayah dan memikul tugas berat "melestarikan" bisnis pembuatan penny farthing tentu bukanlah perkara mudah. Ardyan mengaku, dirinya memang sempat diajari cara membuatnya, tapi agaknya dia harus lebih banyak belajar untuk membuat sepeda yang ngetren di Eropa pada 1870-an tersebut.

“Saya baru lulus SMA sudah diterima kuliah malam di Universitas Semarang. Fokus utamanya ilmu yang diturunkan bapak sembari mengenyam pendidikan di bidang IT,” ucap lelaki kelahiran 2003 ini.

Untuk urusan pembuatan sepeda, Ardyan sejatinya sudah cukup mumpuni. Nggak lama setelah Daronjin meninggal, Ardyan sudah sempat menyelesaikan beberapa pesenan sepeda yang harganya bisa mencapai puluhan juta tersebut, sebelum akhirnya memutuskan close order untuk sementara waktu.

Lelaki ramah itu bahkan sudah sering membantu ayahnya berjualan di Insagram, yang sudah dilakukannya sejak duduk di bangku SMP.

"Kalau ada orang luar negeri mau pesan, saya juga yang menerjemahkannya,” ucap Ardyan sembari menunjukkan laman ayahnya di Instagram.

Jadi, yang dibilang Ardyan sebetulnya bukanah ketidaksiapan dalam membuat penny farthing, melainkan ketakutan kalau-kalau nggak bisa membuat sepeda sebaik ayahnya. Hm, rasa kurang percaya diri bagus, kok untuk membuat kita terus belajar. Semangat,Ardyan! (Triawanda Tirta Aditya)

Ardyan, putra mendiang Daronjin yang kini meneruskan profesi ayahnya.<br>
Rumahnya berlokasi di Sedayu Indah Claster, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.<br>
Kini Ardyan harus menggeluti keahlian ayahnya yang diakui dunia.<br>
Istri Daronjin juga sesekali membantu proses pembuatan sepeda.<br>
Ardyan masih harus banyak belajar pakem-pakem pembuatan sepeda klasik asal eropa ini.<br>
Foto mendiang Darojin.<br>
Berbagai ban dari sepeda Penny Farthing.<br>
Istri dan anak Daronjin menunjukkan piagam penghargaan milik sang maestro.<br>
Proses pembuatan sepeda ini memakan waktu sekitar 6 bulan.<br>
Daronjin dan keluarganya tinggal di rumah sederhana.<br>

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024