Inibaru.id - Di kalangan para pencinta sepeda di Kota Semarang, khususnya yang menggemari jenis penny farthing, Daronjin bukanlah nama yang asing. Dialah pemilik bengkel sekaligus pemodifikasi sepeda model klasik yang dulu dikenal di Eropa tersebut. Kematiannya pada 27 Mei 2021 lalu menjadi duka bagi banyak orang.
Semula, nggak sedikit yang mungkin mengira bengkel itu bakal ikut terkubur bersama mangkatnya lelaki asal Bangetayu, Genuk, tersebut. Namun, ternyata, tongkat estafet kini jatuh ke tangan putra tunggalnya, Ardyan Dhimas Pratama. Dialah penerus usaha tersebut.
Christiana Ady Winanti, istri Daronjin, mengaku mendiang suaminya sebelum mangkat sempat guyon dengan mengatakan usahanya harus diteruskan oleh anaknya kalau dia meninggal, Rupanya, ini menjadi salah satu wejangan terakhir sang suami,
“Iya, sempat berpesan untuk melanjukan usaha, sambil guyonan," tutur perempuan yang hingga kini masih sulit percaya suaminya telah meninggal tersebut.
Hal ini pun diamini sang anak. Ardyan nggak pernah menduga harus menggantikan peran ayahnya dengan waktu yang semendadak ini. Rasa berduka tentu sempat menyelimuti keduanya. Namun, Ardyan mengeraskan hati karena sadar hidup harus terus berjalan.
“Yang lalu biarlah berlalu, sekarang tinggal gimana caranya saya meneruskan cita-cita bapak yang belum terwujud,” ucap pemuda tanggung ini.
Ardyan pun kemudian membeberkan beberapa cita-cita orang tuanya yang belum kesampaian terkait usaha yang per buahnya bisa dibanderol jutaan rupiah ini. Dia mengenang, ayahnya bercita-cita membuat sepeda penny farthing beroda tiga. Ayahnya juga pengin bisa memamerkan karyanya di tempat wisata tersohor seperti Candi Borobudur.
Mungkin, tapi Butuh Banyak Belajar
Menggantikan sang ayah dan memikul tugas berat "melestarikan" bisnis pembuatan penny farthing tentu bukanlah perkara mudah. Ardyan mengaku, dirinya memang sempat diajari cara membuatnya, tapi agaknya dia harus lebih banyak belajar untuk membuat sepeda yang ngetren di Eropa pada 1870-an tersebut.
“Saya baru lulus SMA sudah diterima kuliah malam di Universitas Semarang. Fokus utamanya ilmu yang diturunkan bapak sembari mengenyam pendidikan di bidang IT,” ucap lelaki kelahiran 2003 ini.
Untuk urusan pembuatan sepeda, Ardyan sejatinya sudah cukup mumpuni. Nggak lama setelah Daronjin meninggal, Ardyan sudah sempat menyelesaikan beberapa pesenan sepeda yang harganya bisa mencapai puluhan juta tersebut, sebelum akhirnya memutuskan close order untuk sementara waktu.
Lelaki ramah itu bahkan sudah sering membantu ayahnya berjualan di Insagram, yang sudah dilakukannya sejak duduk di bangku SMP.
"Kalau ada orang luar negeri mau pesan, saya juga yang menerjemahkannya,” ucap Ardyan sembari menunjukkan laman ayahnya di Instagram.
Jadi, yang dibilang Ardyan sebetulnya bukanah ketidaksiapan dalam membuat penny farthing, melainkan ketakutan kalau-kalau nggak bisa membuat sepeda sebaik ayahnya. Hm, rasa kurang percaya diri bagus, kok untuk membuat kita terus belajar. Semangat,Ardyan! (Triawanda Tirta Aditya)