BerandaFoto Esai
Senin, 27 Sep 2020 10:19

Para Pahlawan dari Selokan Kota Semarang

Para pembersih selokan Kota Semarang.

Di balik amannya Kota Semarang dari banjir, ada jasa besar dari para pekerja pembersih selokan ini. Saban hari mereka menyisir pembuangan air. Mereka merangkak, bahkan bermandikan lumpur, untuk memastikan semua saluran lancar. Merekalah para pahlawan dari selokan Kota Semarang.<br>

Inibaru.id - Pagi selalu saja terburu-buru di pusat Kota Lunpia. Jalanan penuh pekerja, diburu waktu, berbalur debu, di antara mesin-mesin kendaraan yang menderu-deru. Di antara mereka, ada saya yang ambil bagian.

Di rimba kota Semarang itu, di tengah pandemi yang belum juga usai, ada sekelompok pekerja yang rasanya nggak pernah absen dari pandangan saya. Bekerja sejak pagi-pagi sekali, merekalah para pembersih selokan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang.

Mereka ada di gorong-gorong kota, berteman dengan sampah, an berkubang lumpur. Beberapa hari ini saya sengaja mengikuti cara kerja para "pahlawan dari selokan" ini. Selain selokan, sungai-sungai kecil juga menjadi tempat kerja mereka.

Pada Senin (21/9/2020), saya bertemu dengan Sumino (70) di Kali Berok. Ketika saya temui, sosok yang telah menjadi pembersih selokan sejak 1990-an itu sedang istirahat siang. Dia tengah membersihkan diri.

"Racun harus dilawan racun," celetuknya, mengetahui keheranan saya karena melihat dia yang bersih-bersih diri dengan air Kali Berok, alih-alih air bersih.

Sumino memang unik. Di tengah obrolan kami, lelaki paruh baya yang menjadikan pekerjaannya sebagai ibadah tersebut bahkan sempat berkelakar pada temannya yang mengeluhkan sampah yang nggak ada habisnya meski mereka bersihkan tiap hari.

“Itu keseimbangan alam," kata sosok yang mengaku mengakrabi segala jenis sampah dan bangkai di selokan tanpa merasa jijik, tapi sangat mewaspadai ular dan pecahan beling itu. "Kalau kalinya bersih, kamu nggak kerja!”

Berbeda dengan Sumino, Yudi yang baru sebulan menjadi pembersih sampah di sektor pusat kota mengaku semula sempat jijik. Namun, lantaran butuh pekerjaan, dia pun bersedia menjalaninya.

“Sampah dari selokan ini (kini) sudah seperti teman,” ujarnya.

Terdampak Pandemi

Rasionalisasi anggaran untuk mengatasi Covid-19 di Kota Semarang rupanya turut berimbas pada berkurangnya jumlah pasukan pembersih selokan ini. Kasi Drainase DPU Hisam Ashari, saat ini mereka mengutamakan pekerja lokal yang tinggal di Semarang.

Sebagai informasi, para pembersih selokan di Kota Semarang kebanyakan adalah pekerja lepas yang nggak terikat kontrak. Upah mereka menyesuaikan UMR dan indeks harga satuan Kota Semarang. Mereka meng-cover berbagai sudut di sekitar pusat kota.

Hisam menjelaskan, DPU membagi selokan dalam beberapa kategori, yakni titik banyaknya sampah, estetika kota, dan rawannya genangan. Saat ini, lanjutnya, Pemkot Semarang menginstruksikan DPU untuk sigap menangani semua laporan dan keluhan yang muncul dari berbagai media.

Saya sempat memperhatikan, sebagian pekerja selokan di Kota Semarang berusia paruh baya laiknya Sumino. Hal ini rupanya diiyakan Hisam. Dia menuturkan, orang-orang yang telah lama bekerja memang berusaha mereka pertahankan.

“Ada yang sudah bekerja bertahun-tahun lamanya,” akunya.

Ah, betapa mulia pekerjaan mereka! Tanpa kesigapan mereka, entah apa jadinya orang-orang di kota yang selalu tergesa-gesa ini saat mendapati pagi harinya dihadapi selokan mampet, jalan tergenang, atau sampah yang membludak di comberan.

Tak berlebihan kalau saya menyebut mereka para pahlawan dari selokan. Berkat mereka, kita bisa tidur tenang tanpa ada genangan! (Audrian F/E03)

Bahu-membahu mengangkut sampah penyumbat selokan.<br>
Sumino (70) di tengah Sungai Berok dan gedung-gedung tua Kota Lama. <br>
Menunggu giliran masuk.<br>
Mengangkut sendimen lumpur.<br>
Melihat para pembersih selokan bekerja. <br>
Membersihkan sungai dari eceng gondok.<br>
Langsung memungut dengan tangan.<br>
Dari bawah gorong-gorong kota.<br>
Yudi dan sampah-sampah selokan yang sudah dia anggap teman.<br>
Para pahlawan dari selokan Kota Semarang.<br>

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024