Inibaru,id - Ting! Ting! Ting! Suara logam beradu dengan palu masih bisa terdengar di bantaran sungai Banjir Kanal Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah. Suaranya nyaring, namun entah kenapa terasa sendu, terdengar lirih dan parau dari kejauhan.
Kawasan di bilangan Bugangan yang saat ini dikenal sebagai Kampung Tematik Logam tersebut adalah pusat pengolahan logam yang sudah dikenal sejak medio 1970-an. Nyaris di sepanjang jalan yang juga disebut sebagai kawasan Barito itu terpajang rapi peralatan rumah tangga berbahan logam.
Dulu, perkakas yang paling banyak dipajang adalah kompor minyak. Lalu ada oven, ceret, dandang, wajan, mesin penggiling, dan banyak pernak-pernik logam lainnya. Marino, lelaki 69 tahun yang sudah berjualan perkakas logam di Bugangan sejak 1976 mengatakan, kompor memang menjadi produk yang paling laku.
“Dulu, paling laku ya kompor. Sekarang bervariasi, mulai dari wajan hingga oven tangkring,” kenang lelaki bersahaja tersebut, Jumat (3/9/2021). "Yang beli nggak hanya dari Semarang, ada yang datang dari Kendal, Magelang, Salatiga, dan Demak."
Namun, Marino harus mengakui kalau masa kejayaan perkakas logam di Bugangan agaknya sudah mulai turun. Bahkan, selama menjalani bisnis ini penjualan produk-produk bikinannya juga sudah berkali-kali mengalami pasang surut.
“Bisnis ya kadang ramai, kadang sepi; apalagi semenjak Barito digusur, terus ada (pandemi) corona, penjualan tambah menurun,” ungkap Marino sembari melayani pembeli.
Masa kejayaan yang turun bukan berarti bisnisnya benar-benar mati. Logam masih berdenting, hanya sedikit lirih. Marino juga nggak pengin menyerah begitu saja. Dia mengaku tetap membuat produk dengan kualitas terbaik agar pelanggan setianya nggak kabur.
Dari Warung hingga Restoran
Sebagaimana Marino, Henny Handayani mengakui ada penurunan jumlah penjualan yang cukup signifikan saat kawasan Barito digusur. Henny yang sudah berjualan sejak 10 tahun terakhir paham betul penurunan grafik penjualan panci cs dalam beberapa tahun terakhir.
Perlu kamu tahu, Barito yang berada di bantaran sungai mengalami normalisasi pada 2018 lalu. Kios-kios yang banyak berdiri di sekitar lokasi tersebut digusur dan dipindahkan ke Pasar Klithikan Penggaron dan Pasar Banjardowo Genuk. Sementara, kawasan itu kemudian dijadikan Taman Banjir Kanal Timur.
Henny tentu saja sedih dengan penggusuran tersebut karena berimbas cukup signifikan pada penjualan produk logam di tempatnya. “Ya gimana, tempat ini sudah sangat legendaris. Orang luar kota belinya pasti ke sini, Cuman, ya itu, semenjak barito digusur, banyak pelanggan kabur.”
Kendati penjualan mengalami penurunan, perempuan 47 tahun itu enggan berlarut-larut. Henny mengatakan, saat ini masih ada pembeli yang datang, biasanya mereka mencari produk spesial, misalnya dari warung, hotel, hingga restoran.
Sekilas melihat, produk-produk yang dijual Henny memang tampak kokoh dan berkualitas, cocok untuk peranti industri. Harga yang ditawarkan juga cukup beragam, mulai dari Rp 100 ribu untuk produk ukuran 25 sentimeter hingga Rp 1 juta untuk yang berukuran 50 sentimeter.
“Alhamdulilah masih ada yang laku. Cukuplah buat kebutuhan sehari-hari,” ujar Henny dengan wajah penuh rasa syukur.
Tiba-tiba angin berdesir, menggoyang-goyang perkakas logam. Panci dan wajan saling beradu, menimbulkan denting-denting lirih di kampung tersebut. Ah, semoga terus berdenting di Bugangan!(Triawanda Tirta Aditya/E03)