Inibaru.id - Sore itu basah sekali. Hujan intens yang turun sejak pagi hanya sesekali saja berhenti. Di hadapan saya, di bilangan Pleburan, Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah, sepeda hias dan becak lampu terparkir berderet di sebuah lahan kosong, tanpa pemilik. Akhir-akhir ini hujan lebat memang hampir setiap hari mendera Kota Lunpia.
Sudah pukul 17.00 WIB dan belum ada satu pun pemilik persewaan becak lampu ini datang untuk mengambil dan membawa sumber penghasilan mereka tersebut ke Simpang Lima. Putus asa rasanya, karena setahu saya becak-becak itu biasanya sudah ditata dan digelandang selepas Asar, sekitar pukul 15.30 WIB.
Perlu kamu tahu, sebagian becak lampu yang disewakan di Simpang Lima memang dititipkan di tempat ini, lahan kosong yang berlokasi nggak jauh dari permukiman warga di belakang Bank Indonesia Semarang. Nggak semua becak, mobil gowes, dan sepeda hias, di tempat tersebut berfungsi. Sebagian di antaranya rusak dan nggak laik pakai. Bahkan, ada yang dijerat semak belukar.
Saya sudah menyerah dan berniat pulang, setelah menunggu lebih dari dua jam, saat seorang pemilik becak lampu datang. Fiko namanya. Semula dia mengaku sudah memutuskan untuk nggak akan "narik" karena hujan belum juga reda sore itu.
“Sebelumnya nggak narik, tapi kok ini terang. Ya, sudah, berangkat!” ungkapnya, Kamis (25/2/2021).
Yang disebut "terang" oleh Fiko sebetulnya masih gerimis, tapi intensitasnya memang sudah jauh lebih berkurang. Dia bertaruh, hujan bakal benar-benar berhenti setelahnya. Dia pun berharap, rezekinya akan lancar malam itu karena sebagian besar penyedia becak lampu lain dipastikan bakal enggan narik karena hujan.
Persewaan becak lampu yang dikelola Fiko dijalankan bersama dua temannya, Saat dan Hirman. Ketiganya bukan warga setempat. Mereka bertiga merantau ke Semarang pada usia yang masih sangat muda. Fico dan Hirman berusia 18 tahun, sedangkan Saat 22 tahun.
“Kami di sini cuma bekerja. Becak ini bukan milik kami,” kata Fiko sembari menggandengkan lima unit becak lampu untuk dibawa ke Simpang Lima. Nantinya becak-becak itu bakal dibawanya sendiri, digelandang melewati jalan raya, berurutan laiknya kereta.
Pemilik persewaan kendaraan hias umumnya memiliki 25 sampai 30 unit. Di Pleburan, ada beberapa tempat lapang yang digunakan untuk memarkirkan becak warna-warni yang dihiasi lampu kerlap-kerlip ini.
Untuk menuju Simpang Lima, Fiko melewati gang-gang sempit di Jalan Erlangga. Saya nggak yakin bisa mengendalikan lima kendaraan itu, tapi dia bisa melakukannya dengan mudah. Di Simpang Lima, Fiko sudah disamput Saat yang sebelumnya juga telah menyiapkan accu-accu untuk daya lampu becak.
“Ini ambil lima becak dulu. Nggak tahu cuacanya soalnya,” kata Saat, yang nggak lama kemudian hujan justru turun tambah deras. Dia yang masih mengenakan jas hujan pun tersenyum pasrah. “Kalau nggak berhenti sampai malam, ya, balik. Tapi, kalau terang, becaknya kami tambah.”
Tahun yang Berat
Awal 2021 menjadi waktu yang lumayan berat bagi Fiko dan kawan-kawan. Cuaca yang lumayan kelam, hujan tiap malam dan belum lama ini bahkan banjir, membuat Simpang Lima kerap sepi pada malam hari. Kendati Pemkot Semarang sudah melonggarkan jam malam di Simpang Lima, penghasilan mereka nggak juga membaik.
Untuk kamu yang belum pernah menyewa kendaraan hias ini, becak dan sepeda bisa kamu pinjam dengan harga yang beragam. Untuk yang ukuran besar dan bisa menampung banyak orang, harganya mencapai Rp 50 ribu, yang sedang Rp 30 ribu, dan untuk sepeda panjang Rp 40 ribu.
“Kalau ramai, harganya bisa berubah. Kan saingan, jadi saling tawar-menawar,” terang Saat. Kalau sedang ramai, dalam sehari Saat mengaku bisa meraup lebih dari Rp 1 juta. Namun, kalau sepi dan cuaca nggak mendukung, sehari mendapat Rp 100 ribu saja sudah bagus.
Selepas azan Maghrib, hujan reda. Ketiganya nggak jadi pulang. Becak dan sepeda yang sebelumnya berlum ditata pun mulai dirapikan. Accu-accu yang semula disiapkan pun dipasang dan kerlap-kerlip lampu hias pun mulai dinyalakan. Saatnya bekerja!
Entah kapan musim hujan bakal berakhir. Namun, saya yakin asa para penyedia becak lampu di Simpang Lima ini akan terus ada, meski saat ini mungkin hanya kerlip. Seperti saya, mereka memang harus tetap urup biar tetap urip. Ah, nasib! Ha-ha. (Audrian F/E03)