BerandaAdventurial
Senin, 1 Des 2024 12:08

'Nguber Sumber' di Sendang Gayam: Ketika Alam Mengajarkan Arti Harapan

Sendang Gayam merupakan mata air yang berlokasi di Kalialang Baru, Gunungpati, Semarang. Sendang ini memiliki air yang jernih dan dimanfaatkan warga untuk minum, masak, cuci, dan lain sebagainya. (Inibaru.id/ Afwan)

Kita terlalu sering mengeringkan mata air dengan keserakahan. Kini saatnya kita menyelamatkan mata air dengan kesadaran.

Inibaru.id - Pagi itu, Sabtu (30/11), tepat pukul 10.00, saya tiba di Sendang Gayam, sebuah mata air yang tersembunyi di wilayah Kalialang Baru, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

Udara dingin menguar dari rimbunnya pepohonan yang mengelilingi sendang, seolah mengisyaratkan bahwa saya sedang memasuki wilayah yang masih dijaga dengan baik oleh alam.

Bertajuk Nguber Sumber, acara ini digagas oleh Ikhwan Syaefulloh, pendiri pesantren kontemporer Santrendelik Semarang, yang berkolaborasi dengan Inibaru.id.

Seperti judulnya, misi kami adalah mengejar (nguber) mata air (sumber) yang terlantar, sekarat, dan mulai surut, untuk diselamatkan. Terdengar sederhana, tapi begitu mendalam artinya bagi kami.

Memulai dengan Membuka Jalan

Tim Nguber Sumber sedang blusukan mencari keberadaan Sendang Gayam. Kondisi di sekitar mata air masih asri dan cukup terjaga. (Inibaru.id/ Ike Purwaningsih)

Menuju Sendang Gayam bukanlah pekerjaan mudah. Kami harus memulainya dengan membuka akses jalan setapak yang tertutup ilalang dan tanaman liar, yang ukurannya bahkan sebagian lebih tinggi dari tubuh saya. Di sisi kiri dan kanan kami rumpun bambu menjuntai, batangnya berderit ditingkah angin, membunyikan siulan yang terasa syahdu di telinga.

Sukarelawan yang membawa arit berjalan di depan, melangkah sembari menebas ilalang agar kami nggak kesulitan melaju. Sisanya, yang membawa peralatan bersih-bersih, mengikuti dari belakang. Ikhwan mengatakan, hari itu agenda kami memang hanya akan membuka jalan dan bersih-bersih secukupnya.

“Ini konsepnya bukan cuma cari mata air, tapi juga ngecek apakah kondisinya baik atau butuh restorasi. Kalau memang area sekitar mata air kotor, ya kita bersihkan,” ujarnya.

Sepanjang perjalanan, dia bercerita tentang filosofi “nguber sumber” yang tak sekadar perkara menemukan mata air, tapi juga menyadari pentingnya hubungan manusia dengan alam.

Tak butuh waktu lama hingga kami akhirnya menemukan tembok yang memagari area sendang, yang tertutup rerimbunan ilalang, pohon besar, dan tumbuhan bambu. Mata air itu airnya jernih, hanya area sekitarnya yang kurang terawat; tertutupi daun bambu dari mulut hingga bagian dalam sendang.

Untungnya, kondisi Sendang Gayam masih terjaga. Tumbuhan besar seperti jati, pohon buah, dan bambu menjadi penjaga setia mata air ini. Kami pun membersihkan area sekitar, memangkas ilalang yang meninggi dan membersihkan sampah yang mengganggu.

Mata Air yang Mengairi Lima Wilayah

Sejumlah tim Nguber Sumber sedang membersihkan sampah-sampah daun kering di Sendang Gayam, Kalialang Baru, Gunungpati, Semarang. (Inibaru.id/ Ike Purwaningsih)

Tatik, seorang warga Kalialang Baru yang rumahnya tak jauh dari sendang mengungkapkan, mata air ini mengairi lima desa, termasuk Kalialang Baru. Masyarakat memanfaatkannya untuk minum, mencuci, memasak, dan lain sebagainya.

“Sudah sejak lama, debit air di Sendang Gayam tak pernah berkurang. Bahkan, saat musim kemarau panjang, airnya tetap melimpah,” ujarnya dengan senyum hangat.

Saya perhatikan, memang ada pipa-pipa sederhana yang terpasang di sekitar sendang. Dari sinilah sepertinya air dialirkan ke rumah warga. Sistemnya sederhana, tapi cukup menjadi bukti nyata bagaimana alam dan manusia saling bergantung

Tatik menuturkan, sekurangnya setahun sekali warga bergotong royong untuk membersihkan sendang tersebut.

"Meski tidak sering, tapi kami rutin bersihkan, karena kami bergantung pada sendang ini," akunya.

Langkah Kecil yang Harus Dimulai

Tim Nguber Sumber yang diinisiasi oleh Ikhwan Syaefulloh melalui Santrendelik berkolaborasi dengan Inibaru.id. (Inibaru.id/ Ike Purwaningsih)

Perlu kamu tahu, dari seluruh air di bumi, 97 persen di antaranya adalah air laut yang asin, sisanya air tawar. Sebanyak 3 persen yang tersisa itu, sebagian besar tersimpan dalam bentuk es di kutub dan gletser. Sementara, yang benar-benar kita manfaatkan nggak lebih dari 1 persen.

Fakta ini membuat saya tersadar betapa berharganya sumber mata air seperti Sendang Gayam ini. Di tengah ancaman penggundulan hutan dan perubahan iklim, mata air adalah harta berharga penopang kehidupan yang wajib dijaga.

“Kalau kehilangan mata air, kita sebenarnya kehilangan harapan,” ujar Ikhwan yang seketika membuat saya termenung.

Maka, saya memandang Nguber Sumber adalah langkah penting yang harus dilakukan; sebuah ajakan untuk peduli, lalu bertindak dan bergerak bersama. Nantinya, gerakan ini akan meluas, dari membuka akses jalan menuju sendang hingga menanam pohon, bahkan menjaga hutan di sekitarnya. Bukan nggak mungkin juga ke depan kita akan berkolaborasi dengan masyarakat sekitar untuk hidup berdampingan dengan mata air yang menghidupi mereka.

Menanam pohon, menjaga hutan, hingga membersihkan sendang seperti yang kami lakukan hari itu, adalah langkah kecil dengan harapan membawa dampak besar. Menjaga mata air berarti menjaga kehidupan generasi mendatang, memastikan bahwa mereka masih bisa menikmati air yang sama seperti kita hari ini.

Ketika semua pekerjaan selesai, saya kembali duduk di tepi sendang, membiarkan kaki menyentuh air yang dingin itu. Sekali lagi, saya terpikir betapa setianya Sendang Gayam ini, mengalirkan kehidupan tanpa pilih kasih. Airnya yang bening seakan menjadi cermin, mengingatkan manusia untuk terus menjaga apa yang menjadi sumber kehidupan.

Hari mulai beranjak siang ketika kami menyelesaikan semua kegiatan. Langit biru cerah dan suara burung menjadi pengiring langkah kami meninggalkan sendang. Dalam hati, saya berjanji untuk kembali lagi, bukan hanya untuk menikmati ketenangan alamnya, tapi juga untuk terus belajar dari filosofi sederhana yang menjadi inti dari Nguber Sumber, bahwa menjaga mata air adalah menjaga masa depan. (Ike Purwaningsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tanda Diabetes pada Kulit yang Jarang Disadari

8 Des 2024

Berapa Luas Kamar Tidur yang Ideal?

8 Des 2024

Piknik Santai di Rowo Gembongan Temanggung

8 Des 2024

Ombudsman: Terkait Penanganan Kasus Penembakan Siswa SMK, Polrestabes Semarang Nggak Profesional

8 Des 2024

Dekat dengan Candi Prambanan, Begini Keindahan Candi Sojiwan

8 Des 2024

Pemprov Jateng: Pagu 10 Ribu, Makan Bergizi Gratis Nggak Bisa Sediakan Susu

8 Des 2024

Hadirkan Stefan William di Acara Pembukaan, Miniso Penuhi Gaya Hidup Modern dan Kekinian Warga Kota Semarang

8 Des 2024

Ada Tiga Bibit Siklon Tropis Kepung Indonesia, Apa Dampaknya?

9 Des 2024

Menilik Hasil Rekapitulasi Suara Pilkada 2024 di Lima Daerah

9 Des 2024

Produksi Genting di Desa Papringan, Tetap Autentik dengan Cara Tradisional

9 Des 2024

Rekor 1.000 Poin Megawati Hangestri di Liga Voli Korea

9 Des 2024

Peringati Perang Diponegoro, Warga Yogyakarta Gelar Kirab Tongkat Kiai Cokro

9 Des 2024

Tanpa Transit! Uji Coba Direct Train Gambir-Semarang Tawang, KAI Tawarkan Diskon 50 Persen

9 Des 2024

Sidang Kode Etik Kasus Penembakan di Semarang, Hadirkan Saksi dan Keluarga Korban

9 Des 2024

Apa yang Bikin Generasi Z Sering Dideskripsikan sebagai Generasi Paling Kesepian?

9 Des 2024

Kasus Polisi Tembak Siswa SMK, Robig Dipecat Tidak Dengan Hormat!

10 Des 2024

Penembak Siswa SMK 4 Semarang Dipecat; Ayah Korban: Tersangka Nggak Minta Maaf

10 Des 2024

50 Persen Hidup Lansia Indonesia Bergantung pada Anaknya; Yuk Siapkan Dana Pensiun!

10 Des 2024

Asap Indah Desa Wonosari, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Jawa Tengah

10 Des 2024

Hanya Membawa Kerugian, Jangan Tergoda Janji Manis Judi Online!

10 Des 2024