BerandaTradisinesia
Sabtu, 21 Jul 2023 17:44

Tradisi Kungkum di Tugu Soeharto Semarang: Sakral dan Misterius

Ratusan orang duduk di bantaran sungai Kaligarang untuk menunggu tradisi kungkum. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Tradisi berendam atau 'kungkum' di dekat Tugu Soeharto Semarang tiap Malam Satu Suro masih terus lestari hingga kini. Mereka percaya, tradisi puluhan tahun itu bisa mendatangkan keberkahan.

Inibaru.id - Aroma kemenyan tercium menyengat ketika saya berada di dekat Tugu Soeharto Semarang, Selasa (18/7/2023) malam lalu. Menjelang tengah malam, aromanya kian kentara. Orang-orang yang menyambangi monumen yang terletak di bantaran Sungai Kaligarang itu pun kian banyak.

Tiap menjelang pergantian tahun Jawa atau dikenal sebagai Malam Satu Suro, suasana di sekitar tugu setinggi 8 meter tersebut memang selalu begitu. Di tengah suasana yang gelap gulita, mereka berkumpul untuk mengikuti ritual berendam atau kungkum di sungai di dekat tugu tersebut.

Untuk yang belum tahu, kungkum di sungai dekat Tugu Soeharto adalah ritual rutin yang telah berusia puluhan tahun. Menjelang pergantian tahun, orang-orang berendam di tempuran atau pertemuan dua aliran sungai, yakni Kaligarang dan Kreo, itu salah satunya untuk memperoleh kemudahan rezeki.

Malam itu, ratusan orang tampak sudah memadati tanah lapang di dekat tugu yang masuk wilayah Bendan Duwur, Kecamatan Gajahmungkur itu. Saat saya datang, sekompok orang berpakaian Jawa lengkap dengan blangkonnya tengah melakukan sebuah ritus atau doa.

"Mereka sedang melakukan ritus atau semacam pemanggilan arwah," ucap seorang panitia yang enggan disebutkan namanya.

Mendatangkan Keberkahan

Tradisi kungkum di malam satu suro dipercaya mendatangkan keberkahan. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Sekitar 20 menit menuju tengah malam, saya tersentak melihat sesosok lelaki tua yang tiba-tiba melintas di depan saya dengan tertatih-tatih. Dituntun seorang anak muda, dalam keremangan malam dia menuruni bantaran, lalu keduanya berendam. Mata mereka terpejam seperti bermeditasi.

Bambang, orang yang berdiri tepat di sebelah saya rupanya juga menyaksikan kejadian tersebut. Lelaki asal Sambitoro, Kecamatan Tembalang, Semarang itu pun mendengus.

"Miris ya, Mas? Yang sepuh dan jalannya sudah susah masih semangat buat kungkum, sementara para anak muda si sini hanya nonton dan ngerokok," keluhnya sembari memandang ke sekitar.

Menurut saya, keluhan lelaki 59 tahun itu beralasan. Dia sudah sejak kecil menjadi bagian dari tradisi kungkum tersebut. Dia juga meyakini bahwa agenda tahunan di Tugu Soeharto ini mampu mendatangkan keberkahan.

"Meski semuanya balik lagi ke pribadi masing-masing, orang yang percaya (dengan tradisi ini) yakin rezeki mereka akan dipermudah seusai kungkuman," terang Bambang penuh keyakinan. "Sayang, sejauh ini memang nggak ada panduan untuk ritual tersebut, meski sejatinya penting."

Diikuti Berbagai Kalangan

Pemerhati Sejarah Johanes Christiono menunjukkan foto lawas antusias warga mengikuti tradisi kungkum. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Menjelang dini hari, satu demi satu pengunjung mulai menuruni bantaran. Udara dingin yang menyeruak di wilayah tersebut nggak menghalangi niat mereka untuk kungkum. Baik perempuan atau laki-laki dari berbagai kalangan usia dan tingkat ekonomi menyatu di dalam air sungai yang nggak terlalu dalam itu.

Saqib Amanullah, salah seorang peserta remaja dalam tradisi tersebut, mengaku senang bisa menjadi bagian dari tradisi tersebut. Cowok yang masih duduk di bangku SMA itu mengatakan, dirinya baru kali pertama mengikuti tradisi kungkum.

"Tadi kungkum sekitar setengah jam. Saya ikut karena mendampingi kakek. Yang saya tahu, ritual ini dilakukan untuk mencari berkah dan menolak bala," ucapnya.

Kendati nggak terlalu memahami tradisi kungkum tersebut secara mendetail, orang tuanya sudah lebih dulu membekalinya dengan beberapa informasi penting sebelum ritus dilakukan, seperi tata krama dan doa-doa yang harus dirapalkan saat kungkum.

"Pas di rumah sudah diajari orang tua, sih. Sebelum berendam tadi kami juga sempat bakar kemenyam dulu," paparnya.

Keyakinan Masing-Masing

Tugu Soeharto didirikan pada 1965 oleh seorang guru spritual bernama Romo Diyat. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Nggak lama setelah acara kungkum selesai, saya sempat bertemu orang yang memimpin ritual itu. Lelaki yang biasa disapa Gondrong tersebut merupakan tetua setempat. Namun, saat saya menanyakan sejarah dan manfaat ritual ini, dia memilih tersenyum.

"Kalau menjelaskan (sejarah tradisi kungkum), maaf saya nggak bisa. Sejak kecil saya sudah ikut. Ini tradisi leluhur," ujar Gondrong.

Dia menambahkan, biasanya orang-orang kungkum di Tugu Soeharto sekitar seperempat jam. Alasan mereka melakukan ritual tersebut bermacam-macam. Menurutnya, terkait niat dan tujuan, dia mengembalikannya kepada keyakinan masing-masing.

"Ada puluhan, bahkan ratusan orang, dari mana-mana, yang mengikuti kungkum setiap Malam Satu Suro. Namun, maaf, saya nggak bisa menjelaskan banyak, takut salah paham," pungkasnya.

Terlepas dari kurangnya informasi terkait ritual ini, tradisi kungkum di Tugu Soeharto yang mampu bertahan hingga puluhan tahun menunjukkan bahwa masyarakat Semarang telah menerima tradisi tersebut sebagai bagian dari kehidupan mereka. Sepakat, Millens? (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: