BerandaTradisinesia
Senin, 31 Mei 2020 19:25

Nggak Bisa Sembarangan, Ada Sejumlah Ritual Saat Merias Jenazah, lo!

Merias jenazah perlu persiapan khusus. (Inibaru.id/ Audrian F)

Mendandani mayat tentu berbeda dengan memoles orang hidup. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Bahkan, ada sejumlah ritual saat merias jenazah, lo!<br>

Inibaru.id - Memoles diri bukanlah pekerjaan mudah. Maka, sudah sepantasnya seorang make-up artist dibayar mahal. Namun, bagaimana jika yang dirias adalah jenazah? Lebih mudah atau justru lebih sulit?

Ditemui di rumahnya, di Kampung Brumbungan, Kota Semarang, belum lama ini, Sri Sumiyati dan Indah Murti Astuti mengungkapkan, ada perlakuan khusus yang harus dilakukan saat hendak mendandani mayat.

Dua bersaudara yang telah melakoni sebagian besar hidupnya sebagai perias jenazah itu mengaku, ada sejumlah hal yang perlu dilakukan sebelum mendandani mereka. Bahkan, ada sejumlah ritual yang harus dilakukan sebelum merias.

Menyiapkan APD dan Meminta Izin

Ibarat sedia payung sebelum hujan, APD adalah kostum wajib yang harus dikenakan seorang perias jenazah, khususnya jika mendiang punya riwayat penyakit menular seperti HIV atau TBC. Di dalam tas perkakas rias, Sri dan Indah selalu sedia kaus tangan, plastik pelindung badan, dan masker.

“Kalau jenazahnya punya penyakit, rumah duka umumnya sudah kasih tahu," terang Sri, yang juga mengatakan jika pekerjaan sebagai perias jenazah sangatlah berisiko. "Selain melindungi diri, kami serahkan semuanya pada Tuhan saja.”

Sri Sumiyati saat memperkenalkan alat-alat make-up jenazahnya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Satu ritual yang nggak pernah dilupakan Sri dan Indah, yang mungkin bagi sebagian orang kurang logis, adalah meminta izin pada mendiang yang akan diriasnya. Keduanya percaya, arwah mendiang sejatinya masih ada di sekitar jasad yang akan mereka rias.

“Sentuh tubuh orang hidup saja nggak bisa semena-memna, begitu juga jenazah, nggak beda. Sama-sama harus dihormati!" terang Indah.

Sejauh ini dia meyakini, segalanya bakal dipermudah kalau mereka meminta izin. Salah satu contoh kemudahan itu misalnya tubuh mendiang jadi nggak kaku atau berat. Ini sangat membantu pekerjaan mereka.

Memberi Treatment Khusus

Sebagai perias jenazah, Indah dan Sri sudah biasa menghidu bau formalin yang menyengat. Seusai dimandikan, formalin memang kerap dimasukkan ke dalam tubuh jenazah agar jasad nggak cepat membusuk. Mereka biasa melakukan hal tersebut.

Selain itu, jenazah juga diberi arak purih agar tubuh nggak kaku dan bau. Namun, ini tergantung restu dari keluarga mendiang. Indah mengungkapkan, kalau nggak diperkenankan, treatment tersebut bakal di-skip.

“Namun, untuk mendiang dengan kondisi penyakit tertentu kan memang harus dikasih (formalin) biar (jasad) nggak cepat membusuk,” jelas Indah.

Selain formalin dan arak putih, Indah dan Sri juga bakal memberi pelembap pada kulit jenazah yang mulai kering. Ini dilakukan agar riasan di kulit bertahan lama.

Sri Sumiyati (kanan) dan Indah Murti Astuti (kiri) selepas merias jenazah di Rumah Duka Tion Hwa Ie Wan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Perlu kamu tahu, tubuh orang yang telah meninggal memang berbeda dengan yang masih hidup. Minyak yang nggak lagi melapisi kulit membuat kulit kering, sehingga bedak cepat hilang. Nah, pelembaplah solusinya.

Terakhir, treatment yang nggak lupa dilakukan Indah dan Sri adalah memakaikan busana sesuai permintaan keluarga mendiang. Indah mengungkapkan, pakaian yang diminta bisa macam-macam, tergantung keinginan keluarga, yang biasanya berdasarkan tradisi atau wasiat mendiang.

"Dalam beberapa kepercayaan, jenazah kadang dipakaikan busana keseharian atau baju khusus," terang Indah, yang mengaku pernah memakaikan baju seorang jenazah hingga tujuh rangkap.

Perlakuan terakhir ini, imbuhnya, kadang menjadikan proses merias jenazah jadi jauh lebih lama, bahkan sampai memakan waktu berjam-jam.

"Pernah molor berjam-jam karena menunggu pakaian yang dikirim dari luar kota,” pungkasnya.

Wah, ritual saat merias jenazah cukup menarik ya, Millens! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024