BerandaTradisinesia
Kamis, 28 Mar 2018 10:00

Ching Pho Ling, Tarian dalam Sejumlah Tafsir

Ching Pho Ling (nessyandaputri.blogspot.com)

Jenis kesenian ini memiliki aspek historis yang sangat penting bagi masyarakat Purworejo, Jawa Tengah, Namanya Ching Pho Ling. Agak asing? Maka, cek sajalah....

Inibaru.id – Boleh jadi jenis kesenian ini nggak populer di Purworejo, Jawa Tengah. Maklum, kesenian dari zaman old ini tinggal punya satu kelompok. Tapi perlu kamu tahu, kesenian ini punya nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi, lo.

Nama kesenian itu Ching Pho Ling . Kelompok satu-satunya yang tersisa adalah  Tunggul Wulung di Desa Kesawen, Kecamatan Pituruh, yang berdiri pada 1957.

Merujuk repo.isi-dps.ac.id, Nanik Sri Prihatin, Dosen Jurusan Tari di Pascasarjana Institut Seni Indonesia, menyebut bahwa Ching Pho Ling merupakan kesenian hasil dari budaya pisowanan masyarakat Purworejo pada masa lampau.

Pisowanan merupakan kegiatan pelaporan yang dilakukan para demang yang bertugas mengawasi daerah yang zaman dulu kepada seorang adipati. Melalui pisowanan, para demang didampingi para pengawalnya melaporkan situasi dan kondisi masyarakat yang dia pimpin.

Baca juga:
Mendak Tirta, Tradisi Umat Hindu Boyolali Jelang Nyepi
Salawatan Simtudduror dan Paduan Tiga Budaya

Saat itu, perjalanan yang ditempuh demang dan para pengawalnya cukup jauh. Karena itu, mereka selalu membawa payung, senjata berupa pedang, dan alat bunyi-bunyian untuk hiburan saat perjalanan. Kebiasaan arak-arakan inilah yang kemudian melahirkan kesenian Ching Pho Ling di Purworejo.

Kesenian tersebut terdiri atas seni tari dan musik. Terdapat sembilan orang penari dan enam orang pemusik yang semuanya laki-laki. Sembilan orang penari tersebut punya peran berbeda-beda. Ada pemayung yang memimpin barisan, penari pemencak, penari pengiring, serta pembawa instrumen musik kendang buntung atau ketipung, dan penari pembawa instrumen kecrek.

Nah, karena kesenian ini begitu kental mencerminkan budaya pisowanan kaum priyayi,  kostum yang digunakan biasanya berupa blangkon, beskap, celana hitam, serta hiasan lainnya. Sementara itu, properti yang mereka gunakan terdiri atas pedang, keris, dan bendera.

Oya Millens, nama Ching Pho Ling memang bukan berasal dari perbendaharaan bahasa Jawa. Nama yang terdengar seperti bahasa mandarin itu memiliki beberapa tafsiran. Yang pertama, nama tersebut diambil dari tiga nada instrument bende, yaitu nada 3 (lu), 2 (ro), dan 7 (pi) yang berbunyi “ning, nung, ning” yang entah kenapa punya sebutan Ching Pho Ling.

Yang kedua, Ching Pho Ling dipercaya berasal dari singkatan nama tiga orang prajurit atau pengawal Ki Demang, yaitu Buncing, Dipo, dan Keling.  Yang ketiga, Ching Pho Ling menggambarkan kejadian saat ada musuh di perjalanan pisowanan. Para Demang menghadapi mereka sampai akhirnya para musuh tersebut lari tunggang-langgang dalam bahasa Jawa “sak pol-pol e” bahkan sampai terkencing-kencing. Ungkapan itu, entah mengapa pula, berupah sebagai Ching Pho Ling. Adapun yang terakhir, nama itu berasal dari bahasa Mandarin, yang berarti perintah untuk menjamin keamanan dan kejahatan.

Baca juga:
Pertalian Budaya antara Gambang Semarang dan Gambang Kromong
Sucikan Diri dan Alam melalui Upacara Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan

Menarik ya, Millens? Namun, kesenian ini bisa punah jika tidak segera dilestarikan. Yuk, ikut melestarikan mulai dari hal yang kecil seperti menyebarkan informasi ini agar masyarakat tahu soal Ching Pho Ling. (MEI/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Indahnya Sungai Biru di Wisata Alam Bunton, Pekuncen, Banyumas

26 Jan 2025

Bersantai Sembari Menikmati Pemandangan Alam di Alun-Alun Sumowono

26 Jan 2025

Mengapa Warga Tionghoa Nggak Mau Membersihkan Rumah saat Imlek?

26 Jan 2025

Segini Biaya Sewa Baju Adat di Kota Lama Semarang

26 Jan 2025

Port USB Warna Biru di Laptop, Apa Gunanya?

26 Jan 2025

Bangun Tidur Sering Alami Ini? Waspada Kanker

26 Jan 2025

Indonesia Uji Coba Sistem 4 Hari Kerja, Adakah Negara yang Telah Menerapkannya?

27 Jan 2025

Menjelang Perayaan Imlek 2025, Perajin Barongsai Semarang Untung Besar

27 Jan 2025

Kuburan yang Kian Penuh dan Ide Makam Tumpuk di Yogyakarta

27 Jan 2025

Lomba Lari Mengejar Keju di Inggris, Seru tapi Berbahaya!

27 Jan 2025

Berburu Kuliner Tradisional di Pasar Sore Karangrandu, Jepara

27 Jan 2025

Sejarah Lalapan; Hidangan Segar Khas Nusantara yang Kaya Manfaat

27 Jan 2025

Minum Air Langsung dari Keran Bukan Angan-Angan Lagi di Salatiga

27 Jan 2025

Siswa di Jawa Tengah akan Belajar Mandiri selama Ramadan 2025; Bukan Libur, lo!

28 Jan 2025

Berkaca dari Hup Teck, Pabrik Kecap Legendaris yang Memilih 'Tutup Usia'

28 Jan 2025

Musim Telur Menetas, Waspada Ular Masuk Rumah!

28 Jan 2025

Jadi Umpatan Populer di Drakor, Seberapa Kasar Kata 'Shibal' bagi Orang Korea?

28 Jan 2025

Berkaca dari Insiden di Pantai Drini, Begini Tips Selamat saat Terseret Ombak

28 Jan 2025

Sejarah Tradisi Petik Angpao di Pohon saat Imlek, Sesi Seru yang Ditunggu

28 Jan 2025

Gapeka 2025 Berlaku, Perjalanan Kereta di Daop 4 Semarang Lebih Cepat 466 Menit

28 Jan 2025